BAB 14

113 11 2
                                    

Waktu terus berlalu. Tak terasa sudah di tahun ke-5, Gun menjadi duda untuk yang kedua kali. Tak banyak yang berubah dari dirinya ataupun Arika selain rupa yang menyesuaikan usia. Hanya saja dia semakin disibukkan oleh pekerjaannya setelah satu masalah yang ada di dalam keluarganya terungkap.

Hari ini, Gun bersama sang asisten yang selalu setia padanya, terbang menuju pulau seribu pura. Sebuah perjanjian kerjasama antara perusahaannya lah yang mendorong dirinya untuk pergi ketempat itu. Tempat yang kini menjadi rumah tetap sang mantan istri.

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan, kedua orang itu pun sampai dan menginjakkan kakinya di I Gusti Ngurah Rai untuk yang pertamanya setelah perjalanan jalur udaranya selesai. "Maaf, permisi. Apa betul ini bapak Gunawan?" Kata seorang pria yang lebih muda usianya dengan sebuah udeng khas Bali di kepalanya.

"Oh, iya, betul sekali." Respon Gun singkat tanpa balik bertanya siapa orang itu.

Pria itu pun tersenyum sembari mengangguk pelan lalu memperkenalkan dirinya. "Saya Afisan. Saya ditugasi untuk menjemput bapak dan mengantar bapak ke penginapan," jelasnya.

"Oh, begitu. Mobilnya dimana?"

"Itu pak," menunjuk sebuah mobil putih yang terparkir 100 meter dari tempatnya berdiri. "Saya bawa kopernya, ya," ucap Afisan meminta izin.

Gun hanya mengangguk dan melepas gagang kopernya lalu berjalan menuju mobil itu sembari mengeluarkan ponsel di saku jaketnya yang disusul oleh Randa baru Afisan yang nampak mengeluarkan banyak tenaga untuk menggotong dua koper besar nan berat itu. Tak ada percakapan diantara ketiganya saat menuju tempat penginapan. Gun hanya sibuk dengan ponselnya yang sudah mendapat banyak notif pesan dari sang putri, begitu juga dengan Randa yang mengirim kabar tentang sampainya dia ke tempat tujuan dengan selamat pada sang istri. Sementara Afisan fokus mengendarai mobil, meskipun ingin membuka pembicaraan sebenarnya.

"Tring..tring..tring.." suara dering ponsel dari dalam saku celana Afisan berbunyi sehingga membuat kedua pasang mata yang berada di belakangnya fokus kearahnya. "Maaf, pak, saudara saya yang nelfon. Boleh saya angkat?" Cetus Afisan yang sadar betul sedang diperhatikan Gun dan Randa.

"Silahkan," jawab Gun pelan.

"Terima kasih, pak," balas Afisan seraya mengusap tombol hijau di layar ponselnya ke atas.

Percakapan antara Afisan dengan saudaranya pun bermula ketika kata "Halo" terucap dari bibir Afisan. "Hallo, san. Kamu lagi dimana? Aku butuh bantuan kamu nih!" Tutur seorang wanita dari dalam ponsel itu.

"Gue lagi nganterin orang, nis. Emang butuh bantuan apa?" Jawab Afisan.

"Ini, mobil aku mogok. Kamu bisa jemput aku enggak? Aku udah ada janji sama anak-anak nih,"

"Ooh, gitu. Posisi dimana?"

"Masih di rumah."

"Oh gitu. Ya udah, tunggu ya. Bentar lagi nyampek kok!"

"Oke," pungkasnya seraya mematikan panggilan itu.

Tanpa diketahui, ternyata Gun terus memperhatikan Afisan sedari tadi. Ia merasa tak asing dengan suara perempuan yang ada di speaker hp pria yang duduk di depannya. "Maaf, itu tadi saudara kamu yang nelpon?" Lontar Gun dengan rasa penasarannya.

"Oh, iya pak. Tadi sepupu saya yang nelpon. Maaf kalau suaranya mengganggu," jawab Afisan sopan.

"Oh, iya gak papa. Siapa namanya?" Tanya Gun lagi.

Belum sempat dijawab oleh Afisan, Randa dengan kebiasaannya langsung menyela. "Si bos ngapain nanya-nanya si? Enggak biasanya banget. Inget, di rumah ada siapa!" Sela Randa yang membuat Gun tak berkata lagi sampai akhirnya mobil yang ditumpanginya berhenti di sebuah penginapan yang sangat sederhana, tetapi terlihat sangat nyaman karena banyak tumbuhan hijau di halaman rumahnya yang tersusun rapi dan menyejukkan.

"Silahkan, pak, kita sudah sampai," kata Afisan melirik ke arah belakang seraya melepas seat belt miliknya.

"Loh, nda. Ini penginapan yang kamu pesen?" Cetus Gun sedikit terkejut.

"Eum, iya pak bos. Cuma di sini yang ada kamar kosongnya. Terus jarak ke tempat pertemuan kita juga lebih deket." jelas Randa.

"Kenapa pak? Bapak enggak suka sama penginapannya?" Tukas Afisan yang menyela pembicaraan antara bos dan asistennya. "Emang si, keliatan sederhana. Tapi kamarnya luas kok. Fasilitasnya juga lengkap. Bapak bisa cek sendiri aja. Kalo emang enggak suka, nanti saya carikan hotel yang baru," tutur Afisan dengan raut wajah yang sudah berubah.

Rasa tak enak pun muncul di hati Gun. Seharusnya dia tak bicara seperti itu agar tidak menyinggung pria yang sudah mengantarnya ke tempat itu. Dengan rasa tersinggungnya, Afisan menurunkan dua koper milik penumpangnya yang langsung diterima oleh Randa. Tak lupa pula dia memberikan kunci pada mereka, agar kedua pria itu memiliki akses untuk masuk dan singgah di kamar yang sudah disiapkan.

"San!" Sapa seorang wanita dengan nafas terengah-engah padanya.

Dengan spontan Afisan menoleh ke arah wanita itu dan melepas gagang pintu mobilnya yang hendak dibukanya. "Loh, kok kamu kesini? Kenapa enggak nunggu aku aja?" Kata Afisan pada wanita itu.

"Udah enggak keburu kalo nunggu kamu di rumah! Udah yuk! Anterin aku sekarang! Kamu udah selesai kan?"

"Iya, udah kok."

Setelah perbincangan singkat itu, Afisan bersama saudaranya masuk ke dalam mobil lalu bergegas pergi ketempat yang sudah menunggunya. Entah mengapa pula Gun yang tadinya sudah berada di dalam bangunan itu mendadak ingin keluar dan melihat dengan siapa Afisan berbicara yang sudah jelas tidak ada sangkut pautnya dengan dia. Nampaknya dia masih penasaran dengan pemilik suara yang sangat familiar di telinganya tadi. Namun saking cepatnya mobil itu bergerak, Gun jadi tidak bisa melihat orang itu. Semoga dia bisa melihatnya lain waktu.

●●●
BERSAMBUNG
.
.
.
.
Waktu terasa sangat cepat berlalu, seperti angin yang bertiup kencang.


20/03/2023

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang