Chapter 7. Bhumi Javacekwara (6)

205 19 0
                                    

Dua orang bertopeng mendekat penuh kehati-hatian di bawah pengawasan manik coklat terang Yuwaraja. Tangan kedua perewa itu terulur ke arah Anatari yang tergeletak di dekat kaki Abinawa-tak sadarkan diri.

Sebentuk energi terpusat di dada Abinawa. Lantas dia salurkan pada telapak tangan di belakang punggung. Menggerakkannya dalam putaran penuh. Ketika jarak sudah sangat minimum, dia menghentaknya ke depan. Tubuh kedua perewa terpental jauh ke belakang.

"Ah, sepertinya tadi aku belum menyelesaikan ucapanku. Ambillah ... jika kalian mampu mengalahkanku," tantang Sang Yuwaraja.

Tiga orang menyerang sekaligus dengan keris teracung di atas kepala mereka.

Abinawa tersenyum sarkastik. Ceroboh. Dia kembali melakukan gerakan tangan yang sama, membuat ketiganya terpental menabrak batang Pohon Jati. Amatir.

Tujuh orang tersisa mengitarinya. Waspada. Menunggu pergerakan lawannya.

Abinawa mengamati masing-masing pergerakan lawannya. Dia menyilangkan tangannya di dada, menggulirnya ke bawah, membentangkannya ke kedua sisi seraya memutar tubuhnya.

Tenaga dalam menghempas tubuh para perewa ke dalam kegelapan hutan. Diakhiri rintihan saling bersahutan.

Sagara baru saja tiba dengan napas tersengal-sengal. "Yuwaraja."

Dahi Abinawa berkerut. Dia tidak suka panggilan itu saat berada di luar kedaton.

"Umh, Kangmas. Maaf, terlambat."

"Bukan salahmu. Periksa mereka."

Sagara menilik ke sekelilingnya. "Memeriksa siapa?"

"Para penjahat itu. Di dalam hutan. Terlalu gelap untuk memastikan pohon sebelah mana yang mereka tabrak. Cari saja." Abinawa melambaikan tangannya ke udara dengan sembarangan.

"Sendiko."

Sagara memasuki hutan tanpa sangsi. Ranting-ranting kering bergemeretak terinjak langkahnya yang hati-hati. Kelopak matanya mengerjap melihat seonggok benda hitam tertumpuk di bawah pohon di hadapannya. Satu tubuh berhasil ditemukan. Di batang Pohon Jati yang ditabrak perewa itu terbentuk bekas cerukan. Sementara tubuhnya melipat menjadi dua bagian. Tubuh yang telah tak bernyawa itu dibaringkan di atas tanah. Sagara memeriksa bagian perut yang terasa lembek.

Perut dan seluruh tulang rusuknya hancur.

Dia membuka topeng putih dengan ukiran senyum licik yang realistik. Begitu topeng terpisah dari pemiliknya, tubuh penjahat itu menguar ke udara. Menjadi asap hitam keunguan yang lekas hilang setelahnya.

Sagara berlari menuju Abinawa. "Kangmas!" Tubuhnya membeku melihat keberadaan seseorang yang bukan junjungan-nya.

***

Abinawa meletakkan tubuh Anatari di atas pembaringan.

"Apa Ndoro Putri baik-baik saja?" tanya Liyem.

"Hmm. Jaga dia."

"Sendiko dawuh, Yuwaraja."

"Sendiko dawuh, Yuwaraja."

Suara ketukan terdengar dari ambang pintu. Sagara mengangguk ke arah Abinawa.

"Ada yang hidup?" tanya Abinawa, acuh tak acuh.

"Sulit menemukan yang masih hidup karena serangan Rajah Kalacakra." Sagara menjeda kalimatnya, melihat ekspresi Abinawa yang tenang-tenang saja. "Kenapa Anda bersusah payah mengerahkan tenaga dalam hanya untuk melawan sekelompok Tubuh Ilusi?"

(Book 1) Gadis Yang Terlempar Ke Bhumi Javacekwara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang