Chapter 18. Bhumi Javacekwara (17)

145 14 0
                                    

Tanah jawi dianugerahi cahaya matahari yang melimpah ruah, menyibak selimut kabut yang berduyun-duyun menuruni perbukitan. Hawa dingin merasuk kulit perlahan berkurang tatkala kehangatan cahaya ilahi menimpa tubuh Anatari yang berdiri di atas benteng pintu gerbang utama kuthanagara. Manik sehitam mutiara sedikit sembab menatap iring-iringan kereta kuda Falguni yang mengular keluar di bawah sana. Anatari teringat pertemuan dengan bibinya di dalam kereta kuda Mahesa

Di depan Mahesa, Falguni tanpa canggung meminta Anatari melakukan pendekatan kepada Sri Maharaja II dan Abinawa dalam upaya memperoleh kepercayaan keduanya. Sebagai pembekalan dalam menjalankan aksinya, Falguni melepaskan segel yang menghambat jalur meridian Anatari. Tidak seluruhnya. Falguni berjanji akan melakukannya secara bertahap.

Jalur meridian Anatari yang sudah lama terhambat membuat tubuhnya lemah, tak kuasa menerima aliran energi yang lumayan besar. Anehnya, energi itu langsung berkurang banyak seakan ada yang melahapnya bulat-bulat. Akibatnya, Anatari pucat seketika dan tak berdaya dibuatnya. Falguni mengalirkan energi penyembuh, tetapi tidak begitu berpengaruh karena energi penyembuh itupun langsung berkurang sesaat setelah memasuki jalur meridian keponakannya.

Falguni menatap Anatari lekat-lekat. Ujung lidahnya terasa ingin mengucapkan beberapa kalimat. Namun, dia menahannya. Anatari pun dibiarkan pergi tanpa tahu apa yang terjadi di dalam dirinya.

Anatari bernapas panjang dan perlahan, menatap birunya langit. Aku mampir ke dunia ini dengan tujuanku sendiri. Mengurangi dosa. Tapi bagaimana caranya mengurangi segala dosa bila karakterku sendiri adalah antagonis. Apakah secuil keputusanku sungguh bisa mempengaruhi kehidupan di masa depan?

Anatari menangkap keberadaan Lavi yang menunggang seekor kuda betina cokelat di samping kereta kuda Falguni. Perempuan itu terlihat sehat. Sesekali menengok ke balik bahu, ke arah pintu gapura. Tatapannya tertunduk dan bibirnya membentuk segaris tipis.

"Rupanya kau senang mengucapkan salam perpisahan secara diam-diam," sindir Abinawa.

Anatari bersedekap, tidak sedang dalam suasana hati yang bagus untuk meladeni sindiran Abinawa. Hatinya terasa sesak sebab harus melepas kepulangan bibinya ke Girilaya, padahal Anatari belum puas melepas rindu padanya. Anatari melirik Abinawa dari ekor matanya. Abinawa, bibi ... mungkinkah ikut transmigrasi ke dunia asing ini? Apakah itu kenyataan yang memungkinkan? Selalu bersama dua orang yang paling peduli dan menyayangiku merupakan sebuah kebahagiaan. Aku tidak ingin lagi kehilangan keduanya. Aku ingin menjaga mereka berdua di kehidupan ini. Apakah keinginanku masuk akal?

Anatari menatap sosok Lavi yang kini berupa noktah di kejauhan. "Terima kasih telah membiarkan Lavi tetap hidup."

Abinawa ikut memperhatikan iring-iringan kereta kuda Falguni. "Seingatku tidak pernah berkata akan membunuhnya."

"Memang. Itu ketakutanku. Jika sampai dia celaka karena aku ... aku takkan pernah mampu memaafkan diriku sendiri." Mata Anatari berembun.

"Kalian saling mengenal," simpul Abinawa.

Anatari merutuk dalam hati sebab hampir membuka kedoknya sendiri. "Hanya karena aku mengkhawatirkannya, kau langsung menyimpulkan sendiri."

"Aku tidak pernah melihatmu mencemaskan sesuatu. Wajar, bila aku menyimpulkan demikian." Abinawa berkacak pinggang, berpura-pura menikmati pemandangan. "Dari apa yang aku dengar, kau memiliki Kepala Pengawal seorang perempuan. Anehnya, kau tidak membawa serta Kepala Pengawalmu ke Javacekwara." Abinawa bersedekap, menghadap Anatari. "Apa mungkin dia ... tertinggal di Girilaya?"

"Apa yang ingin kau ketahui, Abinawa?" Anatari tak terpancing, menanggapi dengan tenang. "Aku mengenal Lavi setelah menghabiskan beberapa waktu berbicara dengannya di dalam ruang tahanan. Dia seorang gadis yatim piatu yang ditemukan penduduk desa di dalam Hutan Canggal. Hidup terlunta-lunta di jalanan selama beberapa tahun, takdir akhirnya mempertemukannya dengan seorang pengikut Banaspati dan mengubah Lavi menjadi seperti sekarang ini. Dia layak mendapat kesempatan kedua, menjalani hidup dengan baik."

(Book 1) Gadis Yang Terlempar Ke Bhumi Javacekwara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang