BAB 34

91 11 5
                                    

SEBELUM MULAI MEMBACA, PASTIKAN KALIAN SUDAH FOLLOW AKUN INI!
JANGAN LUPA KASIH BINTANG DAN KOMEN YG BANYAK, YA!


●●●
Waktu terus bergerak tanpa ada hentinya. Sudah sepuluh jam dari waktu yang Ara punya terlewat begitu saja tanpa menunjukkan progres dari rencananya.

"Kenapa sampai sekarang Arika nggak ngerespon kata-kataku tadi, ya? Apa semua yang aku bilang dianggap angin berlalu aja sama dia? Aku jadi bingung harus gimana," tutur Gun yang sedari tadi memegangi kepalanya dan memberi pijatan asal di bagian kening.

"Aku juga bingung, Gun. Apalagi kalo inget waktu aku tinggal tiga puluh delapan jam lagi. Itu pun nggak bisa kita manfaatin semuanya  karna kita juga butuh istirahat dan lainnya." Balas Ara melakukan gerakan yang sama dengan Gun.

Ouh, ternyata rencana mereka itu. Mencoba menyadarkan Arika dengan mengingatkan dia dengan masa lalunya. Berhasil nggak ya? Kalo dilihat si bisa-bisa aja. Tapi enggak juga ada. Duh…tau lah. Ikut bingung sendiri jadinya. Mending baca kelanjutannya aja, ya!

Kedua insan itu kembali berpikir dan mencari cara lain untuk membuka hati dan pikiran Arika, sehingga dia mau memaafkan ibu tirinya dan meninggalkan rasa amarah, dendam, benci, padanya. Hingga hanya ada satu rasa yang ada di hatinya, yaitu rasa sayang.

Sudah hampir seperempat jam mereka terdiam dan berpikir, tapi belum mendapat ide juga.

"Kayaknya kita harus pulang dulu, deh. Aku nggak bisa mikir sama sekali untuk yang sekarang ini. Dan siapa tau aja, Arika udah nunggu kamu buat bilang kalo dia udah sadar," cetus Ara yang masih berharap rencana pertamanya akan sukses.

"Huft, sama. Ya udah, kita pulang. Nanti kalo ada perkembangan aku kasih tau kamu." Jawab Gun setuju.

Ara pun meresponnya dengan berucap, "Okey. Semoga berhasil," ucapnya sembari mengepalkan tangan kanannya yang sudah sejajar dengan tinggi bahunya dan tak lupa menyalurkan senyuman semangatnya pada Gun.

"Semoga berhasil juga," beo Gun menirukan gerakan tubuh Ara.

Lalu, kedua mantan suami istri yang sekarang menjadi teman itu pun pergi ke rumah singgahnya masing-masing.

○○○
"Maaf, pah, aku memang bukan anak papah lagi. Aku terlalu egois dan jahat. Seperti yang papah inginkan, aku akan pergi, pah. Mungkin setelah itu, papah bisa bahagia karna nggak ada lagi anak yang selalu buat papah sedih dan terbebani dengan semua sifat aku ini. Tapi tetap ingat aku, ya, pah. Aku selalu sayang papah,"

Dada Gun menjadi sesak seketika setelah membaca pesan terakhir dari sang anak yang ia titipkan pada bi Rahma sebelum akhirnya memutuskan untuk benar-benar pergi dari rumah itu. Matanya memerah dan berair dengan pandangan matanya yang tak lepas dari sepucuk surat perpisahan tersebut.

"Sudah berapa lama Arika pergi, bi?" Lirih Gun bertanya pada bi Rahma tanpa menatap wajah wanita itu.

"Sejak den Gun pergi," jawab bi Rahma menunduk.

"Kenapa bibi nggak telpon aku, kalo Arika mau pergi? Harusnya bibi cegah dia!" Seru Gun menaikkan nada bicaranya. "Kalo kayak gimana coba? Kita sama sekali nggak tau dia pergi kemana. Dan petang ini, mamah akan pulang. Aku harus bilang apa nanti?" Lanjut Gun frustasi.

Bi Rahma hanya meminta maaf dengan segala penyesalannya yang hanya ditinggal pergi oleh Gun saja.

Mesin mobilnya masih panas akibat perjalanan tadi, dan kini harus dipakai lagi oleh pemiliknya yang suasana hatinya sedang panas juga. Gun menjalankan mobilnya kemana saja yang ia mau dengan mulut yang terus bergumam, "Anak itu memang udah kehilangan akal!" Gumamnya dengan perasaan bercampur.

Setelah dua puluh lima menit, mobil itu berhenti di sebuah rumah sederhana yang terdapat sebuah pohon jambu air di pojok kanan dekat dengan jalan komplek yang hanya bisa dilewati satu mobil saja dan terdapat pula sebuah kendaraan roda empat berwarna silver di bawahnya.

Gun menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan, baru setelah itu melepas seat belt, lalu turun dan berjalan cepat menuju pintu rumah itu yang berbahan dasar kayu.

Tidak seperti tamu pada umumnya, pria itu masuk tanpa permisi dan membuat pemilik rumahnya merasa dikejutkan dengan kehadirannya.

"Kacau, Ra. Keadaannya benar-benar kacau!" Ungkap Gun pada seorang wanita yang terbangkit dari duduknya setelah melihat kehadirannya di sana.

"A-apanya yang kacau? Kenapa bisa seperti itu?" Sahut Ara penasaran.

"Anak itu, Ra. Dia emang udah nggak punya akal!" Jelas Gun menggantung.

"Nggak punya akal gimana?" Cetus Ara menatap tajam mata pria itu yang terlihat sangat panik saat itu. "Ayok duduk dulu, jangan panik, tenang, dan cerita yang jelas," pintanya pelan.

Gun pun mengangguk dan menuruti perkataan janda satu ini. Dia duduk dan mencoba mengatur nafas, lalu baru mengatakan tentang masalah baru yang tercipta dari rencana mereka sendiri. "Arika pergi dari rumah!" Cetus Gun dalam satu tarikan nafas.

Jelas saja Ara terkejut mendengar penuturannya itu. Sama sekali tidak pernah terlintas di pikirannya kalau Arika akan memilih pergi daripada memaafkan dirinya.

"A-aku sama sekali nggak tau dia akan pergi kemana. Sebelum hari ini, dia juga udah pernah pergi. Tapi dia pulang karena sadar langkah yang dia ambil itu salah. Dan sekarang, Dia mengambil langkah ini karena dia yakin ini yang terbaik," sambung Gun menatap Ara dengan genangan air mata, kemudian meloloskannya tanpa rasa ragu lagi.

"Maaf. Ini semua gara-gara aku. Harusnya ini nggak terjadi antara kamu dan Arika. Harusnya aku nggak maksa kalau memang Arika gak mau terima permintaan maaf dari aku. Maaf, Gun. Maaf," cetus Ara yang kali ini menundukkan pandangannya penuh penyesalan.

Kata-kata itu justru membuat Gun semakin dilanda rasa sedih. Mau menjawab apalagi? Ini memang salah Ara. Kenapa dia harus datang lagi di hidup mereka? Bukannya memperbaik keadaan, dia malah memperburuknya dengan membuka luka di masa lalu. Mungkin, jika dia tidak muncul lagi setelah kepergiaannya lima tahun lalu, pertengkaran antara anak dan ayahnya tidak akan terjadi sampai separah ini.

Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, Ara berjanji akan mencari Arika sampai dia ketemu. Dan dia tidak akan kembali ke pulau dewata sampai semua masalah yang diciptakannya selesai. Yah, meskipun pernikahannya harus batal atau tertunda, itu tidak menjadi masalah baginya. Yang penting, hubungan antara Gun dan Arika bisa kembali baik seperti sedia kala.

●●●
BERSAMBUNG
.
.
.
.
Menurut kalian, Ara yang salah bukan?
Komen di bawah, ya!

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang