28. Mother and God

13 6 0
                                    

Another konten chapter sedikit mengandung 🧄🧄🧄

°°°°°

28. Mother and God

Pikiran Boy cukup bercabang hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pikiran Boy cukup bercabang hari ini. Pasalnya, pertemuannya dengan Helia cukup membuat kepalanya pusing. Helia merombak segala rencana yang telah ia buat dan mempercepat pergerakan. Dalam lima hari Helia akan membongkar segala kejahatan Tristan setelah bertahun-tahun ia mengumpulkan bukti-bukti kejahatannya. Gideon pun tak berkomentar. Ia hanya mempercayakan segalanya pada Boy untuk mengatasi masalah ini.

Boy cukup muak setelah seharian berdiam diri didalam markas rahasianya bersama Atas. Bahkan Atas sendiri sudah tidak tahu bagaimana cara untuk membantu Boy sekarang. Lelaki itu menyodorkan segelas kopi hitam untuk Boy. Ia sengaja tidak memberi kopi itu gula karena Boy tidak suka kopi manis ketika ia tengah stres. Boy meraih gelas dan menyeruput kopi itu tanpa perasaan.

"Pelan, pelan. Masih panas," ujar Atas. Lelaki itu mendaratkan tubuhnya diatas kursi kerja disamping Boy. Atas tampaknya tidak begitu ambil pusing sebab ia tidak banyak berkontribusi dalam bagian internal masalah intelijen keluarga Arkanlea.

Atas menoleh pada Boy yang tengah memijit kepalanya. "Gak semua hal harus lo pikirin mateng-mateng," tutur lelaki itu yang membuat kepala Boy menoleh kearahnya. "Bisa aja ditengah jalan nanti, rencana itu bakal berubah tanpa perundingan. Who knows?" Lanjutnya.

Boy menatap Atas dengan tatapan angkuh. Ia kemudian menjawab ucapan Atas. "Gue terlahir sesempurna ini. Artinya setiap rencana gue juga harus sempurna. Sejauh ini gue gak pernah gagal dalam tugas."

Atas melirik Boy dan tertawa kecil. "Sempurna gak artinya gak boleh gagal. Justru kegagalan bisa bikin lo lebih kuat," jawabnya.

Bukan mengiyakan, Boy justru menatap sinis Atas. "Gue gak butuh motivasi dan nasehat lo," semburnya. Atas terdiam seketika. Ia lupa kalau adiknya yang satu ini memang tidak begitu suka dinasehati.

Keheningan sempat memutari mereka selama beberapa detik, hingga tiba-tiba terdengar suara tembakan dari luar rumah. Atas dan Boy saat itu juga segera keluar dari markas untuk melihat keadaan diluar. Langkah mereka semakin cepat begitu pula kerasnya suara tembakan yang terdengar dari luar. Atas dan Boy sampai di ruang tamu, dan melihat banyak ajudan-ajudan Gideon sudah dalam keadaan tekapar dan beberapa diantaranya muntah-muntah.

Asap putih tampak mengambang di pekarangan rumah besar itu. Atas menganalisis sementara asap yang ada di pekarangan rumah. Sesaat, ia langsung mengenali asap itu dan meninggalkan Boy di ruang tamu. Ia pergi ke lemari kaca yang terletak dekat ruang tamu dan mengambil dua masker gas. Lelaki itu buru-buru menghampiri kembali adiknya dan memberikan satu masker gas pada Boy.

"Pake, itu gas air mata. Lo bisa buta," tegur Atas. Boy mengangguk paham. Ia langsung memakai masker gas itu di wajahnya dan menutupi seluruh wajah bening itu. Disaat itu juga keduanya mendengar tembakan dari luar. Entah kenapa rasanya seperti tengah mendapat serangan dari teroris sekarang. Boy dan Atas berlarian keluar rumah dan mendapati Gideon dan Amanda tengah berperang melawan musuh bebuyutan keluarga mereka, Tristan.

Arkanlea || [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang