"TARA! LO MANDI APA PINGSAN?" teriak Bintang seraya menggedor gedor pintu kamar mandi yang ada di depannya. Aku hanya bisa menjaga gendang telingaku agar tetap utuh.
Tak lama Nissa keluar lengkap dengan seragamnya. Aku hanya mundur dan mempersilahkan Bintang mandi duluan. Dari pada perang dunia ke 3? Nanti buku sejarah makin tebel.
"Sabar Tif, dia memang begitu," ucap Nissa yang sedang kelabakan mencari sesuatu.
"BINTANG! GUE PINJEM PENGERING RAMBUT YA!" Ucap Nissa teriak. Ganyangka juga Nissa teriak kenceng banget. Kupikir, Nissa orang yang anti teriak. Tapi ternyata, perkiraan tidak selalu benar, bung.
"Ia Nissa, boleh," ucapnya lagi dengan mencemprengkan suaranya seraya menggunakan pengering rambut berwarna merah muda itu.
"Makasih Bi!" Ucapnya lagi.
Akhirnya Tarra keluar juga, aku langsung bergegas masuk ke sana.
***
"YOVIETA BINTANG! CEPET DONG AH!" teriak Tarra saat semua selesai tapi Bintang baru saja mengeringkan rambutnya, apa dia tak melihat jam?
Mau diapain lagi? Toh kita sudah telat. Waktu menunjukan jam 07:05. Akhirnya Bintang siap juga.
"Ayoo!" Seru Bintang dan kita semua berlari setelah Nissa mengunci pintu kamar.
Di tengah jalan pada saat kami sedang berlari, aku mendengar langkah kaki lain, dan suara "Cepetan dikit!" milik seorang ikhwan.
#bugh
"Jalan pake mata dong! Gue jadi bersentuhan sama lo kan! Mau tanggung dosa gue?" Teriak Bintang saat ikhwan itu menabraknya. Tidak Bi, ini bukan saatnya untuk berdebat.
"Ya gue minta maaf kanjeng," ucapnya malah menyulut emosi Bintang.
"Awan! Cepet! Jangan berantem dulu! Kita udah telat!" Seru ikhwan yang lain.Sosok ikhwan yang... MasyaAllah- loh eh! Astaghfirullah! Ga baik mikirin ikhwan, dosa! Dosa!
Namanya itu-- loh malah dilanjutin.
"Lo, cewe rese! Minggir!" icap ikhwan yang tadi berteriak duluan, pantas aku kenal suaranya, dia orang yang aku temui kemarin. Semoga ga ketemu terus sama ikhwan yang begini. Tapi ketika Nissa melihat Azam, tatapan Nissa berbeda. Seperti kilatan dendam tapi hanya secuil saja, selebihnya kilatan kecewa sedih marah dan sejenisnya.
Kita melanjutkan langkah kita, dan ternyata kita satu kelas. Fakta yang membuat harapanku pupus. Harapan untuk tidak bertatap langsung dengan ikhwan-ikhwan absurd seperri mereka.
"Awan, Gilang, Fikri, kalian jangan ngajak Azam buat telat, cukup kalian saja!" Teriak bu Jena, terlihat dari name tag nya.
"Dan kalian berempat, cukup lah Awan dan teman temannya yang telat! Ga usah kalian ikut ikutan telat juga! Duduklah! Dan kalian berdua, siswa baru kan? Perkenalkan diri kalian," ucapnya, duh bu Jena ganas amat. Ampuni Hayati, Bu.
"Gue Azam Rahman, lulusan SMP Wastu Kencana," ucap Azam tak lupa dengan senyum miringnya. Ketika Azam berkata begitu, Tarra dan Bintang langsung menatap Nissa dengan tatapan minta penjelasan. Aku semakin tidak mengerti.
"Saya Lathifah Khairunnisa, saya lulusan SMP Angkasa Jaya," ucapku dan semua orang di sini, melebarkan matanya. Memangnya ada apa?
"Kau Azam, duduklah di samping Gilang, dan kau Lathifah, duduk lah di..." ucap bu Jena sambil berpikir.
"Duduk lah di samping Hanan,"
Bumi... telan aku sekarang juga! Aku tidak mungkin duduk bersama Hanan, dia duduk di perbatasan ikhwan dan akhwat.
Dan aku duduk di samping Gilang. Walaupun jarak nya jauh banget. Tapi tetap saja, ini sebuah cobaan
Kelas pun berlangsung seperti biasa, tapi sayangnya jantungku sedari tadi melakukan konser. Masa ikhwan asing yang membuat jantungku berdetak di luar ritmenya? Ah, tapi tidak. Hanya dia yang bisa.
Hanya dia yang bisa membuat jantungku berhenti berdetak untuk sementara, hanya dia yang membuat seakan oksigen di muka bumi menipis. Hanya dia yang membuat pipiku merona hanya karena melihatnya dari jauh.
Ikhaan asing? Oh tentu tidak. Ku pikir, ini hanya godaan setan yang membuatku tidak nyaman berada dekat dekat dengan Gilang.
★
"Eh kenapa ga cerita kalo lo lulusan Angkasa Jaya?" tanya Bintang yang tiba tiba duduk di mejaku.
"Denger ya Bintang, itu ga penting," ucapku, dan cowo yang debat dengan Bintang tadi menghampiri kami, oh ayolah apa tidak ada cctv di sini?
"Yovieta Bintang Nurhasanah! Gue peringatin lo untuk yang terakhir kali! Kalo lo kepergok numpahin kayu putih ke loker gue lagi, gue jamin, liburan nanti, lo gak akan kumpul sama keluarga," ucap Awan.
"H-heh! Lo suudzon aja sama orang! Ko jadi gue yang salah? Ikhwan itu kenapa suka nyalahin akhwat?" Ucap Bintang, dia tak bisa sembunyikan wajah paniknya. Rupanya, Bintang tidak bisa ngeles dengan mulus.
"Siapa lagi kalo bukan lo? Dedemit licik yang bisanya numpahin kayu putih ke loker orang!" Ucap Awan kesal, Gilang langsung datang dan menarik Awan.
"Bintang, maafin Awan udah seenak jidat nuduh lo-"
"Lang! Dia yang jahilin gue!" Teriak Awan di telinga Gilang, membuat dia harus menutup telinganya.
"Lo punya bukti gak, Wan? Oh ia, gue Gilang, salam kenal ukhti Thifah," ucapnya lagi, aku hanya membalas dengan mengangguk dan berdoa supaya dia tidak melihat semburat merah di pipiku.
"Yu ke kantin?" Ajakku, Bintang masih gugup gara gara dilabrak Awan tadi. Feeling ku sih, memang dia yang jahilin Awan deh, ya.. feeling doang, ah takutnya malah suudzon, sudahlah bukan urusanku.
***
Dari tadi Nissa hanya berdiam diri, sebenarnya apa yang terjadi pada Nissa? Aku memang belum terlalu mengenal Nissa, tapi aku tahu betul ketika air muka nisa berubah 180° ketika dia melihat Azam.
Azam pun memandang Nissa dengan pandangan berbeda, mereka seperti sudah saling mengenal, dan memiliki kisah yang tidak menyenangkan.
Udah berapa kali aku suudzon sama orang hari ini? Astaghfirullah.
"Tif, kok bengong? Jus nya cepet cepet diabisin, nanti keburu bel," ucap Bintang yang rupanya telah menghabiskan makanannya. Aku pun mengangguk dan meminum minumanku.
Aku ko jadi kepikiran Idham ya, kok bisa kebetulan gini dia satu sekolah lagi sama aku. Jika dia masih ada... mungkin dia pun akan bersekolah di sini juga. Dan setidaknya sekolah ini tidak terlalu menakutkan. Astaghfirullah, itu kan sama aja mendahului kehendak Allah, aduh udah berapa dosa yang aku lakukan.
Satu getaran dari ponselku memerintahkan aku untuk membukanya.
Idham: Kalo Ilham masih ada, dia pasti akan sekolah bareng sama lo, sama kita. Mungkin kalian jodoh.
Lathifah: Ham, gak boleh ber-kalo kalo.
Idham: Kan yang gak boleh tuh ber-andai andai.
Lathifah: Sama aja, akhi._.
Idham: Cie sekarang mainnya akhi-akhian.
Lathifah: .
Idham: Maaf deh ukhti.
Lathifah: Udah dulu ya Ham, udah bel tuh. Assalamu'alaikum.
Idham: Wa'alaikumsalam.
Tbc
D-7 UN
Waaaaaaaaaa satu minggu lagi ģůê ÚŇ wkwkwkwkwkkw. Wish me luck o:)