18| Rapat dan Rapat

1.5K 192 1
                                    

Waktu liburan semakin menipis, namun kegiatan rapat masih terus berlanjut, seminggu mereka bisa tiga sampai empat kali rapat, padahal yang dibahas juga tidak ada jalan keluarnya, malah jadi gibah diruang sekret. Yang satu omongin si itu, yang satunya lagi omongin si ini, saling ngomongin kinerja ini padahal belum tentu kinerja dia lebih baik.

"Kak, seenggaknya kalau mau buat acara gede-gedean tuh minimal ya punya dana darurat, Kak. Kalau cuma diomongin doang ya emang gampang, jalaninnya itu Kak pasti yang banyak drama. Bukan maksud gue menggurui ya, tapi lebih baik untuk dana diplanning lebih baik, ini bayar uang kas aja angot-angotan mau bikin acara sebesar itu, mau ngutang dimana? Danusan jualan risol atau pp tuh sekarang udah bukan zamannya lagi, Kak. Ini saran aja sih dari gue. Dana yang dikeluarin kampus kan juga gak besar dan musti dibagi bagi lagi sama kegiatan lainnya, kalau dipakai terlalu banyak, nanti buat kegiatan selanjutnya malah gak ke tutup, terus malah jadi gak terlaksanakan kan?" Isa mengutarakan pendapatnya.

"Bukannya setau gue legalitas kita belum jelas ya, Kak? Emang jalan kalau buat acara sebesar ini? Takutnya malah jadi buang-buang uang." Tanya Wina- Salah satu anggota himpunan.

Semuanya mengangguk setuju, pasalnya kampusnya saja masih belum memberi kejelasan, terus bagaimana caranya mereka berjalan?

"Udah kok, gue denger dari BEM lusa udah keluar legalitas kita, makanya itu gue ajak lo pada diskusi buat proker," ujar Ari.

"Soal dana kan nanti maba masuk bisa ditambah sama kas dari mereka, danusan juga dananya lumayan banyak, kan?"

Abi menggeleng. "Justru uang danusan tipis banget Bang, kayak dompet gue. Emang selama ini kita jualan apa sih? Mentok-mentok id card, ganci, pdh, itu juga gak seberapa ambil untungnya, gak bisa buat nutupin, Bang."

"Maba juga belum tau masuknya berapa, bisa bertahan apa ngga, we never know gitu, Bang," lanjut Abi.

"Kas berapa sih?" Nah loh, bahkan ketuanya aja tidak tahu uang kas berapa. Karena memang hampir nol yang bayar uang kas, itu juga cuma yang sadar diri saja.

"Sepuluh ribu sebulan," balas Isa.

"Dih? Kapan kayanya nih himpunan kalau sepuluh ribu sebulan, kaya kagak makin miskin iya," kata Abi dengan mulut beonya.

"Naikin jadi dua puluh ribu sebulan," ucap Ari.

Isa mengangguk. "Kalau mau naikin, ya Kakaknya harus bisa tegasin buat bayar uang kas yang bener. Mau lima puluh ribu setahun kalau bayarnya angot-angotan kas kita gak bakalan nambah, Kak."

"Bisa itu, nanti gue buat pengumuman digrup. Lo bisa kan bikin laporan keuangan tiap bulannya buat laporan? Taruhnya di drive aja biar transparan." Ari menunjuk Isa.

"Gue divisi PAK Kak, bendaharannya mah Azalea bukan gue."

Ari menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. "Lea, bisa kan?"

"Leanya gak ada disini Bang, lagi ada acara keluarga," saut Abi.

"Hadah, Lea yang mana gue juga gak tau, nanti tolong bilang ke Leanya ya."

"Siap Bang, nanti dipc anaknya," ucap Ardi.

"Okay, oh iya untuk kaderisasi, nanti dikabarin lagi ya. Belum fiks tanggalnya, sabar dulu ya."

"Iya Kak, yang penting mah gak dadakan aja sih," ucap Wina.

"Ya udah, sampai sini dulu rapatnya. Jangan lupa sama tugasnya yaa. Gue tutup, makasih semuanya yang udah hadir dirapat hari ini-"
Ari menutup rapat kesekian.

Kosan Esa sudah dipenuhi enam kecambah, lagi pada tidur-tiduran, Isa lagi tiduran di atas meja dengan buku di perutnya. Terus Naura tiduran di karpet dengan kaki disandarkan ke sofa. Juna yang lagi fokus dengan laptopnya, Esa sedang sibuk dengan kertas-kertasnya, terus Abi yang sudah turu- Capek banget Abi tuh, terus Ilham, dia lagi fokus sama kameranya, soalnya rusak jadi lagi diotak-atik.

