Seorang prajurit bersujud menghadap Falguni yang berdiri di sebuah panggung yang disusun berundak dari batu candi. Prajurit lain yang sedang berlatih ilmu kanuragan lekas menepi, mengambil posisi dalam sebuah barisan, meninggalkan si prajurit yang melesatkan anak panah bersujud sendirian di tengah lapangan tanah.
"Sudah lama sekali aku tidak melihat kesalahan bodoh yang dilakukan prajurit Bhumi Girilaya. Kau menjadi orang pertama yang mengulang kesalahan itu. Melesatkan anak panah ke arah Yuwaraja Javacekwara, artinya menyatakan perang. Kau berniat untuk memulainya? Menabuh genderang perang," sindir Falguni.
"Hamba tidak berani melakukannya, Yang Mulia Ratu." Prajurit malang itu bersujud begitu dalam.
"Asingkan dia ke Canggal, agar dia merenungkan kesalahannya," titah Falguni.
Abinawa tersenyum, menyadari sindiran Falguni. Satu tangannya mendorong punggung Anatari, membuat perempuan itu bergerak beberapa langkah ke depan.
Anatari menoleh ke balik bahunya. "Kau," desisnya.
Falguni memergoki pergerakan Anatari. "Ada yang ingin kau katakan, Gusti Kangjeng Ratu?"
Anatari kembali menoleh sosok Abinawa yang berdiri tegak di belakangnya, memasang raut wajah penuh keramahan. Dasar rubah jantan.
Abinawa mengerling tajam perempuan di hadapannya. Dia mengangguk dan tangan kanannya terangkat, mempersilakan Anatari untuk menjadi juru bicaranya.
"Tidak perlu mengasingkan pria itu ke Canggal," tutur Anatari pada Falguni. Anatari mengernyit merasakan jantungnya dicubit. Berbuat baik pun merupakan kutukan? Yang benar saja. "Maksudku Yang Mulia Ratu bisa menghukumnya dengan cara lain yang mendatangkan keuntungan bagi Girilaya."
"Hukuman yang menguntungkan? Apa ada hukuman seperti itu?" tanya Falguni, sangsi.
Anatari mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tangannya mengepal erat kain katun selendangnya, menahan nyeri yang masih mendera. Dia mengamati barisan senjata para prajurit Girilaya yang didominasi pedang dan tombak panjang. Anatari tersenyum. "Hukuman yang menguntungkan, tentu saja ada. Yang Mulia Ratu bisa menyuruh pria itu menebang pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat busur panah beserta anak panahnya. Saat ini, Girilaya sudah harus memiliki pasukan pemanah yang mampu berperang tanpa harus terlibat pertarungan jarak dekat." Anatari berhasil menyelesaikan kalimatnya, seketika itu rasa sakit di jantungnya pun menghilang.
Falguni sumrigah mendengar laporan dari Anatari. Dia menangkap pesan yang tersirat dari perkataan keponakannya yang mengatakan bahwa Bhumi Javacekwara memiliki pasukan pemanah dan Girilaya juga harus memilikinya agar bisa menyerang musuh dari jauh sekaligus melindungi pasukan barisan depan yang merupakan pasukan petarung jarak pendek yang mana senjata andalan mereka adalah keris dan pedang pendek.
"Kau sudah mendengar ucapan Putri Mahkota. Jadi lekas buat seribu busur panah beserta anak panahnya. Lakukan hukumanmu dengan baik," titah Falguni.
"Sendiko dawuh Gusti Ratu."
Dua prajurit bersenjata tombak menggiring rekannya keluar dari lapangan berlatih.
Falguni bergantian menatap Anatari dan Abinawa. Dia menghampiri keduanya dengan enggan. "Baru mengingatku setelah beberapa hari berada di Kertarta?"
Anatari memberikan hormatnya. "Mohon maaf sudah membuat Bibi menunggu. Bibi pasti sudah mendengar kabar bahwa kedatangan kami ke wilayah Kertarta ialah untuk menyelesaikan masalah perewa dan dedemit dari Canggal yang terus membuat onar di wilayah perbatasan. Masalah itu baru teratasi kemarin, karena itulah kami baru menyempatkan diri datang berkunjung."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 1) Gadis Yang Terlempar Ke Bhumi Javacekwara (END)
Fantezie"Apakah kesialanku di kehidupan ini ditentukan amal masa lalu?" 🍃🍃🍃 Anatari Kemala berniat bunuh diri, tapi seorang pria renta mengirimnya ke Bhumi Javacekwara. Sebuah tempat di Tanah Jawi yang tidak tercatat dalam buku Sejarah Kerajaan Nusantara...