BAB 9

89 12 0
                                    

Gun yang merasakan sentuhan itu pun terbangun dan mengangkat kepalanya perlahan sembari membuka matanya sedikit demi sedikit. "Indi..." panggil Ara dengan pelan lagi. Kali ini suaranya dapat Gun dengar dengan jelas. Matanya langsung membulat ke arah Ara yang sudah ingin mengucapkan kata lain sebagai lanjutannya. "Sayang, kamu..." kata Gun yang sempat terdiam beberapa detik, lalu melanjutkannya dengan langsung memeluk tubuh Ara dan berkata, "akhirnya kamu sadar juga, cing," kata Gun yang sudah berhasil memeluk Ara.

"Apa yang terjadi, ndi? Kenapa semua badanku rasanya sakit?" Tanya wanita yang baru sadar dari komanya pada Gun.

"Ceritanya panjang, cing. Tapi yang penting kamu sekarang udah sadar. Kamu pasti akan sembuh dan kembali seperti dulu lagi," jawab Gun seraya melepas pelukannya lalu menatap wajah Ara dengan sedikit senyum di bibirnya.

Ara hanya mengangguk pelan saat itu. Wanita yang masih dalam posisi terlentang di atas kasur itu pun meminta air pada Gun, karena memang tenggorokannya sudah sangat kering akibat tidak minum selama 2 bulan lebih lamanya. Dengan sigap Gun mengabulkan permintaannya dan membantunya untuk meneguk segelas air bening yang baru saja dirinya tuangkan dari dalam poci.

"Udah?" Ucap Gun pada Ara yang sudah menjauhkan bibirnya dari mulut gelas itu.

"Udah, ndi. Makasih ya," kata Ara pelan.

"Iyah," singkat Gun diakhiri senyum. "Tiduran lagi ya, aku mau kasih tau orang rumah kalo kamu udah sadar. Mereka pasti bakal seneng banget," cetus Gun sembari membaringkan tubuh Ara kembali dan membenarkan posisi selimutnya, lalu pergi.

Sembari menunggu kedatangan mereka, Ara yang sudah tak betah berbaring di atas ranjang itu pun nekat bangkit meninggalkan kasur empuk yang sudah tak rata lagi permukaannya. Perlahan ia mengangkat punggung dan kepalanya dengan bantuan kedua tangannya sebagai penopang, sehingga kini dia berada dalam posisi duduk. Setelah berupaya keras untuk duduk, ia menggerakkan kakinya dan berniat untuk memindahkannya ke tepi ranjang supaya ia bisa lebih mudah untuk berdiri. Namun siapa sangka, kakinya itu sama sekali tak bisa bergerak ataupun merasakan sesuatu yang ada disekitarnya. Padahal, ia mencoba menggerakkannya dengan bantuan kedua tangannya. Namun tetap saja tidak bisa. Pada saat itulah Ara berteriak memanggil suaminya dengan rasa takut dan kecemasan. Sampai-sampai air matanya itu berjatuhan dan membuat jalur di pipinya.

Mendengar suara teriakan Ara, Gun yang hendak menuju kamar Arika langsung berbalik cepat dan menghampiri kamar sang istri yang sudah ada tiga orang lain di dalamnya. Mereka ikut panik melihat Ara yang sudah menangis sembari memegangi kakinya dan bertanya-tanya mengapa ia tidak bisa menggerakkan kedua kakinya.

"Tenang sayang, semua pasti akan baik-baik aja. Ada aku disini. Kamu jangan takut!" Ucap Gun pada Ara sembari terus memeluk tubuhnya dan sesekali juga mengusap rambut Ara yang sudah sangat kusut tak terurus selama 2 bulan terakhir ini.

Ucapan itu sama sekali tak membuat Ara bisa tenang. Wanita itu malah semakin takut dan tangisnya semakin menjadi-jadi ketika pikiran-pikiran buruk muncul di kepalanya. "Bagaimana jika dia tidak bisa berjalan lagi? Bagaimana dia akan mengurus dirinya dan juga seluruh keluarganya? Apakah Gun mau menerima kondisinya? Lalu bagaimana dengan Arika dan calon anaknya? Apa mereka akan menerima ibunya yang cacat?" Seperti itulah pertanyaan yang muncul di kepalanya saat ini.

Dengan ketakutan yang sama, Gun terus berdoa dan menenangkang sang istri. Semoga saja pikiran buruk itu tak menjadi nyata. Tapi apalah daya jika takdir Tuhan telah bicara. Semua ketakutan itu menjadi nyata. Ara dinyatakan lumpuh dan harus duduk di atas kursi roda sepanjang harinya. Sungguh, ini sebuah mimpi buruk baginya.

"Nggak mungkin! Ini semua bohong kan, ndi? Aku baik-baik aja kan? Kaki aku masih bisa jalan kan?" Ucap Ara tak terima sembari menarik-narik baju Gun yang sewaktu itu menatap matanya dengan tatapan kosong. "Indi! Jawab aku! Aku bisa sembuh kan? Aku pasti bisa jalan lagi. Iya kan?" Desak Ara yang sudah banjir air mata.

"Sayang, tenang ya. Kamu pasti bisa sembuh. Aku akan lakuin apapun untuk kesembuhan kamu itu. Kamu jangan khawatir ya," jawab Gun lembut dengan kedua telapak tangannya yang memegang pipi Ara dan ibu jarinya ia gunakan untuk mengusap tipis wajahnya itu.

Ara hanya mengangguk dan sedikit lega setelah mendengar penjelasan dari suaminya itu. Dia sangat percaya kalau ucapan Gun bisa terjadi. "Udah ya, jangan nangis. Jangan sedih. Aku nggak akan sanggup liat itu semua," pinta Gun yang buru-buru menyeka air mata Ara yang hendak jatuh, lalu menaruh kepala wanita itu di dada bidangnya hingga membuatnya tertidur di sana.

●●●
BERSAMBUNG
.
.
.
.
Cobaannya silih berganti. Tenang jika ada suami. Kapan semua itu diakhiri? Atau akan selalu ada sampai mati?

See next part, Readers⚘️
Jangan lupa tinggalin jejak di cerita ini ya😉

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang