"Allah bersama orang yang sabar Tif," ucap kak Faiz di sela tangisanku. Ya Allah, apa dosaku sudah terlalu besar, sehingga kau menghukumku seperti ini. Siapa yang tak terpukul bila sebelah kaki nya tidak berfungsi dengan baik lagi?
Walaupun ada harapan kaki ku kembali bergerak, tapi itu entah kapan.
"Tidak kah cukup aku mengidap penyakit, yang mengharuskan ku tranfusi darah secara rutin kak?" ucapku dan kak Faiz mengusap punggungku.
"Tifah, lo ga boleh ngeluh, tandanya Allah masih sayang sama lo, ini ujian lo. Apakah lo akan tetep di level ini, atau lo akan naik ke level selanjutnya," ucapnya menenangkan ku.
★
"Tifah," sapa dokter Reta yang menghampiriku seraya tersenyum. Aku yang sedang makan pun langsung teralihkan perhatian.
"Ia Kak?" tanyaku dan dia tersenyum. Dia menghampiriku, dan ya, aku memanggilnya kakak.
Dia mengingatkanku pada Bang Kahfi.
"Udah bisa belum pake alat nya?" tanya kak Reta hati hati, aku maklum jika dia berkata begitu. Ya memang aku harus berlatih keras untuk dapat berjalan. Sekarang aku berjalan dengan tongkat.
"Udah makan latihan yu?" ajaknya, dan aku menyimpan makanan ku, yang kebetulan udah abis juga.
"Yu kak," ucapku dan bangkit dibantu oleh kak Faiz, aku pun terduduk di kasur.
"Pergelangan tangan kiri nya, masukin ke sini, nah jarinya pegang ini," ucapnya mengarahkanku memakai tongkat. Untunglah aku memakai tongkat simple, kalo yang tumpuannya di ketiak, bisa bisa ketiakku lecet. Mikir apa sih aku ini. Menggelikan.
"Waktu kaki kanan dilangkahin, tongkatnya tahan, biar ga jatuh, ayo coba," ucapnya dan aku berusaha berjalan. Aku menekan erat tongkat yang berada di tangan kiriku saat kaki kanan kulangkahkan. Sedangkan kaki kiri aku geser karena ku belum bisa mengangkatnya.
Dan begitu seterusnya.
"Tifah hebat!" seru kak Reta dan bertepuk tangan, aku pun kembali duduk di kasur.
"Sering latihan ya, biar cepet lancar jalannya," ucap nya dan tersenyum yang menampakkan lesung pipi nya. Dan dia melangkah pergi.
Sejak saat itu, aku terus berlatih.
Jatuh, bangkit, jatuh, bangkit. Begitu seterusnya. Ini tidak mudah.
☆
"Kak, beliin aku es krim dong di lanrai bawah, jangan lupa beluin aku minuman dingin," ucapku dan Kak Faiz menggeleng tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
"Kak," ucapku merajuk, dia tetap menggeleng.
"Yaudah, aku beli sendiri aja," ucapku dan berusaha membuat kegaduhan untuk menyentuh hati Kak Faiz untuk membelikan es krim.
"Paling lo cuma gertak gue kan?" ucapnya dan tidak memalingkan wajahnya dari layar ponsel. Adiknya lagi pengen es krim malah dicuekin. The power of gadget.
"Please," ucapku dan dia menggeleng.
"Yaudah," ucapku dan bangkit dengan susah payah. Aku mengkerucutka bibirku dan berjalan menuju pintu. Kak Faiz kok gak tahan aku sih? Bete.
"Kak Faiz mah jahat sama Tifah,"
"Tuhkan kalo sakit manjanya keluar," ucap Kak Faiz dan dia akhirnya bersedia membelikanku es krim. Yeay!
"Kak, yang coklat ya," ucapku dan dia mengangguk, akupun kemvali ke tempat tidur.
Yes! Yes! Es krim!
☆
Sayah ga pernah koma, jadi ngasal tentang koma di chap14, hehe. Maafkan yaa♥
Ye-ay maafkan typo nya yha :3
Thanks buat RVC nya yhaa :3