BAB 6

120 15 5
                                    

"Indi, kapan mobilnya nyala? Aku udah capek nih!" Gerutu Ara yang sedari tadi berdiri di trotoar sambil melihat suaminya yang berusaha keras memperbaiki mesin mobilnya yang tiba-tiba mogok di jalan.

"Sebentar lagi, cing. Ini hampir selesai kok," terangnya dengan tangan yang terus mengotak-atik bagian mesin mobil itu.

"Bener sebentar lagi? Kalo masih lama mending panggil montir aja deh, ndi. Daripada buang-buang waktu di sini. Mendingkan rebahan di rumah," ujar Ara yang tidak yakin dengan ucapan Gun.

"Iya, 5 menit lagi deh," cetus Gun.

"Hem, oke," respon Ara sedikit jengkel. "Aku pengen minum, ndi, di mobil ada air nggak?"

"Coba cari aja. Aku lupa,"

"Huft, iya deh," balas Ara sembari berjalan menuju mobil dengan malasnya. Dia pun mencari air mineral yang bisa menghilangkan rasa hausnya, tetapi di sana sama sekali tidak ada. Akhirnya dia pun pergi ke seberang jalan dan membelinya pada pedagang kaki lima yang biasa mangkal di pinggi jalan, tanpa mengantongi surat izin dari pihak yang berwenang. Jadi, kalau ada razia mereka pasti berlarian tak jelas, mencari tempat aman agar tak ketahuan. Tak hanya membeli air dalam botol, Ara juga membeli roti isi keju karna tiba-tiba dia merasa lapar akibat belum sarapan. Harusnya sekarang dia sudah berada di rumah makan dan mengisi perutnya itu. Namun apalah daya jika situasi tak berpihak pada rencananya.

"Ini kembaliannya, mbak," ucap bapak-bapak penjual tadi sembari mengulurkan uang sepuluh ribuan pada Ara.

"Oh, iya, pak. Terimakasih," balas Ara menerima uang itu dan memasukkannya ke dalam dompet kembali. "Eum, maaf pak, di sini ada bengkel mobil nggak ya? Soalnya mobil suami saya mogok tiba-tiba di sana. Mungkin bapak tau?"

"Oh, ada kok mbak. Tapi lumayan jauh. Ada sekitar 400 meteran lah dari sini," jelas pedagang itu.

"Ooh, jauh juga ya pak,"  respon Ara yang masih memikirkan jarak bengkel itu. "Ya sudah pak, saya permisi ya. Terimakasih buat informasinya tadi," pamit Ara yang hanya dijawab anggukan oleh pedagang itu.

Kaki Ara mulai melangkah ke jalan yang beraspal dengan pandangan matanya yang menoleh ke kanan dan kiri, memastikan bahwa sebelum dirinya menyebrang, tidak ada kendaraan yang melintas. Perempuan itu juga menatap wajah suaminya yang penuh dengan keringat dari jauh. Dia semakin tak sabar memberikan sebotol air mineral itu pada Gun. Bibirnya terus saja melebar dengan sesekali melirik kearah kantung plastik bening yang jinjingnya di tangan kanannya.

Fokus Ara jadi terpecah saat ini. Dia tak memperhatikan kondisi jalanan lagi. Hingga seorang pengendara sepeda motor yang melaju dengan kecepatan tinggi dari arah barat tiba-tiba menyambar dirinya.

"Brakkk" begitulah bunyi benturan antara tubuh Ara dengan bodi motor sport yang keras itu. Tubuh Ara terpental tiga meter dari posisi awalnya. Kantung minuman yang ada di tangan Ara pun ikut terhempas, bahkan sampai tempat dimana Gun sedang memperbaiki mobilnya.

"Ara..." teriak histeris Gun yang melihat istrinya sudah terlentang di atas aspal dengan darah yang mengucur deras dari pelipisnya dan bagian tubuh lain.

Gun berlari seperti kuda hitam yang sedang bertanding di arena balap. Pria itu bergegas mengangkat kepala Ara dan menaruhnya di atas kedua pahanya yang sudah gemetar hebat. Dia berusaha membangunkan wanita itu dengan suara lembutnya yang bercampur dengan kepanikan. Namun apalah gunanya. Bukan sebuah ucapan yang dibutuhkan wanita itu. Dia membutuhkan pertolongan segera mungkin agar bisa selamat.

Banyak pengguna jalan lain yang sudah mengerubungi tempat kejadian. Terdapat sebagian juga yang mengejar pelaku tabrak lari yang pergi ke arah timur sana. Suara-suara gumaman mereka terdengar jelas di telinga Gun saat itu. Mereka sangat bersimpati dengan kondisi istrinya. Namun ada juga yang mengatakan kalau istrinya itu bisa tiada. Secara luka yang ada di tubuhnya itu sangat parah. Air mata Gun pun membanjiri pipinya saat ini. Dia menangis histeris dan meminta mereka yang ada di sana untuk membawanya ke rumah sakit. Sayangnya tak ada satupun dari mereka yang mau membantunya. Bukan karna tak punya hati atau rasa kemanusiaan, tapi biarlah pihak kepolisian yang mengerjakan tugas ini.

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang