11.2 (Gilang POV)

7.9K 606 18
                                    

"Lang, kemaren Hasna sms gue, dia kangen sama lo, katanya," ucap Bintang lalu tertawa, dia duduk di bangku Lathifah. Kami memang teman satu SMP dulu. Dan gue jadi keingetan Hasna. Dia akhwat yang selalu nguntit gue.

"Wah, ngarang lo, yang ada si Hamdi tuh nanyain lo," ucap gue dan dia tertawa, Hamdi itu dari kelas 7 udah naksir berat sama Bintang.

Kami pun bercanda, dan flashback masa masa SMP dulu.

"Berdua aja, nanti ketiganya setan," ucap Awan menginterupsi. Dia datang dari luar. Yang dikatakan Awan bener, gue dan Bintang hanya berdua, sebelum Awan datang, hanya saja wajahnya menunjukan kekhawatiran.

"Berarti lo, setannya," ucap Bintang sinis, dia memang sangat sentimen kepada Awan, dan Awan terus menjahili Bintang. Awas aja dia kena karma.

Eh tapi di islam ga ada karma kan ya?

Tak lama setelah itu, Tifah dan Nissa memasuki kelas, dan sekarang kelas rame. Tapi muka Tifah gak banget, pandangannya kosong dengan wajah lemas. Apa dia lagi ada masalah?

Lah ko gue yang panik?

"Lang, anter gue ke kantin yo," ajak Azam dan gue mengangguk.

"Bintang siapanya lo sih, Lang?" tanya Azam. Entahlah gue gak tau kenapa dia menanyakan Bintang, cewe berperawakan kecil dengan wajah ceria itu memang ya, agak selalu menjadi perhatian.

"Dia, temen gue dan juga Awan dari SMP," ucapku. Saat kami melewati toilet wanita, Azam langsung terlihat sanhat geram, dia kebapa coba?

"Lang, lo tunggu di sini ya, gue hajar itu orang dulu," ucap Azam dengan wajah siap menerkam siapa saja. Mata elangnya memicing dan menandai seseorang.

"Lo jangan hajar orang tanpa alasan," ujar gue dan dia seperti menahan amarah.

"Dia Fauzi Khairul, kakak kelas gue di Wastu Kencana," jelasnya. Tiba tiba terdengar suara akhwat berteriak minta tolong.

"Pergi! TOLONG!" Teriaknya lagi, dan Fauzi beserta komplotannya tertawa. Itu seperti suara Lathifah. Saat salah satu teman fauzi bergeser, benar saja itu Lathifah. Azam pun menghampirinya dengan wajah itu.

"Beraninya ke cewe, dasar bangke!" Teriak Azam, gak aneh sih dia berkata kasar, orang dia mantan preman, dia sendiri yang cerita.

Cowok macam apa gue? Hanya melihat dari jauh tanpa dapat berkutik.

"Weis, Azam? ada pahlawan kesorean, hahahahah," ucap Fauzi dengan senyum miringnya yang pasti tidak Azam sukai. Dia seperti sangat mengenal Azam.

"Kurang ajar!" Teriak Azam dan langsung menjatuhkan tinjuannya di perut Fauzi. Tifah terlihat sangat ketakutan.

Maaf Fah, gue ga bisa bantuin lo, kalo gue ikut campur, yang ada gue yang ngerepotin.

Setelah adu jotos yang menegangkan, Azam pun membanting Fauzi. Akhirnya Fauzi dan kawan kawan ngacir entah kemana.

"Tif, lo gak diapa apain kan?" Tanya Azam, dia terlihat salah tingkah, gue yakin Azam naksir Tifah. Entah mengapa gue jadi.. entahlah.

"Gak Zam Alhamdulillah, makasih ya," ucap Lathifah dan berlari pergi. Kayanya dia gak liat gue. Azam pun menghampiri gue dengan tangan yang memegangi ujung bibir nya yang memang berdarah.

"Anjir, bibir gue sakit gila," umpatnya, dia terus memegangi ujung bibirnya.

"Ko bisa si Fauzi ada di sini?" ucap Azam, dia sedang mengobati lukanya sendiri.

"Dia kakak kelas Zam, emang kelakuannya itu kaya preman, dia sering di skors, kalau bukan gara gara bapak nya, dia pasti udah di DO, katanya." Ucap Fikri yang tidak beralih dari ponselnya. Cocok banget sama Tarra yang gak bisa lepas dari ponsel banget. Mudah saja jika kalian mau mencari Tarra. Cewek itu tak pernah lepas dari ponsel.

"Bibir lo kenapa lebam gitu?" Tanya Awan, dan Azam mendengus. Dia menunjukan mata elangnya yang menatam tajam ke arah kompresan.

"Gue adu jotos sama si Fauzi, tadi dia mau nyerang si.. ekhm Lathifah," ucap Azam dan semua orang disini langsung ngeliat kearah gue. Lah? Kok jadi liatin gue?

"Apa?" Tanya gue, dan mereka tertawa. Apa yang lucu? Kok perasaan gue punya temen sedeng semua.

Suasana kembali sunyi, dan gue melihat kertas yang dimasukkan ke celah pintu, ini kali pertamanya kamar asrama gue kemasukan surat.

Dan gue mengambil surat itu, di bagian depan amplop nya tertera Azam 1 D.

"Buat lo," ucap gue dan melempar surat itu. Dia pun membukanya lalu membaca dengan seksama. Gue jadi kepo siapa yang ngirim surat saat Azam sampe senyam senyum baca surat itu.

Awan pun menarik surat yang ada di tangan Azam dan membacakan keras keras.

" Assalamu'alaikum wr wb, saya menulis ini untuk mengucapkan terimakasih kepada akhi, dan maafkan saya telah su'udzon padamu saat aku melihat kau di ruang administrasi beberapa hari yang lalu. -Lathifah," Awan membacakan suratnya, dan kami langsung tertawa, mungkin mereka yang tertawa. Gue hanya tertawa getir. Semoga mereka tak menyadari.

"Sst, ada yang cemboker," ucap Awan, mereka menatap gue. Udah gue bilang, temen temen gue ga ada yang normal.

"Apa?!" ucap gue dan mereka tertawa keras. Dih.

Tapi gue akui, dada gue agak sesak mengetahui Tifah menulis surat pada Azam. Surat menggelikan gue tempo hari aja belum dibales. Tapi, gimana mau dibales? Orang gue ga nyantumin nama gue di sana.

Gue gatau, dia beda, dia kalem tapi dia ga pendiem banget, dia sopan, rajin, dan suaranya itu menyejukan hati. Kenapa bahasa gue jadi menggelikan gini? Bodo ah. Tapi, gue kagum sama dia. Coba garis bawahi kagum.

Tbc

Gue gatel mau nulis pov nya Gilang haha.

Ini apa?

Absurd amat ya.

Ye-ay. Maafkan typo nya yhaa :3

Gak bosen bosen gue ucapkan terimakasih atas RVC-nya.

Boarding School [Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang