BAB 12

86 10 0
                                    

"Abis dari mana kamu? Mamah pikir kamu udah enggak tau jalan pulang. Kenapa mamah telpon nggak diangkat?" Oceh Lesti pada Gun yang baru saja pulang.

Gun hanya terdiam dengan pandangan matanya yang terus kebawah. Tidak mungkin ia ceritakan pertengkarannya dengan Ara siang tadi pada sang mamah. Pasti dia yang akan dapat banyak ocehan nanti. "Apa kamu tau, istri kamu sekarang ada di rumah sakit! Dia mencoba bunuh diri!" Kata Lesti tanpa basa basi. Tentu saja Gun sangat terkejut mendengarnya. Mata yang sedari tadi menatap lantai kini naik sampai terhenti di mata Lesti.

"Apa yang mamah bilang? Ara bunuh diri?" Jawab Gun memastikan dengan kulit dahinya yang sudah membentuk lipatan.

"Iyah. Ara mencoba melukai dirinya. Bahkan itu sudah berhasil dia lakukan. Dia kehilangan banyak darah, Gun. Kondisinya kritis sekarang. Dan kamu...kamu malah pergi entah kemana disaat semua itu terjadi!" Ucap Lesti menunjuk Gun kecewa.

Sungguh, perkataan itu mampu membuat mulut Gun terkunci lagi. Jantungnya berdetak tak beraturan kali ini. Air yang tersimpan di dalam matanya kini pun meloloskan diri. "Dimana Ara dirawat, mah?" Tanya Gun dengan bibir gemetar sembari meraih tangan Lesti yang sedari tadi mengepal menahan emosinya. Lesti pun memberitahu Gun tempat  dimana menantunya dirawat.

*Untuk yang bertanya kenapa Lesti di rumah sementara Ara di rumah sakit, itu karna Lesti menemani Arika dan menunggu Gun pulang. Putri dan Bilar yang menjaga Ara di sana.

~~~~

"Sayang, aku minta maaf ya. Enggak seharusnya kita bertengkar kayak tadi. Aku bener-bener nggak bisa berpikir jernih saat itu. Aku malah terpancing emosi dan mengatakan semua hal yang nggak sepantasnya aku tuduhkan ke kamu. Tolong maafin aku ya. Aku janji, aku enggak akan kayak gitu lagi," kata Gun berjanji pada Ara sembari menatap wajah Ara yang masih pucat dengan selang infus yang masih terpasang di tangannya dan juga perban yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

"Kamu pikir, cuma kamu aja yang berhak meminta maaf? Aku juga salah, ndi. Bahkan jauh lebih salah daripada kamu. Aku minta maaf. Selama ini aku cuma buat beban aja bagi kamu. Aku udah gagal menjadi seorang istri, dan yang lebih parahnya, aku udah gagal jadi seorang ibu. Maaf, aku nggak sesempurna yang kamu harapin," tutur Ara pelan yang juga menatap mata Gun dengan sayu.

"Ssttt...jangan bilang kayak gitu, cing," sergah Gun seraya menaruh telunjuk kanannya di bibir Ara. "Aku juga sama enggak sempurnanya kayak kamu. Tolong jangan pernah bicara seperti itu. Kamu sama sekali enggak gagal. Kamu udah lakuin semuanya sebaik dan sebisa yang kamu lakuin. Kalo emang masih banyak kesalahan, itu bisa kita perbaiki sama-sama," jelasnya.

Gelengan kepala tanpa tenaga pun Ara berikan saat itu. "Aku udah capek dengan semua ini, ndi. Aku nyerah. Aku nggak bisa lanjutin hubungan ini," jelas Ara menahan air matanya yang sudah siap untuk jatuh.

"Apa yang kamu katakan, cing? Kenapa seperti itu? Kita bisa mulai semuanya lagi. Tolong, jangan menyerah," pinta Gun penuh harap dengan kedua tangannya yang sudah menggenggam tangan kanan Ara.

"Maaf, ndi, aku enggak bisa," jelas Ara seraya meloloskan air matanya. "Tolong bebasin aku dari ikatan kita. Aku nggak sanggup terus-terusan kayak gini. Biarin aku bebas dan mencari duniaku sendiri," tambahnya tak karuan.

Kali ini mata Gun juga meloloskan air mata. Jari jari tangannya merenggang dan secara perlahan menjauh dari tubuh Ara. Jantungnya berdebar cepat, nafasnya menjadi tak beraturan saat ini. Dengan bibir gemetar yang dihiasi kumis tipis di atasnya, pria itu berkata, "Jadi, selama ini ikatan yang tercipta diantara kita hanya membuat beban saja bagi kamu, cing? Kenapa kamu baru bilang sekarang? Aku tau, awal mula terikatnya kita karna paksaan. Tapi bukannya itu sudah berakhir ketika kamu dan aku setuju untuk menjalani ikatan ini tanpa beban. Bahkan rasa cinta kita juga tumbuh dengan sendirinya. Dan sekarang...kamu bilang ingin bebas dari itu semua?" Cetus Gun menatap wajah Ara yang sudah benar-benar basah karna air matanya.

"Iyah." Sahut Ara cepat. "Aku tau ini akan sangat berat. Entah bagi kamu ataupun aku. Tapi akan lebih berat lagi kalau kita meneruskan hubungan ini," ujar Ara.

"Dan saking beratnya, kamu sampai mencoba bunuh diri!" Sela Gun yang kini menajamkan pandangannya pada Ara sembari membuang jauh air matanya. "Apa dengan semua itu, beban dan rasa sakit kamu akan menghilang begitu saja?" Katanya menekan Ara. "Enggak sama sekali kan? Sekarang kamu malah harus merasakan sakit lebih dari yang seharusnya. Ini bener-bener tindakan yang salah, cing. Dan aku enggak mau kamu ngelakuin itu lagi. Aku akan bebasin kamu dari ikatan kita. Supaya kamu bisa bebas dan hidup tanpa beban lagi." Tutur Gun dengan perasaan bercampur sembari berlalu meninggalkan wanita yang diajaknya bicara tadi.

Ara hanya bisa menatap kepergian Gun yang tanpa memberikan  tujuan dengan hatinya yang tak karuan. Memang keputusan ini tidak mudah. Tapi jika dirasa ini akan lebih baik, mengapa tidak dilakukan?

●●●
BERSAMBUNG
.
.
.
.
Harus berakhir kah hubungan mereka?See next part

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang