BAB 8

98 12 0
                                    

Malam ini terasa begitu panjang dan penuh kebimbangan. Ara yang sedang terbaring lemah tanpa kesadaran diri hanyut dalam imajinasinya. Ruh di dalam tubuhnya itu berjalan-jalan entah kemana saja, sampai-sampai ia bertemu dengan orang yang mirip sekali dengan orang tuanya. "Bapak.. Ibu..," kata Ara meneriaki sepasang suami istri yang sedang berjalan beriringan dengan pakaian serba putihnya.

Kedua orang itupun terhenti dan menoleh kearahnya. "Bapak.. Ibu.. Ini Ara!" Jelasnya sembari menatap wajah keduanya penuh harap.

"Ara? Kamu di sini, nak?" ucap keduanya kompak.

"Iya, pak, bu, Ara di sini. Ara kangen kalian," ungkap Ara yang berusaha menahan air matanya agar tak tumpah.

"Kemarilah, sayang. Peluk bapak dan juga ibumu sekarang," cetus pria yang mirip sekali dengan Ridwan dengan diiringi anggukan serta senyuman dari wanita yang menyerupai Selfi yang sudah membuka kedua tangannya dengan lebar.

Tanpa membuang waktu lama,  langsung saja Ara berlari kecil menghampiri kedua orang itu seraya melebarkan tangannya dan memeluk tubuh Selfi yang sudah berada tepat di hadapannya. Selfi menyambut pelukan itu dengan bahagia. Hingga akhirnya tubuh keduanya saling menepel lama seolah benar-benar ingin membayar rasa rindu yang selama ini menggumpal di dada. "Akhirnya. Akhirnya Ara bisa peluk ibu lagi. Ara seneng banget, bu!" Kata Ara yang terus merenggangkan jari-jari tangannya di punggung Selfi.

"Ibu juga seneng bisa peluk kamu lagi, sayang," balas Selfi diakhiri sebuah kecupan lembut di pucuk dahinya.

"Jangan tinggalin Ara lagi, ya, bu, pak," cetus Ara yang kini melepas pelukannya dengan Selfi sembari menatap mata Selfi dan Ridwan penuh harap, yang hanya dibalas anggukan saja oleh keduanya. Rasa bahagia Ara sungguh tak dapat dilukiskan oleh apapun lagi saat itu. Tangan yang belum sempura turun kini mengerat pada tangan kiri Ridwan dan yang lain pada tangan kanan Selfi. "Ara ikut bapak dan ibu, ya," pinta Ara pada Ridwan dan Selfi.

"Apa yang kamu katakan, sayang? Benarkah kamu menginginkan itu?" Tanya Selfi memastikan.

"Iyah, bu. Ara ingin tinggal sama bapak juga ibu lagi. Ara masih ingin disayang bapak dan ibu seperti dulu," jawab Ara dengan mata berkaca kaca.

"Dunia kita sudah berbeda, sayang. Kamu harus masuk ke dalam dunia kami dulu, baru kita bisa bersama seperti dulu. Apa kamu mau meninggalkan dunia kamu saat ini?" Tutur Ridwan sembari memegang pipi kanan Ara dan memaksa wajah cantiknya itu untuk menatap mata hitamnya yang butuh jawaban.

"Apa yang bapak katakan? Kenapa aku harus memilih itu? Bukankah kita hidup di alam yang sama?" Jawab Ara kembali bertanya pada sang ayah.

"Tidak, sayang. Alam kita sudah berbeda. Bapak dan Ibu sudah kekal di sini, sedangkan kamu masih harus menjalankan tugas kamu sebagai manusia. Apa kamu mau meninggalkan tugas itu hanya demi kami?" Cetus Ridwan kembali menjelaskan hal itu pada putri semata wayangnya.

Tentu saja Ara terdiam lama setelah itu. Otaknya dipaksa untuk berpikir dan mengambil jawaban atas apa yang dilontarkan Ridwan padanya. Ketika saat itu pula dua orang yang sangat menyayanginya datang dan berdiri di belakang tubuhnya sejauh 4 meter jaraknya. "Ucing/ bunda," ucap mereka memanggil Ara secara bersamaan. Pecahlah kesunyian Ara. Dia memutar tubuhnya ke belakang dan menatap kedua orang itu dengan pasti.

"Ucing, benar, kamu akan pergi bersama orang tua kamu?" Tanya pria berbadan kekar padanya seraya melangkah mendekati Ara.

"Indi? Kamu di sini juga?" Jawab Ara tak sesuai dengan pertanyaan yang pria itu lontarkan.

"Iyah, aku di sini, cing. Aku dan juga Arika datang ke sini untuk membawa kamu pulang ke rumah kita." Jelas Gun.

"Rumah?" Bingung Ara.

Tangan Gun perlahan-lahan meraih kedua lengan Ara yang perlahan turun ke telapak tangannya.  "Iya, sayang. Rumah kita. Rumah yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Rumah yang kita bangun atas dasar ikatan suci pernikahan. Rumah itu sudah merindukan kebersamaan kita. Ayok, kita pulang sayang!" Kata Gun membujuk.

"Tapi...aku ingin bersama bapak dan ibu. Aku sangat merindukan mereka, ndi. Aku ingin seperti dulu, yang selalu dimanjakan mereka, disayang, dan dibuat bahagia setiap harinya," jawab Ara menatap dalam wajah Gun. "Aku selalu iri kalau liat kebersamaan antara anak dan juga orang tuanya. Aku juga ingin seperti itu," ucap Ara melanjutkan.

"Lalu, kalau kamu pergi bersama mereka, bagaimana dengan aku dan Arika?" Tukas Gun yang semakin mendekatkan wajahnya pada Ara dengan tatapan matanya yang semakin tajam. "Apa aku harus menjadi seorang duda lagi! Dan Arika. Apa dia harus kehilangan ibunya untuk kedua kalinya?" Cetus Gun dengan air mata yang berusaha dibendung.

Kembalilah Ara dibuat bimbang. Disatu sisi dia ingin bersama kedua orang tuanya, dan sisi lain dia masih mempunyai tugas menjadi seorang istri dan juga ibu, yang berarti dia harus kembali ke dunianya. Haruskah dia memilih diantara keduanya? Itu sangat sulit baginya. Hatinya meronta ketika harus memberikan salah satu jawaban. Matanya tak sanggup lagi menahan bendungan air mata kebimbangannya. Saat dia menatap ke arah Ridwan dan Selfi, dia ingin langsung mengatakan kalau dia akan ikut dengan mereka. Namun ketika dia menatap wajah Gun dan Arika yang penuh cinta dan harapan, rasanya dia tak tega untuk meninggalkan mereka. Hingga akhirnya satu penjelasan dari Arika membuatnya tak ragu lagi untuk mengambil keputusan. Arika berkata, "bunda, bunda nggak sayang sama Arika dan papah, ya? Kenapa bunda mau tinggalin kita? Bunda kan udah tau rasa sedihnya kalo ditinggalin mama. Terus bunda mau ninggalin Arika kayak mamah Arika. Berarti bunda sama kayak mamah. Arika juga masih pengen dimanja, disayang, dan dibuat bahagia sama Bunda. Bunda jangan pergi. Jangan tinggalin Arika. Arika sayang sama bunda," kata Arika diiringi derasnya air mata yang mengalir dari pangkal matanya hingga membuat pipinya terbanjiri.

Yah, tangisan itu meluluhkan hati Ara. Dia menganggukkan kepalanya dan memeluk tubuh Arika yang sudah berada di hadapannya, sembari berucap, "iya, sayang. Bunda nggak akan tinggalin Arika. Bunda akan kembali ke rumah kita," jelas Ara yang membuat Arika merasa sangat bahagia. Bukan. Bukan hanya Arika. Akan tetapi Gun, Ridwan, dan Selfi juga merasa bahagia. Senyuman di bibir mereka terukir dengan indah. Gun yang tak bisa menahan rasa bahagianya pun bergabung di dalam pelukan itu...

Di saat itulah Ara tersadar dari tidurnya yang panjang. Matanya membuka lebar menatap ke langit-langit ruangan itu yang kemudian ia edarkan ke seluruh penjuru kamar itu. Jari-jarinya pun mulai bergerak dan ingin mencapai tangan Gun yang sewaktu itu sedang tertidur di samping kanannya dalam posisi setengah duduk dan kedua tangannya yang dilipat dijadikan sebagai bantal yang menopang kepalanya. Rasanya sangat kaku dan sulit sekali bagi Ara mencapainya. Mulutnya yang masih tertutup masker oksigen pun berusaha untuk membuka. Hingga kedua bagian tubuhnya itu secara bersamaan melakukan fungsinya. "Indi..." ucap Ara pelan dengan tangannya yang sudah berhasil menyentuh tangan Gun.

●●●
BERSAMBUNG
.
.
.
.

See next part, Readers⚘️

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang