BAB 16

83 10 5
                                    

SEBELUM MULAI MEMBACA, PASTIKAN KALIAN SUDAH FOLLOW AKUN INI!
JANGAN LUPA KASIH BINTANG DAN KOMEN YG BANYAK, YA!

●●●
Hari berlalu begitu saja. Gun sangat lega karena perjalanannya ke bali tidak sia-sia. Dia berhasil mendapatkan proyek kerjasama besar dengan Siva Property Corp yang merupakan perusahaan maju di Bali. Namun rasa bahagianya menjadi sangat sempurna ketika dia bertemu Ara. Bahkan detik ini juga mereka sedang dinner berdua di sebuah resto yang menyajikan makanan khas Bali. Dengan sedikit kecanggungannya, Gun memulai percakapannya dengan Ara alias Nisa.

"Eum...kamu apa kabar, Ra?" Ucap Gun gerogi.

"Aku baik. Kamu sendiri?" Jawab Ara bertanya balik.

"Alhamdulillah, aku juga baik," cetus Gun tersenyum tipis.

"Oh iya, boleh nggak kalo kamu panggil aku Nisa aja. Soalnya aku lebih nyaman dipanggil dengan nama itu, dari pada Ara."

"Oh, iya. Maaf ya, aku enggak tau,"

"It's okay. No problem," jawab Nisa ramah yang membuat Gun bingung harus bertanya apa lagi padanya, padahal ia baru menanyakan kabar saja pada wanita yang duduk di hadapannya dengan segelas lemon tea hangat yang masih penuh.

Suasana semakin sunyi ketika semua makanan yang dipesan mereka berdatang. Keduanya hanya fokus makan meskipun ada curi-curi pandang di sana. Hingga tanpa terkendali, Gun membuka pembicaraan lagi saat piring yang tadinya penuh berkurang menjadi setengahnya. "Kaki kamu udah sembuh lama?" Lontar Gun sambil menelan makanannya.

Nisa jadi terhenti saat diajukan pertanyaan itu oleh Gun. Tangan yang tadinya memegang sendok dan garpu, kini berpaling pada segelas lemon tea hangat. "Udah sekitar dua tahun lalu," jawab Nisa setelah meneguk minumannya.

"Ouh, udah lumayan lama juga ya," kata Gun sambil mengaduk es tehnya.

"He'em," respon Nisa diiringi anggukan kepala.

Lagi lagi perbincangan mereka terputus sejenak. Namun tidak selama yang tadi. "Kamu sibuk apa sekarang?" Tanya Gun yang selalu membuka topik pembicaraan terlebih dahulu.

"Eum, enggak sibuk apa-apa si. Paling cuma ngajar anak-anak panti, terus main bareng sama mereka, sesekali bantu beresin penginapannya iwa, dan selebihnya aku gunain untuk sendiri aja si." Jelas Nisa yang sudah memegang alat makannya kembali. "Kamu sendiri? Masih sibuk di kantor?" Cetus Nisa seraya memakan kembali isi piringnya.

"Ya, iya. Aku kesini juga karna urusan kantor. Kalo enggak, mungkin kita nggak bakal ketemu," tutur Gun tersenyum natural yang hanya direspon anggukan saja oleh Nisa.

"Oh iya, kabar Arika sama yang lain gimana? Mereka baik juga kan?"

"Alhamdulillah mereka baik, Ra. Eh, maksudnya, Nis." Pikun Gun yang agak kegok saat menyebut nama Nisa pada wanita itu. "Cuma, banyak banget yang berubah setelah kamu pergi,"

Deg...lantas saja jantung Nisa terhenti sesaat setelah mendengar kalimat itu. Entah mengapa ia ingin sekali mengatakan maaf pada Gun. Hingga akhirnya bibir manisnya itu mengucapkannya dengan getaran yang mampu mempengaruhi suaranya. "Maaf ya, Gun. Harusnya ini nggak terjadi sama keluarga kamu," kata Nisa benar-benar merasa salah.

"Loh, kenapa minta maaf?" Ucap Gun menatap dalam mata Nisa yang sudah berkaca-kaca. "Jangan bilang karena perceraian kita!" Tukas Gun yang malah membuat Nisa berhasil meloloskan air matanya.

"Tapi memang itu kenyataannya, Gun. Harusnya aku bisa berpikir lebih panjang lagi sebelum mengambil keputusan besar itu. Aku juga harusnya mikirin perasaan kamu, Arika, dan semua keluarga kamu. Tapi, aku terlalu egois. Aku-" tutur Nisa langsung disergah Gun.

"Sstt..jangan bicara lagi! Udah, cukup!" Sergah Gun yang sudah berhasil menjatuhkan jari telunjuknya di bibir Nisa sementara bola matanya menatap dalam mata Nisa yang kini semakin dekat jaraknya. "Semua orang punya hak untuk memilih. Dan pilihan kamu sama sekali tidak ada salahnya. Kami semua sudah ikhlas kok. Lagipula aku bisa liat kalau kamu lebih bahagia sekarang. Itu tandanya keputusan kamu tepat!" Jelas Gun sangat dewasa.

Butiran-butiran air mata Nisa semakin cepat turun kali ini. Dia sangat terharu dengan semua perkataan Gun yang tidak menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada keluarganya saat ini. "Tapi, Gun, apa kamu juga bahagia dengan keputusan itu?" Cetus Nisa menatap balik Gun.

"Yah, tentu saja. Aku pasti bisa bahagia. Apalagi setelah ketemu kamu, dan ngobrol berdua kayak gini. Aku harap, hubungan kita bisa selalu baik ya. Jangan jadikan masa lalu sebagai alasan retaknya pertemanan kita. Kan kamu sendiri yang bilang kalo hubungan yang paling kuat di dunia ini adalah persahabatan. Jadi, mau nggak kamu jadi sahabat aku?" Ujar Gun memberikan penawaran pada Nisa.

Nampaknya Nisa harus berpikir lama untuk menentukan penawaran itu. Dia terdiam sembari terus menatap telapak tangan kanan Gun yang terbuka, yang sedang menunggu telapak tangan miliknya untuk bersatu di atasnya. "Oke, aku mau." Jawab Nisa seraya menaruh telapak tangan kanannya di atas telapak tangan Gun sambil tersenyum lebar yang juga membuat bibir Gun melebar tanpa beban.

Benar-benar sesuatu hal yang sama sekali tidak pernah mereka duga. Setelah perpisahan yang lama, akhirnya mereka dipertemukan dengan segala sesuatu yang sudah berubah juga pastinya. Lalu takdir kembali mengikat keduanya di dalam satu hubungan yang sangat dipercayai itu adalah hubungan yang paling kuat dan suci di dunia ini. Yah, tentu saja hubungan persahabatan.

Bisakah hadir kembali rasa ingin memiliki untuk yang kedua kali dihati bekas sejoli ini? Biar waktu yang akan menjawabnya.

Langit semakin gelap. Udara juga bertambah dingin. Gun dan Nisa memutuskan untuk menyudahi pertemuan mereka dan kembali ke tempat peristirahatan yang sudah siap meregangkan otot-otot punggung dan bagian lain akibat aktivitas seharian ini yang cukup padat. Lagipula mereka akan sering bertemu karna jarak penginapan Gun dengan rumah Nisa hanya tersekat tiga rumah saja, asal, Gun bisa lebih lama saja di sana.
.
.
.
.
Mantan jadi sahabat. Seru nggak tuh?

Next??
Komen yang banyak!

BENCI 2✔️ (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang