song to play in this chapter:
love letter from the sea to the shore - delaney bailey 🎶[•]
"Kamu akan menikah dengan Toro."
Umami merasakan makanan yang sedang dikunyahnya menjadi hambar begitu saja. Perempuan itu meletakkan sendok dan garpu di tangannya lalu mendongak, membalas tatapan Mamanya dengan datar.
Hell, dia bahkan tidak diberi kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
"Ma." Umami memejamkan matanya sesaat, berusaha mengendalikan emosinya. "I told you before that I don't want to get married."
"Mau sampai kapan kamu menjadikan perselingkuhan Papa sebagai alasan takut menikah?"
Padahal Umami pikir, akhirnya akan ada makan malam tenang yang ia habiskan dengan Mamanya. Namun rupanya memang lebih baik ia tidak berharap apa pun dari wanita yang tidak pernah memandangnya lebih dari alat tukar dalam dunia bisnis ini.
Umami tidak boleh begini, Umami tidak boleh begitu. Umami harus begini, Umami harus begitu.
Seumur hidupnya Umami sudah kenyang akan seluruh larangan juga perintah dari sang ibunda. Umami tidak pernah memberontak karena Umami tahu hanya itu yang dapat ia lakukan sebagai bentuk pembuktian diri bahwa ia berguna.
Bahwa memiliki anak tunggal perempuan bukanlah kesalahan.
"Kali ini apa alasannya? Mama butuh lebih banyak uang? Aku bisa kasih sebanyak apa pun yang Mama mau," ujar Umami masih mencoba bernegosiasi. "Asal jangan jodohin aku sama Toro."
"Di mata kamu Mama itu seperti apa sih?" Umami menangkap kilat kecewa dari mata Mamanya. "Apa salah kalau Mama mau lihat anak Mama menikah? Toro juga laki-laki yang baik, Mama yakin dia nggak akan menyakiti kamu."
Justru karena itu.
Umami menggigit lidahnya, berusaha menahan ucapan apa pun yang ingin dikeluarkan.
"Terserah Mama, lagian belum tentu juga Toro mau sama aku," jawab Umami final.
"... Ya, saya bersedia menikah dengan Kak Umami."
Namun saat beberapa hari setelahnya kedua keluarga itu bertemu dan Toro mengatakan iya, pupus sudah harapan Umami untuk menjadi wanita independen selamanya.
Umami benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana bisa Toro semudah itu mengiyakan? Apa Toro memang begitu terobsesi untuk mengambil alih bisnis perusahaan keluarganya? Sungguh, Umami muak.
"Saya juga nggak bercanda kok. Saya nggak masalah kalau Kak Umami belum sayang sama saya. Yes, I deserve someone who love me for who I am. Tapi kalau yang saya mau Kak Umami gimana?"
"You're crazy. Aku nggak akan pernah jatuh cinta sama kamu."
"Wanna bet?"
"No, thanks. Aku nggak berminat main-main sama anak kecil."
"Atau Kak Umami takut kalah karena jatuh cinta sama saya?"
"... Okay, let's get married then. I'll show you the proof."
Maka tak ada hal yang lebih Umami sesali daripada kalimat impulsif itu. Benar-benar sialan! Ia tidak mungkin melewatkan senyum kecil Toro yang muncul begitu ia mengatakannya.
Sejak kapan adik kelas yang terpaut dua tahun darinya itu menjadi selicik ini?
"Pas SMA sih rasanya kayak pengen bareng terus sama dia. Kalau nggak lihat sehari aja langsung lowbat gue. Walau lagi di tempat rame, gue bisa langsung nemu Kak Umami. Pas lagi ngobrol juga gue nahan-nahan biar nggak keliatan banget saltingnya. Ya biasalah anak puber gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
TAOKI [WEE!!!]
Fanfiction"Senang bertemu dengan Anda, Bapak Tukiem." "It's Taoki, not Tukiem." Hiatusnya seorang superstar membuat ia berjumpa dengan ilustrator terkenal yang tak pernah sekalipun menampakkan wajahnya di depan publik. "Tukiem sounds better." "Whatever." Hid...