Anatari kembali ke kediamannya dalam keadaan lunglai. Bukan sebab luka fisik yang pernah dideritanya, melainkan disebabkan kelelahan psikisnya. Setelah terbangun di tanah jawi, hal-hal aneh yang ditemui mengarahkannya pada bahaya, membuatnya selalu tegang karena terus bersikap waspada. Belum lagi memori Anatari Lingga yang memudar seolah menghalanginya mencapai tujuan. Menentukan arah mana yang harus ditempuh ibarat pertaruhan yang keuntungannya tidak dapat diprediksi.
Setelah beberapa hari ini, Anatari hanya yakin pada tiga hal yang tidak boleh diucapkan maupun dilakukannya, yakni; meminta maaf, berterimakasih, tidak boleh terlalu baik, serta tidak menikahi Mahesa.
Mengenai tidak menikahi Mahesa, sepertinya itu bagian dari takdir yang tidak dapat ditolak maupun dirubah olehnya. Sepertinya, dulu Anatari Lingga menghadapi situasi yang sama di mana dia tidak dapat menolak perjodohan ini. Bukan untuk menjadikan Bhumi Javacekwara sebagai tempat suaka baginya, melainkan untuk menghancurkannya dari dalam.
Anatari termenung menatap kediamannya. Seluruh bagiannya terbuat dari kayu, terkecuali atapnya yang terbuat dari campuran tanah liat dan pasir laut yang dibentuk dalam ukuran tertentu. Langit senja dengan semburat warna merah, jingga, ungu, dan biru berbaur damai, terhampar luas di atasnya. Cahaya api penerangan belum dinyalakan, membiarkan beberapa sudut lingkungan kediamannya tetap berada dalam kegelapan.
Wajah Anatari nampak sendu, kelopak mata pun sayu, hatinya terasa kosong. Tidak ada satu pun yang dapat diajaknya bicara mengenai beban yang dipikulnya. Ingin rasanya dia berterus terang pada semua orang bahwa dia bukanlah Anatari Lingga, dia hanya mampir ke dunia ini sekedar menjalankan tugas. Akankah ada yang mempercayainya? Atau justru dirinya dianggap gila.
Dia mengharapkan kehadiran seseorang yang bersedia memberitahunya mengenai apa yang seharusnya dilakukan. Seorang mentor yang mengerti akan dirinya tanpa harus menjelaskan identitasnya yang sebenarnya. Dia tidak ingin berada di tempat yang begitu asing tanpa pengetahuan apapun tentang dirinya sendiri. Kini Anatari bagai merangkak di tempat gelap, berharap menemukan cahaya yang tidak menyala.
Dia ingin kembali kedunianya di masa depan, bertemu Anzel ... teman yang selalu mendengar semua keluh kesahnya--teman yang sangat berarti baginya.
Anatari mengembus napas panjang. Haruskah aku menghancurkan Javacekwara? Bukankah tujuanku di sini untuk mengurangi dosa .... Jika begitu, bisakah aku tidak membalaskan dendam--
Anatari terjatuh seketika. Satu kedipan pelan memberikan rasa sakit yang tak terkira di kepalanya. Anatari mencengkram kuat kepalanya. Hentikan. Hentikan! Kumohon. Sungguh sial. Sepertinya dulu Anatari Lingga benar-benar menghancurkan Bhumi Javacekwara, membalaskan dendam atas seluruh penghinaan yang telah diterima Bhumi Girilaya dalam penyerangan dua puluh tahun silam yang menewaskan kedua orangtuanya
Telapak tangan seseorang menyentuh punggungnya. Aliran energi perlahan menjalari jalur meridiannya. Hangat dan ringan. Anatari menoleh ke sisi kanannya.
"Jangan bergerak! Pusatkan konsentrasimu agar energi yang kau terima tidak berbalik membahayakan ragamu."
Syukurlah Anatari pernah melihat adegan seperti ini di film laga kolosal. Dia menyilangkan kedua kakinya, kedua tangan diletakkan di atas kedua lutut. Napasnya diatur, menyeimbangkan irama jantungnya. Itu berhasil ... tanpa terkira.
"Apa yang sebenarnya terjadi padaku?" tanya Anatari.
"Mantra dalam keris Sagara telah membuat jiwamu lupa cara menyatu dengan ragamu dan juga dengan alam. Singkatnya, apa yang terjadi di dalam dirimu saat ini adalah pertentangan yang diakibatkan memorimu yang terganggu." Falguni menarik kedua tangannya, menyudahi aliran energi penyembuh darinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/333327648-288-k491269.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 1) Gadis Yang Terlempar Ke Bhumi Javacekwara (END)
Fantasía"Apakah kesialanku di kehidupan ini ditentukan amal masa lalu?" 🍃🍃🍃 Anatari Kemala yang hidupnya penuh kesialan, berniat bunuh diri. Akan tetapi seorang pria renta mengirimnya ke Bhumi Javacekwara. Sebuah tempat di Tanah Jawi yang tidak termuat d...