Sagara bergegas menaiki anak tangga setelah menerima laporan dari bawahannya, melangkah waspada memasuki ruang penginapan Anatari.
Anatari berdiri di depan jendela yang terbuka lebar. Manik hitamnya mengawasi ke dalam kejauhan hutan. "Ada kabar dari Abinawa?"
"Yuwaraja sedang dalam perjalanan kemari," lapor Sagara.
"Bagaimana keadaan Abinawa dan pasukannya?"
Sagara menyunggingkan seulas senyum. Si perempuan bercadar meliriknya dari sudut mata. "Yuwaraja baik-baik saja. Mereka berhasil memukul mundur para perewa dari Canggal."
"Syukurlah. Itu yang kita harapkan."
Sagara berpaling pada perempuan bercadar yang berdiri di samping Anatari. "Terimakasih atas pertolongan Nyisanak hari ini. Jika boleh saya tahu, siapa sebenarnya Nyisanak?"
"Kau tidak mengenalnya?" tanya Anatari terheran-heran.
"Apa Anda mengenalnya?" Sagara membalikkan pertanyaan Anatari.
"Dia yang menyerangku dengan ilmu gendam," sahut Anatari.
Sagara terperangah, "Kau si penari topeng!"
Lavi membuka cadarnya, memberikan hormat seorang pendekar kepada Sagara. "Saya Lavi Kana, Kepala Pengawal Gusti Kangjeng Ratu Anatari Lingga."
Sagara termangu. Lavi menunduk menyembunyikan senyum. Pintu di belakang Sagara terbuka, membuatnya menyingkir dengan segera. Abinawa menyeruak masuk dengan tergesa-gesa.
"Anatari, apa yang telah terjadi?" Terdengar kekhawatiran dalam nada bicara Abinawa.
"Aku hanya mendapat serangan tidak terduga dari seorang perempuan yang mengaku mengenal diriku. Untung saja Lavi datang membantu," jawab Anatari.
Abinawa melirik Sagara, membuat Kepala Pengawalnya tertunduk dalam rasa bersalah sebab telah lengah. Dia mengambil tempat duduk di bale-bale. "Bagaimana denganmu, apa kau mengenalnya?" Dia mengendalikan nada bicaranya agar lebih tenang.
Lavi ikut mendengarkan dengan seksama.
"Tidak sama sekali. Meskipun dia menyebutkan namanya, aku tetap tidak mengenalnya," jawab Anatari, acuh tak acuh.
Lavi melangkah maju ke depan Anatari dan Abinawa. "Mohon maaf atas kelancangan hamba Yuwaraja. Perempuan yang tadi menyerang Gusti Kangjeng Ratu Anatari adalah putri dari Kepala Pengawal yang terdahulu. Namanya Agniya Jalanatra."
Abinawa menoleh pada Anatari yang tampak berpikir dengan keras. "Kau masih tidak mengingatnya?"
Anatari menggeleng. "Aku tidak ingat. Ceritakan padaku."
Sebelum keberadaan Lavi sebagai Kepala Pengawal Anatari, Ratu Falguni memerintahkan prajurit terpercayanya, Lembu Jalanatra untuk menduduki posisi Kepala Pengawal Anatari. Lembu Jalanatra yang memiliki seorang putri remaja yang sebaya dengan Anatari, seringkali membawa putrinya memasuki kedaton di saat dia sedang melaksanakan tugasnya.
Mulanya, Agniya Jalanatra bersikap penuh sopan santun dan lemah lembut. Sehingga Anatari tidak mempermasalahkan keberadaannya yang hilir mudik dengan bebas di dalam lingkungan kedaton Girilaya. Bahkan, status Agniya ditetapkan menjadi waracethi di kediaman Anatari. Namun, Agniya semakin lama kian menjadi lupa diri. Dia senang menggoda para Kepala Prajurit, bermesraan di lingkungan kedaton, pun kerap mencuri benda pusaka milik kerajaan Girilaya yang kemudian dijualnya di pasar gelap.
Anatari yang diam-diam mengawasi, meminta Lavi muda terus mencatat satu per satu kesalahan yang telah dilakukan oleh putri kesayangan Kepala Pengawalnya tersebut. Hal yang paling tidak termaafkan adalah membocorkan keberadaan Anatari di luar kedaton pada para Pendekar Tersumpah yang telah diusir ke wilayah Canggal. Akibat ulah Agniya, Anatari yang kala itu tidak mendapat pengawalan harus menanggung luka karena sayatan di bagian dadanya. Ya, para pendekar tersumpah itu mengincar Mustika Naga yang bersemayam di dalam tubuh Anatari.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Book 1) Gadis Yang Terlempar Ke Bhumi Javacekwara (END)
Fantasy"Apakah kesialanku di kehidupan ini ditentukan amal masa lalu?" 🍃🍃🍃 Anatari Kemala berniat bunuh diri, tapi seorang pria renta mengirimnya ke Bhumi Javacekwara. Sebuah tempat di Tanah Jawi yang tidak tercatat dalam buku Sejarah Kerajaan Nusantara...