BAB 3

195 21 3
                                    

***
Gun

Matahari sudah naik mendekati posisi tertingginya. Bayangan dari mobil yang kukendarai pun sebentar lagi sejajar. Aku menyetir dengan hati-hati dan berusaha menghindari jalanan yang berlubang agar wanita yang ada di samping kiriku itu tetap merasa nyaman di posisi duduknya. Terlebih, dia sedang mengandung anakku. Akan aku jaga dia sebaik mungkin agar aku bisa bertemu dengan anakku dalam keadaan baik dan sehat nantinya.

"Warung bakso yang di ujung jalan sana enak loh, ndi. Kita mampir ya!" Kata Ara mengajakku saat itu. "Kayaknya seger banget deh, dimakan pas panas-panas kayak gini," lanjut Ara sembari menelan salivanya yang dapat ku dengar dengan jelas.

"Emang iya? emang kamu udah pernah makan di sana?" Jawabku yang masih meragukan ucapannya.

"Ih, udah lah. Itu tempat favorit aku sama temen-temen tau," jelasnya.

"Hem, oke. Kita makan di sana, tapi..."

"Tapi apa si, ndi! Sebel banget harus denger kata tapi tiap minta apa-apa sama kamu," sela Ara memotong pembicaraanku dengan bibir yang dimanyunkan sesudahnya. "Udahlah, kita pulang aja ke rumah. Aku capek ngadepin kamu yang dari pagi buat mood aku jadi rusak tau nggak! Lama-lama bisa stres tau nggak!" Seru Ara yang kini melipat kedua tangannya dengan pandangan yang lurus ke depan.

Sepertinya aku selalu salah hari ini. Padahal aku belum melanjutkan perkataanku tadi, tapi dia sudah bicara panjang lebar saja. Memang benar kata orang, kalo ibu hamil itu gampang sekali berubah mood atau istilah lainnya, mood swing. Aku harus benar-benar sabar menghadapinya.

Tak ingin membuat istri cantikku terus dirundung kekesalan, aku menepikan mobil setelah melihat ada penjual es krim dan juga aromanis di seberang jalan sana. Aku bergegas turun tanpa bicara apapun padanya. Dia juga nampak tak peduli dengan yang kulakukan saat itu.

"Pak, es krim-nya masih?" Kataku pada penjual es krim yang sedang berbincang dengan penjual aromanis di sebelahnya.

"Masih, mas. Mau yang rasa apa?" Tanya penjual itu ramah.

"Yang vanilla ada?" Ucapku bertanya.

"Oh, ada, mas. Mau berapa? jawab penjual itu yang sudah menggeser kaca pendingin es krim itu hingga kebulnya terlihat di mataku.

"Lima aja,"

Dengan sigap penjual itupun memasukkan 5 bungkus es krim stik vanila ke dalam satu kantung plastik bening di tangan kirinya, lalu memberikannya padaku. Aku langsung menerima kantung itu dan membayarnya. Setelah transaksinya selesai, aku kembali ke mobil dengan kedua tanganku yang menenteng es krim di tangan kanan  dan juga aromanis di tangan kiri.

"Kamu abis ngapain si? Udah panas tau di sini!" Kata Ara dengan jengkel tanpa menatapku sama sekali.

"Nih, aku punya sesuatu buat kamu," ucapku sembari menaruh kedua benda yang ada di kedua tanganku di hadapannya. "Semoga kamu suka ya!" lanjutku diiringi senyuman.

Mata Ara yang tadinya hanya lurus ke depan, kini mulai menurun dan menatap ke arah 5 buah es krim dan 2 buah aromanis. Kedua jajanan yang sangat ia sukai ada di hadapannya. Jelas saja dia merasa senang. "Wah, es krim," katanya sembari mengambil 1 stik es krim dengan mata yang berbinar. "Ada aromanis juga," sambungnya yang mengambil satu aromanis dengan tangan kirinya. "Kamu beliin ini buat aku, ndi?" Tanya Ara yang mau menatapku lagi.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum saja padanya. Di detik itu juga, Ara memelukku dan mengucapkan terimakasih dari hati yang terdalam. "Sama-sama istriku tersayang," itulah kalimat yang kubalas padanya. Tentu aku tambah dengan mengecup pucuk keningnya agar terasa lebih manis rasanya. Ternyata hal sepele bisa mengubah mood-nya dengan cepat. Akan aku gunakan jurus ini lagi jika istriku marah nanti. Perjalanan pun terus berlanjut hingga akhirnya kami sampai di kediaman keluarga M'Bilar.

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang