BAB 1

442 23 3
                                    

***
Jika dulu aku pernah sangat membencimu, kini semua rasa itu sudah lenyap dan diganti dengan sebuah cinta. Ya, aku akui, benciku berubah jadi cinta. Terimakasih sudah mengubah rasa itu. Aku berharap, cinta kita adalah cinta abadi. Cinta yang penuh dengan ketulusan dan saling mengerti.

***
ARIKA

Sinar sang surya kembali menyinari bumi. Menghilangkan kabut petang yang menyelimuti langit. Burung-burung kembali bernyanyi dan menari di atas ranting pohon yang terlihat segar dengan dedaunan juga bunga yang sudah mulai terlihat bakal buahnya. Tak hanya itu, suara lembut dari seorang wanita cantik yang berpusat di dalam kamar membuat aku harus meninggalkan posisi nyamanku. Siapa lagi kalau Bunda kesayanganku. Dia selalu datang dan memaksaku untuk bangun. 

"Sayang, ayok bangun. Ambil wudhu, terus sholat subuh ya!" Kata Bunda dengan pelan. 

Aku hanya menjawabnya dengan sebuah kata "iya" saja. Namun mataku tak mau diajak kompromi sama sekali. Rasanya berat, lengket, seperti terkena lem cina. Alhasil Bunda menarik paksa tanganku, bahkan menuntunku ke wastafel yang ada di dalam kamar mandi luas milikku.

"Arika, jadi anak perempuan itu harus rajin. Nggak boleh males-malesan kayak gini!" Ucap Bunda sembari menyipratkan air di wajahku. Tentu saja mataku langsung terbuka lebar setelah merasakan hawa dingin dari air itu.

"Iya, Bunda. Arika nggak males kok. Cuman masih ngantuk aja karna kurang tidur," jelasku pada Bunda.

Bunda hanya menghela nafas panjangnya saja saat itu. "Bunda tau, Arika masih kecil, tapi kebiasaan baik ini harus Arika lakuin. Biar nanti pas Arika udah gede, Arika jadi terbiasa. Yah," lanjut Bunda sembari mengusap lembut kepalaku, lalu tersenyum manis padaku.

Aku hanya mengangguk pelan dan melakukan perintah Bunda. Sementara Bunda pergi meninggalkan kamarku dan menuju dapur untuk menyiapkan menu sarapan semua orang. Bunda memang selalu melakukan itu setiap hari. Meskipun ada kalanya dia harus pergi ke toko kuenya pagi-pagi sekali, dia tetap menyiapkan makanan untuk kami. Bunda adalah wanita terhebat bagiku. 

***
ARA

"Pagi, cing, udah selesai masaknya?" Tanyanya padaku yang sedang memindahkan tumis kangkung panas ke dalam wadah beling berukuran besar.

Aku pun menjawab, "Udah nih, ndi. Kamu mau makan sekarang?" 

"Eum, nanti aja bareng yang lain," jelas Gun yang perlahan-lahan mendekatiku dan memelukku dari belakang. 

"Ooh, oke," responku singkat. "Kamu nggak siap-siap dulu? Udah jam 6 loh!" Ucapku menyambung perkataan yang sebelumnya sembari melepas jemari Gun yang merekat di atas perutku.

"Iyah, ini juga mau siap-siap kok. Kamu juga ke toko kan?" 

Aku hanya mengangguk saat itu. Lalu indi menggendongku dengan kedua tangannya yang besar dan berotot sampai ke kamar. Huft..Dia memang selalu seperti itu padaku. Katanya, aku tidak boleh terlalu capek disaat sedang hamil. Apalagi usia kehamilanku terbilang masih sangat muda, jadi dia menjadi super protektif padaku. Meskipun begitu, aku tidak pernah merasa kesal atau risih dengannya. Karena itu menunjukkan betapa besar cinta dan perhatiannya padaku, si calon mamah muda. 

Ketika jarum pendek menunjuk ke arah angka enam, dan jarum panjangnya mengarah ke angka sembilan, aku meninggalkan rumah dan menjaga toko kue ku. Sementara Gun pergi ke kantor dan Arika ke sekolah. Tentu saja kami berangkat bersama. Tidak mungkin juga suamiku membiarkan istri dan anaknya pergi tanpa dia yang mengantarnya, kecuali jika dia sedang sibuk atau berada di luar kota. 

"Sebentar lagi Arika naik kelas 3 nih. Papah sama Bunda mau kasih hadiah apa kalo Arika dapet peringkat terbaik?" Kata Arika yang mampu memecah keheningan saat itu.

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang