"Pak, maaf ada handuk atau kaus bersih gitu nggak ya buat ganti?" tanya Amu pada sang sopir begitu mobil sudah mulai melaju, meninggalkan lokasi photoshoot dan keramaian wartawan di belakangnya.
"Biasanya Mas Enzo bawa tas hitam di jok belakang buat keperluan darurat, Mbak. Coba dicek ada di dalamnya atau nggak, saya nggak pernah buka-buka soalnya."
Amu melongok ke belakang dan menemukan tas yang dimaksud dengan mudahnya. Ia membuka resleting tas lalu mengeluarkan handuk putih kecil, kaus hitam, dan air mineral. Setelahnya gadis itu mengembalikan fokusnya pada Kiki yang masih mengunci mulutnya sejak tiba di mobil.
Amu memperhatikan tangan Kiki yang sudah berkurang gemetarnya. Namun kemudian Amu menyadari deru napas Kiki yang terdengar tak teratur.
"Kiki," panggil Amu perlahan, membuat Kiki memutar tubuh ke arahnya. Amu merasa seperti ada yang patah di dalam hatinya saat ia hanya menemukan kekacauan dari raut lelaki di hadapannya. Maka Amu pun mengulurkan tangan untuk memegang kedua sisi lengan Kiki, memaksa agar lelaki itu menatap lurus ke arahnya. "Dengerin instruksi aku ya?"
"Sekarang tarik napas kamu selama empat detik," ucap Amu. "Empat ... tiga ... dua ... satu. Good. Tahan ya, tujuh ... enam ... lima ... empat ... tiga ... dua ... satu. Oke, sekarang buang napas kamu selama delapan detik." Amu membimbing Kiki berulang kali hingga napas Kiki mulai teratur. Setelah itu baru Amu melepaskan pegangannya dari lengan Kiki.
"Feel better?" tanya Amu yang dijawab Kiki dengan anggukan kecil. "Aku izin bersihin rambut kamu ya biar nggak begitu amis pas kamu keramas nanti."
Tanpa menunggu jawaban, Amu membasahi handuk di tangannya dengan air mineral lalu bergerak mendekat.
"Can you lower your head, please?" pinta Amu. Kiki membungkukkan tubuhnya, membuat jarak keduanya semakin dekat tanpa disadari. "Thank you."
Why are people being that mean when they don't know the truth?
Sepanjang membersihkan rambut Kiki, Amu tak henti-hentinya mengumpati seseorang yang sudah melempar telur ke arah Kiki tadi. Dia tidak tahu apa-apa, tapi berteriak mengata-ngatai Kiki seolah Kiki bukanlah manusia. Seolah Kiki tidak punya hati.
"I'm sorry." Amu mengangkat kedua alisnya saat mendengar yang pertama kali Kiki ucapkan kepadanya adalah permintaan maaf. "I should be the one who protected you, not the other way around."
"I don't need your apology." Selesai dengan rambutnya, Amu menurunkan handuk untuk membersihkan pelipis juga sisi kanan wajah Kiki.
"I feel so terrible right now. You always see my vulnerable side and now you risk your privacy to save me. I'm sorry for being weak, Amu."
Tak ada yang lebih menyakiti Amu dibanding melihat hilangnya cengiran jahil dari wajah Kiki. Gadis itu mengembuskan napasnya berat dan menyentuh pipi kanan Kiki dengan tangannya yang terbatasi oleh handuk.
"Sekali lagi kamu minta maaf dan ngejelekin diri kamu sendiri, aku bakal keluar dari mobil ini," ancam Amu akhirnya. "I told you before. You don't have to worry about me because I'll be fine as long as I have you. Kamu juga pernah bilang kalau defending your loved one is a bare minimum, so I just did the same thing, Ki."
Kiki mengerjapkan matanya pelan. Tunggu, apa yang tadi Amu katakan?
"I think there's something wrong with my ear," sahut Kiki.
"Apa yang salah?" Amu mengangkat sudut bibirnya, diam-diam gemas akan kelemotan Kiki.
"Did you just say you love me?" tanya Kiki, tidak percaya akan apa yang didengarnya barusan.
"Should I repeat?" Amu tahu ini bukan waktu yang tepat. Keadaan keduanya berantakan karena habis diserbu wartawan. Bahkan ada Pak Sopir yang mencuri pandang ke belakang melalui kaca sedari tadi. Akan tetapi Amu tak ingin mengulur waktu lagi. "I like you— wait, no. I think I start to fall in love with you, Tukiem."
Kiki mendengkus geli.
"It's Taoki, not Tukiem," balas Kiki, mereka ulang percakapan mereka saat pertama kali bertemu di kafe agensi. Yah, pertama untuk Amu lebih tepatnya karena hanya gadis itu yang tidak mengingat Kiki.
"Okay then, Taoki. How about we make a deal?"
"What's deal?"
"I know it won't be easy to commit with people but still, I want to going through all of those upside and down with you. Aku juga mau berjuang sama kamu, Ki. Aku mau dukung karier kamu dan ngebantu kamu buat raih mimpi kamu."
Entah sejak kapan kedua sudut bibir Kiki sudah terangkat, menampilkan senyum yang begitu hangat. Ia tidak menyangka bahagianya akan begitu besar saat mengetahui fakta bahwa perasaannya terhadap Amu berbalas.
"Kamu tahu sekarang mimpi aku apa?"
"Dapet grammy award?" tebak Amu asal.
"I want to find my own happiness," tutur Kiki perlahan. "Sejak dulu aku selalu suka jadi spotlight di antara orang-orang. Makanya aku keras kepala mau jadi penyanyi. Tapi setelah aku jalani kehidupan itu, ternyata aku tetap ngerasa ada yang kurang."
"I just realize that maybe I need someone to be recognized as my home, my safest place. So I want you to be that person too, Amu."
Maka dengan itu seulas senyum pun juga timbul di wajah Amu.
"So ... do we have a deal?"
"We have got a deal." Kiki menegaskan.
Kiki dan Amu sama-sama tahu tak akan mudah setelah ini untuk bersama. Namun setidaknya apa pun yang terjadi nanti, mereka akan menghadapinya bersama.
"Btw, lucu juga ya kalau kita ngomong pakai aku kamu?" celetuk Kiki yang hanya dibalas decihan Amu.
[•]
author note:
kasih yang uwu-uwu dulu soalnya bakal menghadapi dunia habis ini hihi.
kalo ada yg kangen enzopi dan tormi, kita ketemu di eps depan yaa <3 (gatau next publishnya kapan wkwk)
KAMU SEDANG MEMBACA
TAOKI [WEE!!!]
Fanfiction"Senang bertemu dengan Anda, Bapak Tukiem." "It's Taoki, not Tukiem." Hiatusnya seorang superstar membuat ia berjumpa dengan ilustrator terkenal yang tak pernah sekalipun menampakkan wajahnya di depan publik. "Tukiem sounds better." "Whatever." Hid...