Jiyem dan Liyem memimpin jalan menuju kediaman Abinawa.
Anatari masih berusaha mengingat tentang siapa dirinya saat ini, identitas orang-orang terdekatnya, dan di tempat seperti apa dia berpijak, pun posisinya. Namun, semuanya masih berupa mozaik yang pecahannya terserak sembarang. Oleh karena itu, dia harus mengorek informasi sekecil apapun yang bisa didapat dari orang-orang yang telah disebutkan kedua pelayannya. Sebenarnya dia bisa saja meminta Jiyem dan Liyem untuk menceritakan semua hal yang tidak diketahuinya. Namun, tentu akan menimbulkan keraguan keduanya atas identitas Anatari saat ini.
Satu-satunya cara untuk bertahan di negeri antah berantah ini adalah tetap waspada dan coba membaur.
"Liyem. Jiyem. Bisakah aku menanyakan sesuatu?"
Kedua waracethi menghentikan langkah.
"Ndoro Putri mohon tidak sungkan," ucap keduanya.
"Apa yang ingin Ndoro Putri tanyakan?" tanya Jiyem.
"Selama beberapa hari tinggal di sini, aku tidak tahu bagaimana pandangan orang-orang terhadapku. Apa aku memiliki kesan yang baik atau sebaliknya. Aku selalu bertanya-tanya akan hal itu. Sekiranya aku memiliki kesan yang baik, aku akan sangat senang. Tapi seumpama kebalikannnya, aku akan melakukan perbaikan diri agar kalian semua bisa menerimaku dengan tangan terbuka sebagai bagian dari keluarga raja. Jadi, menurut kalian pribadi, aku perempuan seperti apa?"
Jiyem dan Liyem bertukar pandang waspada.
"Kenapa Ndoro Putri tiba-tiba menanyakan hal itu?" Liyem terlihat panik.
"Aku sudah menjelaskannya barusan. Sekarang, bisakah kalian menjawabnya. Aku hanya ingin tahu bagaimana kalian melihatku selama ini."
Jiyem meremas tangan gelisah, melirik kiri dan kanan. "Jika kami berkata jujur, Ndoro Putri tidak akan menghukum kami, kan?"
"Buah jujur adalah penghargaan. Buah dusta adalah hukuman."
Jiyem maju selangkah. "Kalau begitu izinkan hamba menjawabnya."
"Jiyem," larang Liyem.
"Ndoro Putri adalah perempuan jahat yang tidak tahu etika seorang bangsawan! Bicara semaunya! Menyuruh semaunya! Sangat menyusahkan! Tidak mau dikritik dan selalu menghukum para waracethi dan pengawal hanya karena kesalahan kecil. Setiap saat menghina Yuwaraja yang kami hormati! Sepanjang hari memuji Pangeran Mahesa, bahkan diam-diam menemuinya di siang dan malam hari! Anda benar-benar bucin! Bucin! Bucin!" Jiyem menarik napas panjang dan menghembusnya dengan perlahan. Kedua lututnya terjatuh ke tanah. "Hamba mohon ampun karena sudah mengatakannya."
Anatari terperangah berdirinya goyah. Begitu banyak serangan kata kebencian. Bucin? Apa aku salah dengar? Apa maksudnya? Aku sendiri belum pernah mengalaminya! Ya ampun, apa aku seorang perisak? Mengurangi segala dosa. Apa-apaan ini?!
"Ndoro Putri," panggil Liyem.
Anatari memijit salah satu sisi kepalanya. "Bangunlah. Tidak perlu mohon ampun. Baguslah kau mengatakan semuanya."
"Lho, tidak dihukum?" Jiyem terperangah tak percaya.
"Saat ini aku tidak punya alasan apapun untuk menghukummu. Sudahlah. Cepat pimpin jalan menuju kediaman Yuwaraja."
Jiyem tersenyum lebar. "Terima kasih, Ndoro Putri. Terima kasih. Semoga Ndoro Putri panjang umur! Sehat selalu. Cantik selalu. Menjadi lebih baik lagi-"
"Jalannya ke mana?" tanya Anatrai, tak sabar.
"Lurus, kemudian belok," jawab Jiyem.
"Baiklah." Anatari mengulurkan tangannya, membeti isyarat untuk melanjutkan langkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 1) Gadis Yang Terlempar Ke Bhumi Javacekwara (END)
Fantasy"Apakah kesialanku di kehidupan ini ditentukan amal masa lalu?" 🍃🍃🍃 Anatari Kemala berniat bunuh diri, tapi seorang pria renta mengirimnya ke Bhumi Javacekwara. Sebuah tempat di Tanah Jawi yang tidak tercatat dalam buku Sejarah Kerajaan Nusantara...