2. MAN NF

17K 1K 16
                                    

Madrasah Aliyah Negeri Nurul Fikr, itulah yang tertera di bagian atas jas ku, ya! Ini seragam ku kelak, semoga aku, Ummi, dan Abi mengambil keputusan yang benar. Tepat ketika aku memasukan peralatanku ke koper, sebuah pesan muncul di layar ponselku.

Ririn: Assalamu'alaikum Thifah! Di sini terasa kurang tanpa lo, coba aja lo masuk ke SMAN 98, kita pasti lengkap. Btw gue, Syifa, dan Ai satu kelas loh!

Me: Wa'alaikumsalam Rin, sampaikan saja salamku pada mereka, aku masuk ke MAN Nurul Fikr, mungkin ini yang terbaik untuk ku, jaga hati kalian, tetap semangat!!!

"Sudah siap, kan?" tanya Abi dari balik pintu. Aku mengangguk seraya menarik koper. Aku membayangkan bagaimana teman teman ku di sana, mereka pasti riang dengan seragam barunya. Ya Allah, tenangkanlah aku.

***

Aku terus mengekor dibelakang abi, tak ada yang memandangku seakan aku teroris, seperti dulu saat aku daftar ulang di SMP Angkasa Jaya. Mereka sama sepertiku-dengan jilbab panjang jatuh di bawah pantat.

---

"Masih ada ya orang yang berpenampilan seperti itu, aku jadi ngeri," ucap salah satu senior di sini, dia menatapku seakan aku adalah virus ebola.

"Tifah, jangan kau hiraukan apa kata teman mu, kau harus bertahan dengan jilbab mu," ucap abi yang mendengar juga perkatan siswa siswi di sini.

---

"Tifah, jangan melamun," ucap abi menyadarkan lamunanku, tapi aku tidak melamun, aku sedang mengingat masa lalu ku.

"Lathifah Khairunnisa kan?" ucap seseorang yang kutemui di lift-ya! Sekolah ini mempunyai lift. Sekolah yang sangat luar biasa dengan segala fasilitasnya. Aku melirik sosok itu dan seoranh ikhwan** bersama Ayahnya berada datu lify denganku. Jelas aku mengenalinya. Dia Idham. Tapi aku tak berani memandangnya.

Karena memandangnya adalah sebuah kesalahan.

"Ham, Assalmu'alaikum, gak nyangka bakal satu sekolah sama kamu lagi," ucapku-tapi ketika aku berbicara demikian tiba tiba abi menyenggolku, aku tahu abi tak suka jika aku ber-dialog dengan orang yang bukan mukhrim ku.

Kita tidak tahu hati manusia, lebih baik kita mencegah, daripada mengobati. Itu yang selalu abi ucapkan.

"Wa'alaikumsalam Tif," ucap Idham, tak ada yang memecah keheningan sampai lift tiba di lantai 3. Dan kita langsung menuju administrasi.

"Selamat siang, Silahkan isi biodata, dan ini semua yang ukhti butuhkan," ucap wanita paruh baya, yang mengingatkan ku kepada bunda. Yang tetera di nametagnya hanyalah "Fatimah Azzahra".

"Silahkan isi biodata, dan ini semua yang akhi butuhkan," tak sengaja aku mendengar ada orang lain selain aku dan Idham di sini.

"Bisakah saya yang mengisi? Azam tidak akan mau mengisi ini," ucap sang ayah, dengan segala rasa penasaran, aku tetap menguping dan melanjutkan pengisian biodata.

"Ayah! Biarkan Azam pulang! Azam gak suka!" Ucap anak itu, ku rasa nasib ku dan dia tidak jauh berbeda. Hanya aku lebih tenang dan dia lebih memberontak. Ha. Kalau saja boleh, aku juga sangat ingin memberontak. Ingin sekali.

"Azam, bercengkrama lah dengan bapa ini, kau akan mengetahui sisi positif dari sekolah ini," ucap sang ayah.

"Oke! Bisakah kau ceritakan seluas apa tempat parkir di sini? Aku tak ingin tidak kebagian lahan parkir untuk mobilku kelak!" Tanya anak yang ku tahu bernama Azam.

"AZAM!" Teriak sang ayah, dan Azam malah menggumamkan sumpah serapah atas kekesalannya.

"Ini boarding school, kau tak akan mengendarai mobil mu dari asrama kan?" Ucap ayahnya, memang benar sih, orang gila mana yang mengendarai mobil dari asramanya?

"Aku pun tak suka dengan wanita penguping!" ucapnya dengan nada ketus. Sebodo amatlah mau dia manggil aku penguping, atau apapun. Yang penting, semoga aku tidak diperkenalkan dengannya.

"Omonganmu semakin tidak jelas saja," ucap ayahnya

"Ayolah, Azam tidak akan berbuat yang aneh aneh lagi, Azam berjanji, asal ayah mengizinkan Azam pindah ke SMA,"

"Kau pernah mengatakan ini saat ayah akan mendaftarkanmu ke MTs, tapi apa buktinya? Di SMP kau bahkan lebih kacau, kau tahu, ayah menyesal tak mendaftarkanmu ke MTs," Ucap ayahnya dan Azam tidak lagi berguming, huh ada saja manusia yang seperti itu.

"Ini ibu, saya telah mengisinya dengan teliti, apa yang harus saya lakukan lagi?" Ucapku dan ibu itu langsung mencari sesuatu, dan menempelkan materai di atas kertas.

"Tanda tangan di sini, di sini, dan di sini," ucapnya seraya memberi tahuku mana saja yang harus aku tanda tangani. Akupun mulai tanda tangan.

"Ini bu, apa lagi yang harus saya kerjakan?" Tanya ku lagi.

"Tunggulah ukhti, pa, sekarang tanda tangan di samping tanda tangan Lathifah," ucapnya seraya memberikan dokumen itu beserta pulpennya. Setelah abi menanda tangani itu, dia menyerahkan pada bu Fatimah.

Bu Fatimah langsung mengambil dokumennya dan memperbanyaknya dengan fotokopi, ia menyerahkan salinannya kepada ku, dan juga dia memberikan brosur beserta kunci asrama ku. Akupun beranjak dari sana dan menuju asramaku, tanpa menyapa Idham.

Aku mulai bersekolah besok pagi.

***

"Abi, trimakasih telah mengantar Tifah, sampaikan salam ku ke bang Kahfi dan kak Faiz jika dia pulang," ucapku sambil memeluk abi, dan abi hanya menganggukan kepalanya dan pergi.

Aku pun membuka kunci pintu dihadapanku ini, dan melihat 4 tempat tidur, 4 meja belajar, 4 lemari kecil, 2 pintu, dan ruangan yang cukup luas untuk ditempati 4 orang akhwat*).

"Assalamu'alaikum," ucapku dan mereka langsung menoleh seraya menjawab salamku. Aku tersenyum kikuk pada mereka yang menatapku terkejut.

"Hai! Teman kamar baru!" Ucap seorang akhwat yang memakai jilbab berwarna merah muda. Wajahnya terlihat sangat riang dan ceria. Aku yakin dia orang paling banyak berbicara dari tiga orang yang lainnya.

"Maafkan lah Bintang, dia memang selalu membicarakan mengapa kamar lain berempat sedangkan kita bertiga? Oh ia, gue Farhatunnisa, lo bisa panggil Nissa," ucap akhwat yang berjilbab hitam seraya menjulurkan tangannya, aku langsung menyambut ulurannya dan tersenyum seraya memperkenalkan diriku.

"Tara Anne," ucap akhwat berjilbab sama dengan yang aku kenakan, hijau. Dia pun mengajaku berkenalan.

"Aku Lathifah," ucap ku merespon ajakannya.

"Gue Bintang! Bintang Kejora yang menghiasi gelapnya kamar ini," ucap Bintang, dia terlihat ceria.

"Nama kamu keren, Bintang kejora," ucapku dan agak tertawa. Dia mengenalkan namanya seolah olah dia adalah benda langit yang bersinar itu.

"Ah yang bener aja, nama gue bukan Bintang Kejora, tapi Yovieta Bintang, lo boleh panggil gue sesuka hati saja," ucapnya dan tersenyum lebar.

Ya Allah, yakinkan hati hamba, untuk menuntut ilmu di sini.

***
A/N
*) akhwat- perempuan
**) ikhwan- laki laki

Gue lagi nyoba teenfic islami hehe, ide nya sih dari kapaaaaan, tapi ya baru diirealisasi... uwey bahasnya keren coi. Mohon bantuan, kritik, saran atau apapun itu...

Thanks buat RVC

D-9 UN

Boarding School [Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang