Chapter 21. Keharyapatihan Kertarta (2)

100 11 0
                                    

Kabut hitam menyelinap melewati celah-celah pintu dan jendela kayu. Menjalar ke seberang ruangan tempat Anatari merebahkan diri.

"Dia kembali."

"Itu bukan dia."

"Itu memang dia."

"Dia tidak lemah."

"Benda itu ada padanya."

"Tuan harus tahu."

Dahi Anatari berkerut dalam. Bola matanya bergerak liar dibalik kelopak mata yang terpejam. Napas tersekat dan hentakan jantung bertalu tak terkendali menghantarkannya dari dunia mimpi demi melihat tubuhnya dilahap lidah api yang membara.

Abinawa yang tertidur di bale-bale seberang ruangan bergegas menghampiri Anatari yang menjerit dan meronta. "Apa yang terjadi? Anatari!" Abinawa mengguncang keras bahu Anatari yang belum sadarkan diri. "Anatari!"

Anatari terperanjat diliputi kebingungan.

"Apa yang terjadi? Mimpi buruk?"

Anatari berpaling pada Abinawa. Dia mempertimbangkan untuk memberi tahu apa yang baru saja menimpanya. "Ya. Mimpi buruk."

"Tentang apa?"

"Tentang .... Tentang pertarunganmu dan makhluk di hutan. Wajahnya sangat menyeramkan." Anatari meragu apa Abinawa orang yang tepat untuk diajak berbagi rahasia.

Abinawa melepaskan tangannya dari bahu Anatari. "Itu sudah selesai. Tidak perlu mencemaskannya."

"Ya. Tentu saja. Itu sudah selesai. Apa makhluk itu benar-benar sudah mati?"

"Dia tidak akan bangkit lagi. Jika itu maksudmu. Tapi, ya, masih banyak makhluk sejenisnya yang berkeliaran bebas," jelas Abinawa.

"Ya. Sangat banyak," gumam Anatari, menyetujui.

Abinawa menatap Anatari yang kembali terpegun. Dari setiap garis ekspresi yang nampak, Abinawa tahu bahwa Anatari tidak mengatakan yang sebenarnya. Dia yakin bahwa perempuan yang ada di hadapannya sedang menyembunyikan sesuatu. Apa itu? Abinawa tidak ingin mengetahuinya. Untuk sekarang.

"Abinawa," sebut Anatari.

"Tidurlah. Sebentar lagi pagi. Saat itu kau bisa menanyakan apapun padaku," ujar Abinawa.

Ayam jantan telah berkokok beberapa waktu lalu. Ramai orang berbincang di lobi penginapan. Anatari yang tidurnya tak tenang lantas terbangun mendengar suara obrolan dan tawa para tamu penginapan yang sedang menikmati menu sarapan.

Setelah membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian, Anatari turun mencari Abinawa. Seorang pelayan berlari kecil menghampirinya dan mengatakan bahwa Abinawa berada di ruangan khusus di halaman belakang penginapan.

Sagara, Tambir, dan Wiba sedang menikmati sarapan mereka yang sederhana di bawah pohon angsana beralaskan bale-bale bambu yang dilapisi tikar pandan. Sagara beringsut hendak membukakan pintu paviliun untukku, tapi aku melarangnya dan memintanya meneruskan sarapannya.

Harum masakan menyapa indera penciuman sesaat setelah membuka pintu paviliun. Abinawa duduk di atas bale-bale kayu jati di dekat jendela yang menyuguhkan pemandangan sungai berair jernih. Dia duduk tegak dan menutup mata. Angin sepoi meliuk masuk ke dalam ruangan membawa beberapa kuntum bunga angsana kuning cerah yang berukuran kecil. Salah satunya mendarat di rambut Abinawa yang tergerai. Anatari mengulurkan tangan hendak mengambil bunga itu, tetapi jemari Abinawa bergerak cepat mencengkram pergelangan tangan perempuan itu.

"Kau."

"Tentu saja ini aku." Anatari mengibaskan tangan Abinawa, mengambil bunga itu untuk diperlihatkan pada Abinawa. "Kau pikir aku akan mencelakaimu demi mendapatkan bunga indah ini."

(Book 1) Gadis Yang Terlempar Ke Bhumi Javacekwara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang