BAB 21

79 10 5
                                    

SEBELUM MULAI MEMBACA, PASTIKAN KALIAN SUDAH FOLLOW AKUN INI!
JANGAN LUPA KASIH BINTANG DAN KOMEN YG BANYAK, YA!

○○○

"Hiks hiks hiks," suara tangisan Nisa di sebuah taman yang mempunyai banyak kenangan dalam perjalanan hidupnya.

Ia terduduk di atas tanah yang ditumbuhi rumput centipede sembari mendekap kedua kakinya dan terus berkata, "Maaf, aku memang bukan ibu yang baik untuk kamu." Kata Nisa yang terus diulang dengan iringan air matanya yang sangat sulit untuk surut di tengah kepingan hatinya yang hancur.

Perasaan menyesalnya baru bisa hadir setelah mendengar perkataan Arika tadi. Wanita itu menumpahkan segala penyesalannya di bawah pohon besar nan rimbun yang hanya ada cahaya oranye dari lampu taman yang tak begitu terang dengan udara yang semakin dingin tiap detiknya.

Semua memori kebersamaannya dengan Arika bergantian muncul di otaknya. Dan lagi-lagi rasa bersalahnya bertambah besar dan semakin menggunung. "Harusnya aku enggak seegois itu. Harusnya aku pikirin kamu, sayang. Kamu sangat percaya sama bunda, tapi bunda udah ngancurin kepercayaan kamu. Bahkan kamu sampai berpikir kalau bunda nggak pernah sayang sama kamu. Bunda bener-bener gagal. Bunda nggak bisa jadi ibu yang baik buat kamu. Maafin bunda, sayang," ucapnya menyesal.

"Andai saja. Andai saja waktu bisa diulang kembali. Bunda nggak akan buat keputusan untuk ninggalin kamu." Lanjut Nisa terus menangis sesenggukan.

"Tring… Tring… Tring…" suara notifikasi di hp-nya berbunyi dan memaksa Nisa untuk menghentikan air matanya sejenak. Dengan suara yang masih sesenggukan, dia mengambil ponsel yang ada di dalam clutch bag hitamnya yang sedari tadi tergeletak di atas rumput taman di sampingnya. Tanpa berlama-lama dirinya mengusap tombol hijau, sebagai tanda kalau dia menerima telepon dari salah satu kontak di buku teleponnya.

"Halo," kata Nisa serak sembari menghapus air mata.

"Halo, Nis. Aku udah di depan rumah kamu, nih. Tapi kok rumahnya sepi ya? Kamu udah pulang kan?"

Pernyataan itu membuat Nisa teringat kalau Iqbal sudah janji akan menyusulnya ke ibu kota, bahkan pria itu sudah ada di depan rumahnya sekarang. Wah, gawat. Dia harus segera pulang saat ini juga.

"Oh, Iya Bal. Tunggu aku sebentar, ya. Aku pulang sekarang," ucap Nisa panik dan langsung berdiri ingin segera pergi dalam keadaan teleponnya yang masih terhubung.

"Loh, kamu belum pulang? Sekarang dimana? Biar aku jemput aja, ya! Udah malem, pasti nggak ada taksi lewat," tutur Iqbal penuh kecemasan dan perhatian.

Nisa pun hanya menjawab "iya" lalu mengakhiri panggilan teleponnya dan beralih ke pesan singkat untuk mengirimkan lokasinya saat ini.

Tak sampai 20 menit, Iqbal sudah berhasil menemukan keberadaan Nisa. Tanpa membuang waktu lama, dia mengajak Nisa untuk segera pulang karena hari yang sudah larut malam. Nisa hanya mengangguk dengan penampilannya yang berantakan. Sedangkan Iqbal hanya tersenyum dan tidak bertanya apapun pada wanita yang duduk di sampingnya dan memilih untuk segera menyalakan mesin mobilnya lalu pergi meninggalkan tempat bak kuburan itu.

Hanya ada sebuah keheningan sepanjang jalannya. Iqbal tak mau membuka pembicaraan sedangkan Nisa hanya melamun dengan air mata yang tak bisa dicegah untuk jatuh. "Are you okay?" Tanya Iqbal setelah sepuluh menit diam.

"Yah, I am okay." Respon Nisa menarik nafas panjang seraya menghapus jejak air matanya.

Iqbal hanya mengangguk meskipun sudah tau kalau Nisa sedang tidak baik-baik saja. "Kok kamu malem-malem di taman sendirian si? Nggak takut ada setan yang tiba-tiba nongol apa?" Cetus Iqbal asal.

Nisa melirik ke arah pria itu dua detik sebelum tersenyum tipis sembari berkata, "Taman itu udah aku anggap sebagai rumah aku sendiri. Aku selalu menumpahkan perasaanku disana. Entah itu sebuah kebahagiaan maupun kesedihan. Tempat itu menjadi saksi bisunya," kata Nisa.

"Lalu? Apa yang membuat kamu pergi kesana malam ini?" Desak Iqbal.

Sebuah gelengan kepala diiringi robohnya bendungan air mata Nisa terjadi sesaat setelah itu. "Kenapa aku bisa seegois itu ya, Bal," cetus Nisa menatap mata Iqbal penuh bersalah. "Aku baru bisa liat akibat dari apa yang aku lakukan dimasa lalu sekarang. Dan itu bener-bener sakit." Lanjutnya sesenggukan.

"Harusnya aku bisa berpikir lebih jauh sebelum aku memutuskan hubunganku dengan Gun. Harusnya perpisahan itu nggak terjadi, Bal. Dan apa yang terjadi di malam ini juga pasti nggak akan terjadi," ujarnya setelah berhenti bicara beberapa detik.

Sontak saja mata Iqbal membulat dan otaknya mengkomandokan untuk menghentikan laju mobil itu dengan tiba-tiba.

"Serrttt." Suara kampas rem yang membuat keempat ban mobil putih milik Iqbal terhenti di tengah jalan yang sepi nan gelap.

"Apa maksud kamu, Nis? Apa kamu sangat menyesali keputusan kamu dimasa lalu? Bukannya karna kejadian itu, kita jadi bersatu?" Cecar Iqbal.

"Iya, aku tau, Bal. Perpisah itu memang akan menyatukan kita, dan aku yakin kita bisa bahagia. Tapi bagaimana dengan Arika? Aku sangat merasa bersalah sama dia." Menatap sendu mata Iqbal.

"Aku udah gagal jadi ibu yang dia impi-impikan saat itu. Aku udah ngancurin ikatan antara anak dan ibunya dengan meninggalkan dia begitu aja disaat keadaan hatinya masih rapuh dan butuh kasih sayang. Aku takut, Bal. Aku takut gagal lagi. Dan aku takut makin banyak orang bakal terluka karna aku," jelasnya sesenggukan.

Semua emosi yang melekat pada Nisa dapat Iqbal rasakan sepenuhnya. Dia tidak mau menghakimi atau menceramahinya saat ini. Dia hanya akan berusaha menghiburnya dan memberi semangat agar Nisa tidak putus asa dan berpikir kemana-mana. Dengan kedua ibu jarinya, Iqbal menyekal air mata Nisa yang siap jatuh.

"Aku mungkin nggak terlalu paham dengan apa yang ada di hati dan pikiran kamu saat ini. Tapi tolong, jangan berpikiran kemana-mana. Aku nggak mau kamu stress gara-gara ini. Sebentar lagi kita mau nikah. Aku nggak mau ada masalah." Tutur Iqbal pelan sembari menatap dalam wajah Nisa dari dekat dengan ketulusan.

Hanya sebuah anggukan pelan yang Nisa berikan pada calon suaminya tersebut. Lalu dirinya meminta sebuah pelukan hangat darinya yang tak mendapat penolakan sama sekali dari Iqbal. Hingga malam itu ditutup dengan kenyamanan.

●●●
BERSAMBUNG
.
.
.
.
Nah kan...udah nemu jawaban siapa Iqbal sebenarnya😬

Next??

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang