32. Beritahu Aku

13 6 1
                                    

🎶Sial - Mahalini

32. Beritahu Aku

Tangan Luna tak henti-hentinya menggenggam tangan Boy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangan Luna tak henti-hentinya menggenggam tangan Boy. Dalam hatinya ia melantunkan doa-doa untuk lelaki yang terbaring atas kasur rumah sakit itu. Luna kini berada dalam kondisi kebingungan. Ia tak paham dengan alur cerita hidupnya sendiri. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Helia masih hidup? Apa yang direncanakan sebenarnya? Kepala Luna pusing memikirkan semuanya. Yang ia ingin ketahui hanyalah, apa motif dari seorang Boy?

Seharian ini Luna belum makan karena menemani Boy. Rasanya enggan bagi dirinya untuk makan jika lelaki itu belum bangun. Luna menaruh kepalanya diatas kasur Boy. Ia merasa sedikit lelah setelah bergadang menunggu Boy bangun. Jika dalam kebanyakan drama, orang pingsan akan sadar ketika teman atau kekasihnya tidur disebelah kasurnya, maka Luna juga akan melakukan hal yang sama.

1 menit... 2 menit... 3 menit... Belum sadar juga. Mungkin ia memang terlalu termakan drama. Tidak mungkin kan seseorang bisa siuman hanya dengan cara seaneh ini. Harapan Luna habis. Mau tidak mau ia menunggu lebih lama lagi. Tapi ia merasa cukup lelah untuk menunggu. Gadis cantik itu memilih istirahat sebentar. Lama kelamaan, ia mulai tenggelam dalam mimpi. Jauh, pergi, bersama mimpi.

Seketika matanya terbuka dan melihat seseorang tengah berada didepannya. Orang yang begitu dirindukan olehnya. Tubuh kekar pria itu. Senyum manis yang menjadikan orang-orang mencintainya. Sungguh, Luna begitu rindu pada sosok ayahnya yang tak pernah ia jumpai lagi selama bertahun-tahun. Ketika sosok itu berjalan mendekat dan mengelus lembut kepala Luna. Ia tersenyum, membuat hati gadis itu luluh. Luna ingin memeluknya, tapi entah kenapa ia tidak bisa bergerak. Hati Luna tersentuh ketika ia mendengar suara yang memanggil namanya.

"Luna... Luna...,"

Dimana? Dimana asal suara itu? Ayahnya tidak bergeming. Namun, suara yang terus memanggil namanya itu masih terdengar. Luna pusing. Ia tidak tahu dari mana asal suara itu. Seketika semuanya buram. Dan Luna terbangun dari tidurnya bersamaan dengan Boy yang tengah membangunkannya.

"Lun?" Panggil Boy. Luna terbangun dan menyadari dirinya masih berada di rumah sakit. Ia baru sadar kalau tadi hanyalah mimpi. Benar, mana mungkin ia bisa bertemu ayahnya yang sudah lama tiada. Boy melihat keringat bercucuran dari dahi Luna. Nafasnya juga agak tidak beraturan.

"Lun, lo gapapa?" Tanya Boy. Luna menggeleng. Gadis itu menatap Boy lekat-lekat. Keduanya saling menatap dengan lembut. Entah apa yang ingin dikatakan Luna, tapi tampaknya gadis itu tak kuasa untuk berbicara.

"Kenapa?" Tanya Boy lagi. Air mata Luna menetes tiba-tiba. Air mata itu sudah tidak terbendung lagi. Ia menunduk, tidak ingin Boy melihat wajahnya yang tengah menangis.

"Eh, kenapa, Lun?" Boy merasa bersalah ketika ia melihat gadis itu menangis dihadapannya. Luna mengusap kasar air matanya dan menatap Boy tajam.

"Apa yang lo sembunyikan dari gue? Sebenarnya lo siapa?" Tanya Luna dengan keras yang membuat Boy terkejut. Lelaki itu menghela nafas berat.

Arkanlea || [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang