Ketika aku memasuki gerbang SMP
Ketika aku memasuki gerbang SMP Angkasa Jaya, semua orang di sini memandangku dengan pandangan risih. Memandangku dengan pandangan jiji. Memandangku dengan pandangan rendah. Ada apa ini? Dari arah lapangan, Ririn berlari seperti ketakutan.
"Tif, apa bener lo sama Ilham?" Tanya Ririn gantung. Ada apa ini?
"Apaan? Aku sama Ilham kenapa?" Tanyaku dan Ririn menghela nafasnya. Sebenernya ada apa sih?
"Tuh Ilham nya!" Seru Ririn menunjuk saudara kembar yang sedang menuju kearah kami.
"Kok semua murid di sini liatin gue gitu sih?" Tanya Idham
"Bukan liatin lo, tapi mereka liatin Ilham," ucap Ririn.
"Liatin gue?" Kaget Ilham. Ada apa sih antara aku sama Ilham? Kok jadi begini?
"Tif, Ilham, ikut ibu sekarang!"perintah Bu Syifa dan kami pun mengekori Bu Syifa sampai ruang bp. Duh kok aku tegang gini ya."Saya kira kalian akan menjadi panutan bagi siswa dan siswi di sini, anak rohisnya aja udah kaya gini, apalagi yang lain?" Bentak kepala sekolah yang entah mengapa dari tadi udah ada di ruang bp. Beliau melemparkan foto yang udah bolong seperti pernah ditancapi oleh paku.
"Itu dari mading depan mesjid," ucapnya. Itu aku dan Ilham, aku yang sedang nangis gara gara cape tranfusi darah terus, lagi curhat sama Ilham dan terlihat seperti kissing. Tapi sumpah kami tidak pernah berbuat hal seperti itu, bahkan untuk berpegangan tanganpun kami akan berfikir seribu kali. Apalagi foto ini di ambil di halaman mesjid.
"Biar saya jelaskan pak, saya tidak menyangkal itu kami, tapi itu tidak seperti yang bapak pikirkan, tidak seperti yang seluruh siswa pikirkan, kami hanya sedang berbincang, tapi dari posisi foto itu, kami seperti..."
"Ya, bapak mengerti, tapi apa buktinya?"
"Camera cctv?" Ucap Ilham, dan Pak Kepala Sekolah mengangguk mantap. Dia pun mengecek cctv dan mendapatkan rekaman waktu foto itu di ambil.
"Ham, aku capek,"
"Itu untuk kebaikan kamu Tif, Kak Faiz, Bang Kahfi, ummi, abi, mereka semua sayang sama kamu,"
"Tapi aku pengennya kaya orang lain, mereka tidak terikat sama tranfusi darah kayak aku,"
"Udah, jangan nangis terus, nih sapu tangan, maaf belum bisa aku hapusin air matanya, belum mukhrim,"
Dan aku pun mendadak malu melihat rekaman cctv itu. Canggung. Menurutku itu privasi.
"Kalian keberatan tidak rekaman cctv ini diputer di upacara?" tanya Pak Kepala Sekolah, aku mengangguk untuk menyampaikan bahwa aku keberatan, tapi Ilham menggelengkan kepalanya menandakan dia tidak kebertan.
"Maaf pak, menurut saya itu bersifat privasi, saya keberatan itu diputar," ucapku, mungkin kalimat yang ku gunakan bukan kalimat efektif, jadi Pak Kepala Sekolah seperti sedang mencerna kalimatku.
"Oke, bapak tidak akan memutarnya jika tidak perlu, tapi ini akan segera di klarifikasi." Ucap Pak Rangga.
★★★★★★★
"Nte Tifah!" teriak Zizah seraya merentangkan tangannya di depanku, keponakanku dan anak nya Bang Kahfi bersama Kak Reta. Anak berusia dua tahun yang menggemaskan itu selalu ingin aku gendong.
Aku yang sudah rapi dengan khimar hijau yang membalut tubuhku, tengah menunggunya datang kemari harus menemani Zizah dulu selama Kak Reta menjemur pakaian di loteng. Untungnya Reza tengah bersama Kak Fitri, kan repot banget kalo harus ngurusin dua anak sekaligus. Oh iya, Reza anaknya Kak Faiz dan Kak Fitri.
Jadi, di rumah ini yang jomblo aku dan sepupuku doang.
Ting tong
"Tifah! Buka pintunya! Ummi lagi nyiapin makanan buat ekhm.." ucap ummi, biasa deh ummi, sejak aku cerita dia bakalan dateng, ummi dan sekeluarga selalu ngecengcengin aku.
"Oke," ucap ku dan keluar bersama Zizah di pangkuanku untuk membuka pintu.
"Assalamu'alaikum," ucap wanita paruh baya yang datang bersama keluarganya. Satu keluarga yang berpakaian sangat rapi, bersama dia yang ada di paling belakang dengan senyum keki.
"Wa'alaikumsalam warahmatullah, silahkan masuk," ucapku tak lupa dengan senyum. Bu Hasna dan Pak Farhan terlihat terkejut tatkala melihatku.
"Silahkan duduk," ucapku dan dengan bingungnya menghampiri ummi yang tengah merapikan meja makan bersama Kak Fitri.
"Mi, Idham sama keluarganya dateng," ucapku dan ummi sempat sempatnya berdeham dan menghampiri keluarga Idham bersamaku.
"Assalamu'alaikum," sapa ummi dan duduk di salah satu bangku.
"Wa'alaikumsalam warahmatullah," jawab Bu hasna, Pak Farhan, Kak Gerda, dan Idham.
"Tifah, ambilin minum dulu kek," bisik ummi dan aku mengangguk.
"Gak usah formal formal lah ya," ucap Bu Hasna yang masih terdengar olehku yang tengah berjalan menuju dapur.
Di dapur, aku mendapati ke-empat kakak ku, dan sepupuku sedang nyengir lebar. Lebay.
"Nih kak," ucapku memberikan Zizah ke Kak Reta yang telah tiba dari loteng. Rumahku menjadi sangat rame, di tambah Zakiena, sepupuku dari Bandung yang kuliah di Jakarta.
"Ciee Tifah," bisik mereka. Walaupun bisik bisik kalo barengan ya pasti tetep berisik.
"Nih, minumannya udah di bikinin sama Kiena, soalnya gue tau, bikinan lo rasanya bakal absurd," ucap Kak Faiz dan aku melotot seraya menerima nampan berisi minuman itu.
"Aku, benci, Kakak," ucapku dan pergi dari sana.
★
"Idham! Semangat!" ucap keluarganya menyemangati Idham saat Ummi meminta Idham melakukan pengetestan. Kata abi, calon imamku, harus pinter ngaji dan hafal Qur'an, biar dia bisa membimbingku.
"Tifah bisa masak apa?" tanya Bu Hasna dengan penuh hati hati.
"Saya bisa masak ayam pop," dari sekian masakan yang aku bisa, aku memilih ayam pop. Karena, saat anak anak rohis perpisahan dulu, kita makan di rumah masakan padang. Dan Ilham bilang, kakaknya suka banget ayam pop, kalo dia sukanya ayam rendang.
"Itu masakan kesukaannya Idham loh. Kamu bukannya mantan Ilham ya? Tante gak nyangka akhirnya malah sama Idham. Ilham pasti seneng deh." Ucap Bu Hasna, dan aku hanya tersenyum getir, aku tidak bisa melupakan Ilham.
"Ma," senggol Kak Gerda membuat Bu Hasna manunjukan wajah bersalahnya. Bang Kahfi tengah mengetest bacaan Qur'an Idham, dan hafalan suratnya ditest Kak Faiz.
"Faiz sama Kahfi, jangan galak galak sama calonnya Tifah," ucap ummi. Itu membuatku malu di depan Bu Hasna dan menyenggol ummi.
"Mi," ucapku yang membuat ummi, Bu Hasna, dan kak Gerda tertawa mendengarnya.
"Idham memang calon imam kamu, kan Fah?" ucap Bu Hasna. Lagi lagi ada yang memanggil ku Fah. Fah itu sebutan yang you-know-who pakai untuk memanggilku. Banyak banget yang membuat hati ini ragu untuk menerima Idham.
★
"Mi, Idham lolos," ucap Bang Kahfi dan Idham tidak bisa berhenti menebar senyum yang mirip banget sama senyumnya Ilham.
"Jadi?" tanya Pak Farhan dan aku berdeham. Ya? Atau enggak?
"Bismillah, ya." Ucapku dan membuat Bang Kahfi dan Kak Faiz bersorak.
"Tifah bentar lagi gak bisa kita katain jomblo!" seru Bang Kahfi yang langsung kabur ke belakang ketika mendapat pelototan tajam dari aku.
★
Buat yang bertanya tanya Tifah sama Idham bertemu lagi nya gimana, mereka satu kampus di FK. Tapi kayaknya gak penting yha :D. IsyaAllah side chapter yang ke 2 secepatnya dipost.... :D
Afwan typonya:D makasih banyak semuanya:D
Wassalamu'aialkum
040615