"Assalaamu'alaikum, Ceceee!" seru Amu sembari membuka pintu kafe. Tidak ada seorang pun pengunjung, hingga Amu dapat mendengar gemericik air dari akuarium besar di tengah ruangan. "Cece!" panggilnya lagi karena tidak ada jawaban.
"Wa'alaikumussalaam!" Terdengar jawaban dari bilik dapur. "Duduk dulu, Amu! Aku lagi nyelesaiin pesenan orang!"
Amu lalu mengambil tempat terujung di dekat kaca sehingga ia dapat melihat rintik hujan berjatuhan. Ia sedang butuh inspirasi untuk salah satu ilustrasinya. Hal itulah yang tadi mendorongnya untuk pergi ke taman dan mengamati gerak-gerik orang lain. Namun, siapa sangka ia justru bertemu Kiki di sana?
Lamunan Amu terpecah begitu mendengar dentingan dari lonceng pintu. Kiki masuk tergesa dengan hoodie yang sudah basah di beberapa bagian dengan napas terengah-engah. Amu bisa menebak lelaki itu berlari untuk menghindari hujan.
"Lo nggak bawa payung?" tanya Amu heran.
Kiki menggeleng. Ia berdecak dan membuka tudung hoodie serta melepas maskernya.
"Lo nggak bilang kalo kafenya ada di dalem gang," keluh Kiki. "Gue kira bisa parkirin mobilnya di depan kafe."
Amu terkekeh.
"Nggak papa kali, jadi seger kan kena air hujan?" ucapnya tanpa merasa bersalah.
Kiki lalu mengedarkan pandangannya pada interior kafe ini yang memiliki warna lembut sehingga memberikan nuansa yang hangat.
"Ini emang belum buka apa gimana? Kok nggak ada pengunjungnya?" tanya Kiki penasaran. Ia lalu duduk di hadapan Amu setelah melepas hoodie basahnya hingga hanya menyisakan kaus putih di tubuhnya.
"Di sini emang sistemnya take away atau pesen online gitu. Jadi nggak ada yang makan di tempat kecuali orang spesial kayak gue," ucap Amu bangga.
"Gue juga spesial dong bisa makan di sini?"
"Nggak." Amu mengibaskan tangannya. "Lo beruntung aja karena gue izinin makan di sini."
Kiki mendengus geli.
"Iya deh, terserah. Jadi, gue udah boleh pesen?"
Amu mengangguk lalu mengedikkan dagunya ke meja yang berada di dekat kasir.
"Ambilin menunya dong sekalian. Gue mager," pinta Amu serta-merta. "Eh, tolong ambilin maksudnya," ralat Amu.
Kiki menuruti Amu begitu saja tanpa mendebat. Entahlah, sejak obrolannya bersama Amu tadi ia merasa perasaannya meringan. Sehingga hal itu berpengaruh pada suasana hati Kiki yang sangat bagus sekarang.
"Gue traktir ya, Mu. Lo bebas mau pesen apa aja," kata Kiki. "Gue bisa beli sekafe-kafenya sekalian."
Amu mencibir.
"Sebenernya gue tuh sempet kepikiran kalo lo mau balik ke dunia entertainment karena duit lo udah mau abis," ucap Amu tanpa saring. "Tapi salah ya ternyata? Lo masih kaya."
"Sembarangan lo," sahut Kiki dengan wajah tak terima. "Gue juga bisa cari duit tanpa manggung kali. Buat apa punya muka ganteng kalo nggak dimanfaatin?" lanjutnya dengan intonasi songong khasnya.
Jika Enzo yang ada di posisi Amu, sudah pasti Kiki akan terjatuh karena tendangan lelaki itu. Namun, berhubung hanya ada Amu, gadis itu hanya mampu menampakkan raut jijik yang menimbulkan tawa Kiki.
"Najis banget sumpah. Lo emang nggak geli ngomong kayak gitu?" tanya Amu dengan wajah serius.
Kiki berhenti membolak-balik buku menu dan melemparkan sorot lembutnya pada Amu seraya tersenyum tipis, "Emang gue nggak ganteng?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TAOKI [WEE!!!]
Fanfiction"Senang bertemu dengan Anda, Bapak Tukiem." "It's Taoki, not Tukiem." Hiatusnya seorang superstar membuat ia berjumpa dengan ilustrator terkenal yang tak pernah sekalipun menampakkan wajahnya di depan publik. "Tukiem sounds better." "Whatever." Hid...