Anatari tidak memiliki pilihan selain berbagi tempat tidur bersama Abinawa. Dia menarik rapat-rapat kain katun panjang berwarna taupe, menutup tubuh bagian atasnya. Kedua matanya telah terpejam cukup lama, tetapi kantuk masih belum menghampirinya. Tangan sebelah kirinya yang terhimpit tubuhnya sendiri mulai kebas. Anatari enggan berbalik ke sebelah kanan meski tubuhnya sudah tidak nyaman.
Aku tidak tahan lagi.
Anatari langsung membalikkan tubuhnya, miring ke sisi kanan. Udara dingin seketika itu menyapa wajahnya, yang seharusnya tidak langsung menerpa wajahnya karena terhalang tubuh Abinawa. Anatari membuka kedua kelopak matanya.
Ke mana dia pergi?
Dia duduk di atas babragan, menelisik ke seluruh sisi kamar tanpa adanya pelita yang menyala. Keberadaan Abinawa tidak terdeteksi dalam radar penglihatannya.
"Abinawa?" Anatari memanggil pelan. Kedua kakinya diturunkan dari atas pembaringan. Dia memusatkan energi di tangan. Anatari mengayunkan tangannya pada sebuah celupak yang berada di atas meja yang dilaluinya kala melangkah mendekati pintu. Api muncul seketika, bagai keajaiban yang tidak dapat diuraikan dengan kata-kata.
Pintu kamar terbuka tanpa menimbulkan bunyi derit yang berarti. Suasana di dalam rumah penginapan cukup gelap. Celupak yang dinyalakan pun tidak sampai sepuluh buah. Anatari mengamati sekitarnya. Tidak ada siapapun selain dirinya dan bayangannya sendiri.
Nyanyian serangga malam terdengar mendominasi. Anatari melangkah hati-hati menuruni undakan anak tangga. Dia mengangkat telapak tangan kirinya, menggumamkan sesuatu. Cahaya kuning ambar muncul di atas telapak tangan, satu per satu hewan kecil bercahaya muncul, terbang tidak jauh di depannya.
Di tengah lobi penginapan yang kosong dan suram, sesosok makhluk merah berdiri diam menatap Anatari. "Aku mencari Yuwaraja Javacekwara. Kau melihatnya?" Suara Anatrai terdengar tegas dan tak ingin berkompromi.
Makhluk itu menunjuk pintu keluar. Jarinya panjang dan berkuku hitam runcing.
Anatari bergegas membuka pintu utama penginapan, tak ingin berlama-lama dengan makhluk menyeramkan yang .... Anatari tertegun di ambang pintu. Dia berpaling pada makhluk merah yang menatapnya dengan manik hitam dan kelam tanpa adanya sinar kehidupan.
Kenapa aku tidak takut pada makhluk itu?
Bulu kuduk Anatari menjengit, kemudian buru-buru pergi. Tidak merasa takut berhadapan dengan sesosok makhluk menyeramkan jelas ada sesuatu yang salah dengan dirinya.
Sepertinya Anatari Lingga sudah tidak asing melihat makhluk-makhluk pengikut Banaspati yang kesemuanya memang berasal dari ras iblis.
Sejak masih balita, Anatari Lingga sudah sering memergoki 'mereka' yang diam-diam mengawasinya. Ada yang bertengger di atas tembok tinggi keraton. Bersembunyi di pohon tinggi. Anatari melihatnya di banyak tempat di sekitar lingkungan Girilaya. Mayoritas wujud 'mereka' memang jelek dan menyeramkan. Dia yakin bahwa makhluk-makhluk itu diutus Banaspati untuk mengawasi perkembangan Mustika Naga dalam dirinya.
Kunang-kunang masih beterbangan, memimpin jalan Anatari menuju ke belakang penginapan, menerobos semak belukar. Jalan menanjak meski tak curam, tapi tetap menyusahkan kaki memilih pijakan sebab banyaknya dedaunan dan ranting kering yang malang melintang di atas permukaan tanah merah lembab. Sekali diinjak kaki terjerembab lumayan dalam, membuat kain sinjang tersangkut di duri-duri tumbuhan Putri Malu.
"Tunggu," desis Anatari pada kunang-kunang.
Kumbang bercahaya itu pun hanya terbang berputar-putar di tempat yang sama.
Anatari menarik-narik ujung sinjang yang tersangkut di duri tanaman. Setelah berhasil lepas, dia meminta kunang-kunang itu kembali memimpin jalan.
Sulur-sulur tanaman menyambutnya di sepanjang langkah jalan setapak yang hanya cukup dilalui satu orang. Sesekali Anatari dikejutkan daun-daun pepohonan yang menjulur ke arahnya, bergoyang tatkala seekor bajing melompat berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 1) Gadis Yang Terlempar Ke Bhumi Javacekwara (END)
Viễn tưởng"Apakah kesialanku di kehidupan ini ditentukan amal masa lalu?" 🍃🍃🍃 Anatari Kemala berniat bunuh diri, tapi seorang pria renta mengirimnya ke Bhumi Javacekwara. Sebuah tempat di Tanah Jawi yang tidak tercatat dalam buku Sejarah Kerajaan Nusantara...