41. Buka-bukaan

22 10 7
                                    

41. Buka-bukaan

Rumah kecil ini sudah ramai dengan orang-orang berpakaian serba hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah kecil ini sudah ramai dengan orang-orang berpakaian serba hitam. Bendera kuning sudah tergantung di tiang, menandakan adanya yang sedang berduka. Papan-papan bunga bertuliskan "Turut berdukacita" berderet di area rumah kecil itu. Kerabat-kerabat dari Danielle seluruhnya hadir dalam upacara pemakaman ini.

Gadis dengan rambut yang sudah sepenuhnya hitam dan tidak lagi berponi pink itu tengah duduk menghadap ke peti ayahnya. Ia terus memandangi jasad sang ayah yang sudah pucat itu. Rasanya ia ingin memeluk ayahnya lagi, tapi sudah tidak bisa.

Banyak orang-orang yang hadir untuk berbelasungkawa. Tidak terkecuali, Luna dan Andrea. Mereka turut hadir dalam pemakaman Tristan. Meski menjadi korban, tapi Andrea tetap ingin berbelasungkawa dan berdoa yang terbaik untuk keluarga Tristan yang ditinggal.

Dua mobil hitam itu sampai di pekarangan rumah Tristan. Dua keluarga turun dari mobil mewah itu. Mereka adalah keluarga Mahesa dan Arkanlea. Gideon melepas kacamata hitamnya dan melihat sekelilingnya. Ia berjalan mendahului keluarganya. Pria itu masuk kedalam rumah untuk menemui Kiana dan Stella. Langkah kaki pria itu langsung disusul oleh Amanda dan Andrea.

"Mama masuk dulu, ya." Ucap Amanda lembut pada Boy dan Atas. Kedua lelaki itu mengangguk patuh.

"Itu ada Luna, temuin, gih." Lanjut Amanda. Wanita itu kemudian menyusul Gideon tanpa melihat respon anaknya.

Boy menoleh kearah Luna yang tengah bersandar di mobil itu. Atas menyadari Boy yang memperhatikan Luna di tempat sontak menyenggol sikutnya dengan cukup keras.

"Woi, bangs*t! Apa si?" Gerutu lelaki itu.

Atas tersenyum jelek. Ia kemudian mendekatkan bibirnya dengan telinga Boy. Ia membisikkan sesuatu. "Lo inget dulu gue pernah nyuntikin cairan ke badannya Luna?" Bisiknya sambil menunjukkan ponselnya.

Boy melihat kearah ponsel Atas yang menunjukkan hormon Serotoninnya cukup tinggi. Atas kembali berbisik pada Boy.

"Serotonin dia tinggi. Berarti lagi galau," bisik lelaki itu yang kemudian menuai toyoran dari Boy.

"Ngawur Lo!" Sambar Boy. Ia kemudian tertarik dengan cara Atas membuat aplikasi yang dapat mendeteksi hormon seseorang. "Tolong ajarin gue nanti,"

Atas menoleh pada Boy sambil mengusap-usap kepalanya yang ditoyor Boy. Ia terlihat kebingungan mendengar ucapan Boy barusan.

"Hah?" Sahut Atas bingung.

"Ajarin gue," imbuh Boy dengan rasa sedikit gengsi.

"Ajarin apa?"

"Itu."

"Apa, si?"

"Pokoknya ajarin gue itu!" Tekan Boy sambil menunjuk ponsel Atas. Seketika Atas langsung memahami maksud Boy.

Arkanlea || [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang