10. Daisy

1.2K 93 9
                                    

Pencet vote dulu, yuk!

Langkahku berpacu di atas lantai koridor yang sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkahku berpacu di atas lantai koridor yang sepi. Ini masih jam enam pagi. Gerbang baru saja dibuka. Hanya ada petugas kebersihan yang berkeliaran di sekitar sekolah dan aku sangat bersyukur karena itu.

Setelah memasukkan headphone, sejumlah buku, serta beberapa tumpuk baju ke dalam loker, aku berlarian di toilet.

Hampir saja ada siswa rajin yang sering datang terlalu pagi melihat wajahku yang memerah dan sembab.

Seorang petugas kebersihan baru saja keluar dari toilet ketika aku masuk. Aku menatap wajahku dari cermin di depan wastafel. Ada tampang memuakkan dengan mata berurat merah dan kelopak yang bengkak di cermin yang tak lain adalah pantulan wajahku sendiri.

Seburuk itu penampilanku pagi ini. Sebisa mungkin aku selalu menunduk agar tidak ada yang melihatku menangis.

Aku membasuh wajah dengan air agar mata sembab itu tersamarkan. Nyatanya sama saja, meskipun sudah kubasuh berkali-kali, wajahku masih terlihat memerah.

Jadi, aku menghabiskan malamku dengan menangis di tempat tidur, itu sebabnya wajahku jadi sejelek ini ketika bangun.

Aku mengusap tetesan air di wajah. Seketika teringat kejadian semalam yang membuat air mataku ingin keluar lagi.

Menahan tangis itu sakit. Napasmu akan berubah sesak, jantungmu akan berdebar hebat, tubuhmu akan gemetar panas dingin, nyaris seolah kamu akan pingsan. Dan itulah yang kualami sekarang.

Sampai akhirnya aku tidak bisa menahannya lagi dan aku menangis di perjalanan menuju ke rooftop. Tidak peduli orang-orang akan melihatku.

Hingga tiba di tangga teratas, aku bisa merasakan dinginnya udara pagi yang menerobos pintu terbuka itu.

Masih ada sisa air hujan di tangga, pastinya karena hujan badai semalam. Aku masuk ke area rooftop dan menuju ke tepian. Di sana aku bisa melihat lanskap kota beserta garis cakrawala yang begitu indah. Siapa tau pemandangan itu bisa jadi obat untuk rasa sakit.

Burung-burung berkicau dan berterbangan di langit seolah bertanya apa yang terjadi padaku. Aku bersyukur alam masih peduli padaku, karena hanya mereka satu-satunya makhluk di bumi ini yang berada di pihakku.

"Ekhem!"

Seketika tangisanku berhenti. Aku menghapus air mata di pipi. Kalau tidak salah, aku mendengar suara deheman dari belakang. Vicky berada di sana, sedang duduk di atas atap.

Aku mengusap air mata lagi. Memastikan aku tidak salah lihat. Sosok berseragam dan berdasi itu bukan hantu, dia terlihat solid.

Dia Vicky. Setelah beberapa hari ini kucari dan kutunggu kedatangannya, dia akhirnya muncul lagi.

"Mau gabung?" tanyanya ketika tau aku memperhatikannya. Dia menggeserkan tubuhnya ke samping, seolah memberiku tempat di sampingnya.

Aku ragu-ragu mendekat. Sebelum duduk di sampingnya, aku memastikan air mataku sudah kering agar dia tidak mencurigaiku.

EVIDEN (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang