BAB 29

78 12 5
                                    


Hai Readerssss, apa kabarnya nih?
Maaf baru bisa lanjut🙏

SEBELUM MULAI MEMBACA, PASTIKAN KALIAN SUDAH FOLLOW AKUN INI!
JANGAN LUPA KASIH BINTANG DAN KOMEN YG BANYAK, YA!

●●●
Hari sudah menjadi gelap. Hal itu membuat kencan Nisa dan Iqbal berakhir di sebuah restoran mewah yang berada di tengah kota.

Disaat yang sama, Gun juga mengunjungi restoran yang sama dengannya. Hingga keduanya kembali bertemu dalam satu momen yang sama sekali tidak direncanakan.

"Hey, Ra. Kamu di sini juga?" Sapa Gun pada Nisa yang masih berdiri mencari meja kosong bersama calon suaminya.

"Eh, Gun. Kamu juga ada di sini?" Jawab Nisa kembali bertanya.

"Iya nih," singkatnya. "Eum,  kebetulan banget kita ketemu. Boleh aku bicara sama kamu?" Pinta Gun tanpa memperdulikan pria yang berdiri di samping Nisa yang sedari tadi memperhatikannya.

Nisa nampak bingung saat itu. Apalagi saat dia melirik ke arah Iqbal. Sepertinya dia tidak begitu menyukai mantan suaminya itu. Yah, syok juga sepertinya. Karna memang mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Kenal juga cuma dari cerita Nisa saja.

Terlalu lama diam dan berpikir, Gun akhirnya menarik paksa tangan Nisa dan membawanya menuju meja yang sudah dipesannya sebelum datang ketempat itu. Nisa pun hanya mengikutinya saja dan duduk setelah Gun mempersilahkannya.

"Maaf, anda siapa ya? Ini meja sudah saya pesan. Jadi anda bisa cari meja yang lain saja," cetus Gun pada Iqbal yang sudah menarik kursi di sebelah Nisa dan siap untuk diduduki.

Iqbal jadi terhenti saat itu. Dia melepas kursi tersebut seraya mengatakan, "Maaf," dengan kaki yang perlahan bergerak mundur dan matanya yang sesekali melirik kearah Nisa.

Nisa nampak menggeleng seolah mengkode Iqbal untuk tetap di sana. Namun Iqbal tetap meninggalkannya dan menunjuk ke arah satu meja kosong yang berada di paling ujung, membuat Nisa mengangguk dan membiarkannya di sana sendiri untuk beberapa waktu setelah urusannya dengan Gun selesai.

Mulut Gun masih rapat. Namun Nisa secara tiba-tiba mengatakan, "Kalau kamu mau bicara tentang siang tadi, aku pikir enggak usah ya, Gun. Aku udah bersyukur banget kok, Arika mau ketemu sama aku. Meskipun belum ada satu pembicaraan apapun diantara aku dan dia. Tapi aku yakin, kalau waktu udah berpihak, pasti kita bakal dipertemukan kembali," kata Nisa tidak memberi kesempatan Gun untuk menyampaikan maksudnya.

Gun hanya mengangguk ketika mendengar penuturan wanita cantik yang ada di hadapannya saat ini. Entah mengapa dia sulit memberi tanggapan atas penjelasannya.

"Dan, aku tetap minta bantuan kamu untuk itu," lanjut Nisa menatap dalam bola mata Gun yang bulat kecoklatan.

Lagi lagi Gun mengangguk cepat. Bedanya kali ini dia juga menjawab, "Pasti, Ra. Aku pasti akan bantu kamu sebisa yang aku mampu. Makasih udah percaya sama aku," jawab Gun dengan bibir yang sedikit terangkat.

"Makasih juga, kamu udah mau bantuin aku."

"Iyah. Aku hanya bisa ngelakuin itu aja buat kamu. Jangan nyerah, ya. Arika pasti akan kembali sayang sama kamu seperti dulu. Yang sabar aja." Tutur Gun yang hanya dibalas anggukan saja oleh Nisa.

"Oh iya, kamu mau makan apa? Biar aku pesenin, ya!" Ucap Gun dengan semangat.

"Em, nggak usah, Gun. Aku bisa pesen sendiri kok," sergah Nisa yang sebenarnya ingin buru-buru pergi dari meja Gun dan menuju meja Iqbal.

"Udah, gak papa. Sekalian aku juga mau pesen nih. Jadi nggak bolak-balik." finalnya lalu memesankan nasi goreng spesial untuknya dan Nisa serta beberapa makanan pelengkap dan juga jus sebagai minumannya.

Sembari menunggu pesanan itu datang, Gun terus saja mengajak Nisa berbicara, hingga wanita itu lupa akan kehadiran calon suaminya yang sudah menunggu di meja pojok sana.

Memang yah, kalo udah ngobrol itu jadi lupa sama yang lain. Apalagi ngobrolnya sama mantan suami. Ups, sekarang juga jadi temen. Bisa nggak si, rasa yang dulu ada muncul kembali? Kalo bisa, emang bisa juga buat bersatu? Hem, sulit, sulit. Tapi nggak menutup kemungkinan juga, hehe.

Mereka nampak begitu nyaman dan senang saat itu. Apalagi saat keduanya kembali mengenang momen lucu yang pernah mereka alami selagi berdua, hem…membuat tawanya tak terhenti.

"Kamu inget nggak, waktu bapak sakit. Kamu itu marah sama aku kan? Sampe-sampe kamu nggak mau ngomong sama aku. Udah gitu, aku coba kasih perhatian, eh, malah dibales sama sifat ketusnya kamu. Bener-bener kesel aku waktu itu. Bingung juga si, kenapa kamu kek gitu." Cerita Nisa yang masih belum mendapat jawaban atas kejadian delapan tahun lalu.

"Oh, itu. Jelas lah aku inget. Itu juga salah satu momen dimana aku ngerasa kesel banget sama kamu," balas Gun.

"Alasannya apa? Perasaan aku nggak ngelakuin apa-apa ke kamu, juga,"

"Hem, jadi selama ini kamu masih nggak ngerti kenapa aku marah dan kesel sama kamu?" Menatap tajam mata Nisa.

Nisa menggeleng cepat dengan wajah polosnya.

"Karena aku cemburu." Ungkap Gun dengan satu tarikan nafas.

Membulatlah mata Nisa saat itu. Wah, sungguh? Pria seperti dirinya punya rasa cemburu saat itu?

"Hahahaha…" tawa Nisa puas yang membuat Gun menjadi bingung.

Apa ada yang lucu? Atau dirinya salah bicara? Perasaan tidak. "Kok ketawa? Emang ada yang lucu?" Tanya duda satu anak itu dengan lipatan kulit dahinya yang nampak jelas.

"Enggak ada si. Cuma pengen ketawa aja pas denger kamu ngomong cemburu. Hahaha.."

"Emang kenapa? Nggak boleh gitu, aku cemburu? Kan kamu istri aku. Jelas lah aku cemburu. Apalagi kalo ngeliat kamu yang selalu merasa nyaman, tentram, damai, bahagia, kalo bareng sama Ady. Sedangkan kalo sama aku, kamu ngerasa kayak di neraka. Nggak ada bahagia-bahagianya sama sekali!" Terang Gun terbawa emosi.

"Utu utu utu…begitu, ya. Kacian banget si, suami aku waktu itu. Tapi akhirnya kita jadi bersatu karna kejadian itu, kan?" Sanggah Nisa dengan senyum tipis di bibirnya.

"Yah, betul banget. Meskipun akhirnya kita juga berpisah." Sahut Gun diakhiri helaan nafas panjang.

Terlihat jelas raut muka kedua insan itu berubah setelah perkataan Gun tadi. Nisa menurunkan pandangannya, sementara Gun terdiam sembari memainkan sedotannya kembali.

"Mungkin kisah cinta kita nggak berakhir sempurna. Tapi menurutku, ini kisah yang sangat indah dan penuh warna. Aku akan menjadikan itu sebagai kenangan yang nggak akan pernah aku lupakan. Kamu juga pasti begitu, kan?" Kata Nisa yang perlahan menaikkan pandangnya dengan jemari tangan kanannya yang bersentuhan dengan punggung tangan kiri Gun yang mengepal menahan emosi sedihnya.

Gun hanya mengangguk dan mencoba mengatur nafasnya saat ini. Hingga pesanan mereka pun datang dan membuat pembicaraan keduanya harus berakhir.

Selepas menyantap makan malamnya, Gun mengantar Nisa kembali ke rumah. Tanpa teringat sedikitpun kalau Iqbal masih menunggunya di resto tersebut. Bahkan pria malang itu tertidur di mejanya karna terlalu lama menanti calon istrinya untuk meninggalkan meja pria lain dan menghampiri dirinya.

Kasihan, kasihan, kasihan…

●●●
BERSAMBUNG
.
.
.
.
Jujur! Senyum-senyum sendiri gak pas baca?

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang