BAB 18

77 8 3
                                    

SEBELUM MULAI MEMBACA, PASTIKAN KALIAN SUDAH FOLLOW AKUN INI!
JANGAN LUPA KASIH BINTANG DAN KOMEN YG BANYAK, YA!

○○○

Hari sudah berganti. Gun yang tinggal beberapa jam lagi meninggalkan pulau dewata pun sudah berkemas dan mengajak Randa membeli oleh-oleh sebagai hadiah untuk semua orang atas keberhasilannya kali ini. Mulai dari kain bali, berbagai macam jenis pie, coklat, kacang, bahkan kerajinan perak celup pun Gun borong untuk mereka. Satu hal yang belum ia lakukan sebelum pergi. Yah, berpamitan dengan Nisa. Apa itu perlu?

Tentu saja sangat diperlukan. Terlebih wanita itu menjadi sahabatnya sekarang. Lagi pula jarak tempatnya tinggal hanya beberapa langkah saja dari penginapannya.

Pria berkepala tiga ini pun mendatangi rumah Nisa dan mengetuk pintu dengan diiringi salam yang lantang untuk memaksa pemilik rumah keluar dari tempat nyamannya.

"Waalaikumsalam,"  jawab Nisa seraya membuka knop pintu rumahnya. "Eh, kamu, ayok masuk!" Ucap Nisa mempersilahkan tamunya dengan ramah.

Gun nampak mengedarkan pandangannya sebelum menerima tawaran dari Nisa. Setelah dirasa aman, dia mengangguk pelan lalu melangkahkan kakinya ke dalam ruang tamu.

"Silahkan duduk, Gun. Aku buatin teh atau kopi?" Lanjut Nisa memberi pilihan.

"Eum, teh aja, boleh." Tadasnya.

Nisa hanya menganggukan kepala, baru setelah itu melenggang ke dapur dan meracik dua cangkir teh manis yang panas untuk tamunya. Tak lupa pula setoples kue kering ia hidangkan sebagai teman ngetehnya.

"Ayok, silahkan diminum!" Tutur Nisa sehabis dua cangkir dan setoples kue keringnya bertengger di atas meja tamu.

"Iyah. Makasih, ya," menyeruput sedikit teh yang masih mengeluarkan hawa panasnya.

Lagi lagi Nisa hanya mengangguk tanpa berucap sepatah kata pun padanya. Bedanya, ia menyunggingkan sedikit bibirnya kali ini.

"Aku kesini cuma mau bilang kalo nanti siang aku mau balik ke Jakarta. Makasih ya, buat dua hari ini. Aku seneng banget bisa ketemu sama kamu, dan…jadi sahabat kamu. Semoga tali pertemanan kita nggak akan putus, ya," ucap Gun dengan sedikit air mata yang menggenang di bola matanya.

"Aku juga seneng bisa ketemu dan jadi sahabat kamu," beo Nisa yang kini meletakkan tangan kirinya di atas punggung tangan kanan Gun yang berada di atas meja, dekat dengan tehnya. "Kamu nggak perlu khawatir dengan hubungan pertemanan kita. Kamu kan tau sendiri kalau aku paling menghargai hubungan ini. Aku nggak akan putusin pertemanan kita meskipun jarak memisahkan," tadas Nisa menatap dalam mata Gun. "Save flight, ya!" Menepuk pelan punggung tangan Gun beberapa kali.

Kali ini giliran Gun yang mengangguk dengan kedua bibirnya yang saling mengatup kencang.

"Oh iya, ini buat Arika. Yah, sebagai hadiah kecil dari aku di ulang tahunnya besok," kata Nisa menaruh kotak berukuran sedang di atas meja, yang dilapisi kertas kado berwarna merah dan biru polos khusus untuk Arika. "Boleh kamu kasih ke dia kalo udah sampe?" Lanjutnya menatap Gun yang bengong kala itu.

"Kamu masih inget kalo ulang tahun Arika besok?" Cetus Gun.

"Hem, ya masih dong. Masa lupa si!" sahut Nisa tersenyum miring.

Ternyata Nisa masih mengingat hal sekecil ini. Bahkan dia secara khusus memberikan hadiah untuk Arika. Padahal, di saat kepergiannya, Arika sama sekali tak mau bertemu dengannya karena tidak merasa sanggup. Yah, mana mungkin anak kecil itu akan sanggup melihat kepergian bunda tersayangnya. Apalagi untuk menjadikannya sebagai seorang ibu pengganti tidak mudah. Banyak yang harus dikorbankan dan terkorbankan. Entah itu perasaan maupun air mata.

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang