"Kapan kau sampai heejin?"
"Kemarin kenapa?" Datar heejin dan jeno hanya menatap malas keduanya karena mereka berdua tak pernah akur sama sekali.
"Tidak ada. Jeno, kenapa kau tak mengirim uang mingguan untukku?"
"Kalau kau tak betah menjadi miskin kenapa menyulitkan diri sendiri?"
"Aku tak butuh ceramahmu sama sekali." Ucap Yangyang datar lalu diapun mendekat pada jeno.
*Mana?"
"Sudah." Ucap jeno menunjukkan bukti pengirimannya untuk yangyang.
"Kau pasti tidak tau kabar bagus dan hot bukan?"
"Maksudmu?"
"Na Jaemin akan segera menikah seminggu lagi, halbojie menjodohkannya dan orang yang akan dijodohkan dengannya akan datang untuk makan malam."
"Benarkah?!"
"Hmm."
"Kenapa kau tak mengatakan apapun padaku Lee jeno?"
"Aku baru kembali dari Paris, dan aku baru tau beberapa menit lalu."
"Wah, aku tak mengerti semua ini. Aku yakin calon istrinya akan frustasi menanggapi kulkas seribu pintu itu."
"Kau benar, jadi? Kau tak ingin melihat calon istri dari sepupumu? Kau tak penasaran?"
"Aku akan melihatnya." Ucap Yangyang.
"Baiklah, kalau begitu ingin shoping bersama?"
"Oke, jeno blackcard." Ucap Yangyang santai dan jeno terpaksa memberikan blackcard nya karena satu hal yang Jeno lupakan keduanya akan sangat akur jika soal menguras dompet.
"Ayo." Ucap Yangyang lalu memeluk lengan heejin dan pergi sedangkan jeno menggelengkan kepalanya menatap kedua orang itu. Lalu masuk kedalam kamarnya.
Hari menunjukkan pukul 19:00kst. Chanyeol, rose dan renjun sampai di mansion keluarga Na yang sangat besar itu, lalu ketiganya masuk. Bahkan renjun harus bersandiwara dengan baik dan selalu terlihat bahagia.
"Selamat datang Chanyeol Hyung, rose." Ucap jaehyun tersenyum dan keduanya hanya tersenyum kecil.
"Paman, bibi, halbojie, makanan sudah siap." Ucap heejin dan semuanya menuju meja makan.
Saat dimeja makan.
Yangyang membulatkan matanya karena melihat renjun, temannya begitu pula dengan renjun.
"Renjun?"
"Yangyang?" Kaget renjun dan semuanya menatap kedua orang itu termasuk jaemin dengan wajah datarnya.
"Bagaimana mungkin kau? Bukannya nama belakangmu Huang?"
"Dia bersandiwara nak, dan dia ingin mencari teman yang hanya memandangnya bukan memandang statusnya sebagai anak sulung keluarga park." Ucap rose tersenyum. Dan Yangyang hanya menganggukkan kepalanya.
"Dia juga melakukan hal yang sama bibi." Ucap heejin.
"Njun maafkan aku."
"Tak masalah." Ucap renjun lagian dia tak punya hak marah, dia tak boleh memperlihatkan keburukan karena sekarang dia adalah Park Renjun bukan Huang Renjun.
"Ini anak sulung kami pimpinan, Park Renjun, dia designer di boutique Zhang Yixing. Dia berumur 25 tahun." Ucap rose.
"Annyeong haseyo." Ucap renjun tersenyum.
"Kau sangat cantik renjun. Aku Na Taeyong istri dari Na Jaehyun, dan itu mertuaku Na Siwon, mereka bertiga keponakanku, Lee jeno kembarannya Lee Yangyang, dan jeon heejin.."
"H—park renjun ." Ucap renjun tersenyum.
"Ini na jaemin." Ucap taeyong tersenyum.
"Hai." Ucap renjun tersenyum tapi jaemin hanya berwajah datar.
"Maklumi saja dia renjun, dia memang menyerupai kulkas." Ucap Yangyang dan renjun hanya mengangguk tanda mengerti.
"Ne."
"Jadi? Sesuai perjanjian bukan? Mereka akan menikah seminggu lagi."
"Iya pimpinan."
"Baiklah, besok jaehyun akan datang ke perusahaanmu dan memberikan maharnya."
"Baiklah." Ucap Chanyeol.mengerti.
Sedangkan renjun hanya diam dan meminta maaf pada semuanya karena sedang berbohong saat ini. Sedangkan jaemin hanya diam memandang renjun sejak tadi. Ntah kenapa dia merasa ada yang disembunyikan oleh renjun, juga tekanan padanya.
"Halbojie? Apa ayah dan bunda juga adikku akan datang?" Ucap Yangyang.
"Hmm, mereka mungkin akan datang dua hari lagi." Ucap Siwon datar.
"Baiklah, sekarang ayo kita makan setelahnya biarkan kedua orang ini saling mengenal." Ucap taeyong dan semuanya makan dengan tenang bahkan rose tersenyum senang.
"Akhirnya aku tak akan hidup dengan keadaan miskin saat ini." Batin rose.
Ditaman belakang.
Jaemin dan renjun hanya diam saja tanpa ada pembicaraan apapun, sedangkan tanpa diketahui keduanya heejin dan Yangyang tengah mengintip sekaligus menguping pembicaraan mereka.
"Jaemin-ssi?" Jaemin lantas melihat kearah renjun.
"Mianhe." Jaemin hanya menatapnya dan menunggu perkataan selanjutnya dari renjun.
"Maaf, karena kau pasti tak ingin pernikahan ini. Saat menikah, kau tak perlu menganggap aku istrimu, karena aku sadar pernikahan ini adalah pernikahan bisnis. Keluargaku butuh suntikan dana dan jalannya adalah pernikahan. Maafkan keluargaku." Ucap renjun menunduk dia juga meminta maaf didalam batinnya.
"Maafkan aku karena membohongimu dan keluargamu."
Jaemin hanya menatap renjun lalu diapun kembali menatap langit malam itu.
"Saya mengerti. Lagian mungkin ini takdir, mau menghindarpun tidak bisa. Tapi, saya tak tau satu hal." Dan itu membuat renjun menatap jaemin bingung.
"Saya tak tau kalau Park Chanyeol dan Park rose memiliki anak laki-laki sebelumnya yang aku tau adalah anak perempuan."
"Itu wajar jaemin, aku besar di Jepang oleh pamanku, makanya tak banyak yang tau soal aku."
"Terserah. Saya harap kau benar-benar pilihan yang tepat untuk menjadi pendamping saya." Ucap jaemin lalu masuk begitu saja sedangkan renjun hanya terdiam dengan pemikirannya sendiri.
Heejin dan Yangyang ingin sekali rasanya memukul kepala jaemin itu.
"Apa-apaan dia itu! Dia tidak tau saja betapa baiknya renjun, dia bahkan berhati lembut sekali."
"Tanpa kau katakan kan pun aku sudah tau dia sangat baik.' Ucap heejin.
"Sepupunya menyebalkan."
"Itu juga sepupumu."
"Kau benar juga, rasanya aku ingin membunuhnya tapi aku harus tahan, karena aku tak mau kalau renjun, teman dekatku menjadi janda dengan cepat." Ucap Yangyang.
"Kau benar juga, menjadi single saja aku yakin dia banyak yang mengejar apalagi kalau janda."
"Kau benar kali ini heejin." Ucap Yangyang.
"Kita harus membantu sih kulkas itu, jangan sampai dia menyia-nyiakan temanku."
"Kau serahkan saja padaku."
£Tbc•
KAMU SEDANG MEMBACA
What If (jaemren)
Fanfic"Kau harus ingat mulai sekarang kau adalah Park Renjun anak sulung kami. Jika kau mengatakan yang sebenarnya, maka kehidupanmu adalah taruhannya." ~ Park Chanyeol. "Siapa kau sebenarnya?" ~ Na Jaemin. "Aku akan pergi, kurasa itu yang terbaik." ~ Hua...