"Menurut lo kalau himpunan gue bikin acara kayak creativity creativity gimana?" Tanya Naura.

Ilham yang lagi membetulkan kamera menjawab. "Bagus kok, malah himpunan lo bisa jadi tempat buat mengembangkan kreatifitas mahasiswa, kan?"

Naura mengangguk. "Tapi gimana caranya ya? Gue butuh alasan biar proker gue bisa diterima, soalnya nih proker harus bisa dipertanggung jawabkan sama gue."

"Lo mulai aja dulu dari lomba-lomba gratis buat narik perhatian mereka, terus lo bikin pekan pekan kreatifitas biar makin banyak, baru deh lo coba lomba berbayar buat mahasiswa maupun yang bukan mahasiswa," jawab Isa.

Juna menangguk setuju. "Karena proker lo harus bisa dipertanggung jawabkan, lo harus bisa liat ke depannya proker lo bisa jalan apa bakalan stuck nantinya, on the whole gue setuju sih sama proker lo, lo juga bisa ikutin caranya Abel."

"Okay deh, makasih banyak solusinya, akhirnya gue bisa tidur nyenyak malam ini." Naura mencatat perkataan teman-temannya tadi.

"Himpunan lo berdua gimana?" Naura bertanya pada Juna dan Esa.

"Super duper sibuk, lo liat gak nih gue lagi ngapain?" Tanya Esa yang masih fokus sama kertas-kertasnya.

"Ini gue lagi mikir proker apa yang mau gue ganti dan gue pertahanin," lanjutnya.

"Kenapa gak bang Jenan aja?" Tanya Juna.

"Bang Jenan kan sukanya ngelimpahin tugas ke orang lain, gue udah mau tolak tapi dia keburu kabur, alasannya banyak dah. Suka tiba-tiba nyuruh katanya disuruh bang Sean padahal itu tugas dia dan gobloknya gue baru tahu setelah mengiyakan bang Jenan."

Kadang manusia memang gitu, suka melimpahkan apa yang harusnya menjadi kewajibannya ke orang lain yang tidak tahu apa-apa dan orang-orang kayak Jenan pasti ada aja disetiap organisasi maupun kelas, ya, kan?

"Gue capek, kita sing a song aja kali ya." Isa menaruh buku lalu turun dari meja.

Isa berjalan menuju TV besar di kosan Esa, mengambil remot lalu menghubungkannya dengan youtube.

"Mau lagu apa?" Tanya Isa.

"Hilang tanpa pergi, gue lagi suka sama lagunya," rekomen Naura.

Isa langsung menyetel lagu yang Naura sudah rekomendasi, menyanyi bersama dengan suara yang sangat menyakitkan kuping, bahkan saat Isa dan Naura saling adu high note Abi sama sekali tidak terganggu, Abi masih tidur dengan tenang seolah hari esok tidak ada- serem dong.

Sedangkan ketiga temannya tetap setia pada aktivitas awal mereka tanpa terganggu dengan dua perempuan yang sedang duet maut.

"Hati yang terkunci terbuka kembali, DiAaa yang PertamAaa-" Lanjut dengan lagu-lagu galau lainnya.

Memang ya apapun suasananya, lagu galau tetap menjadi lagu yang wajib diputar.

"Eh? Nanti siapa nih yang anter gue balik?" Tanya Naura.

"Emang lo gak nginep di sini?" Tanya Ilham balik.

Naura menggeleng. "Nggak, ibu gue mau nelepon nanti, gue bilangnya tengah malam aja."

"Teleponan di sini aja emang kenapa?"

"Gak bisa, ibu gue kalau teleponan kudu apart tour, biar percaya gue di apart," tutur Naura.

"Yaudah ayo pulang sekarang," Ilham membereskan barang-barangnya.

"Satu lagu lagi," pinta Naura.

"Gak ada satu lagi satu lagi, udah jam sebelas malem. Ayo gue anter pulang." Ilham membereskan perlengkapan Naura juga.

"Ah elah lo."

"Lo juga ayo balik, Bel," ajak Esa.

Hingga akhirnya playlist lagu galau tetap terputar meskipun penyanyinya sudah pulang ke rumah masing-masing.

[✓] Semua Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang