Chapter 01

326 357 81
                                    






Ok guys, kita mulai lagi melihat latar belakang kisah hidup Clarin.

Jangan skip, ya.


Jangan lupa rate nya

Let's Reading!!




⚡⚡





"Ntar malam kita pindah ke Jakarta, sekaligus kamu pindah sekolah." Ujar seorang wanita yang berusia 40  tahun.

"Apa?!"  Clarin yang baru sesampainya di rumah setelah pulang sekolah pun kaget.

Sudah tidak dipungkiri lagi bagi kehidupan Clarin. Entah mengapa sejak kejadian Ayahnya meninggal Dunia sejak satu tahun yang lalu membuat hidupnya semakin banyak tekanan.

Ayah Clarin meninggal Dunia disebabkan penyakit jantung. Kalau dibilang sih, 50% Ayahnya sakit sebab ulah Clarin yang susah diatur.

Sera, adalah Mama dari Clarin. Sera memiliki sifat tegas, emosional, dan keras kepala. Ia selalu ingin Clarin menuruti setiap apa yang ia pinta. Entah demi kebaikkan Clarin ataupun demi dirinya sendiri.

Menurutnya, Clarin layak diperhatikan lebih lagi tentang bagaimana ia bertindak agar tidak merugikan dirinya.

Oke, lanjut.

"Kamu gak usah ngebantah bisa gak sih?" Sahut Mama Clarin sembari memasukkan baju ke dalam koper dengan buru-buru.

"Ma, gak ma. Clarin gak mau pindah!"

"Ma, dengar dulu ma! Clarin gak mau pindah, Mama apa-apaan sih?!" Clarin menggerutu tiada henti. Walau Mamanya sama sekali tidak menggubris omongannya.

"Gini aja deh, kita tetap pindah Kota tapi tidak dengan Sekolah Clarin."

"Sayang, Ma. Tinggal setahun lagi Clarin tamat kok. Belum lagi nanti ngurus surat pindahnya itu ribet, Ma." Penjelasan Clarin seolah ia tak ingin mempersulit Mamanya dengan perihal urusan sekolahnya.

"Clarin! Mama lebih capek ngurus kamu yang banyak maunya, susah diatur!" Emosi Sera pun semakin menggejolak.

"Yaudah, kalau Mama capek, ngapai Mama masih ngurusin Clarin? Clarin bisa kok urus diri Clarin tanpa harus memperlibat Mama." Jawab Clarin, sesekali air matanya mulai menetes karena mendengar ucapan Mamanya barusan.

Karena melihat air mata Clarin jatuh, Mama Clarin pun sontak memeluk Clarin dan meninggalkan beberapa baju yang ingin ia masukkan ke dalam koper.

"Maaf, mama khilaf"

"Mama capek, Papa sudah ninggalkan kita, dan Mama gak mau kamu ninggalin Mama juga. Mama seperti ini karena Mama ingin yang terbaik buat kita dan buat masa depan kamu,  Clarin. Tolong, kali ini jangan bantah keinginan Mama." Rintih Sera dan air mata mulai membasahi pipinya.

Suasana pun mulai meredah. Keduanya saling meredam emosi.

"Tapi kita gak harus pindah, Ma. Rumah ini menjadi saksi kebahagiaan kita dulu sewaktu Papa masih hidup, lalu Mama tega biarkan rumah ini terbengkalai?"

Mama Clarin yang mendengar ucapan Clarin pun menepis senyum tipis sembari melepas pelukkannya pelan-pelan.

"Ma? Kok diem si?" Tanya Clarin dengan mengerutkan keningnya.

Bukannya menjawab, justru Sera melangkahkan kakinya dan mulai meninggalkan diri dari hadapan Clarin.

Entah hal apa yang membuat Sera membungkam suara dan mengalihkan diri dari Clarin. Sera lanjut kembali menjalankan aktivitasnya tadi.

Clarin hanya melihat Mamanya dari kejahuan.

"Aneh." Gumam Clarin dan mulai meninggalkan ruangan yang diisi perdebatan barusan.

Clarin pun memasuki kamarnya, dan mengalah dengan Mamanya. Hatinya seketika luluh setelah mendengarkan rintihan Mamanya dan merasakan pelukannya.

Clarin memang anak yang penuh emosional dan susah diatur. Akan tetapi ketika ia melihat Mamanya menangis, entah kenapa ia tak bisa ngebantah. Sekalipun itu tidak kemauannya.

Hanya saja ia tak ingin sosok Mama yang ia sayangi meninggalkan dirinya juga.

Mengingat ucapan mamanya tadi bahwa menjelang malam nanti mereka akan pergi meninggalkan rumah, Clarin pun cepat-cepat membereskan pakaian dan barang penting lainnya.

Di sela waktu ketika Clarin beres-beres, ia menemukan sebuah foto yang sudah usang. Ya, di dalam foto tersebut terdapat Ayahnya, Mamanya, dan Clarin.

Clarin mengusap foto yang sudah dikuasai oleh debu, lalu mendekapkan foto tersebut di dadanya.

"Ayah, kenapa Ayah secepat ini meninggalkan Clarin dan Mama. Semenjak kepergian Ayah, rumah ini sudah jarang diisi sendau gurau yang Ayah ciptakan dulu." Rintihnya, sesekali air mata mulai membasahi foto tersebut.

Waktu pun berlalu, dan malam mulai tiba.

Clarin dan Mamanya mulai meninggalkan rumah tersebut, dan menempuh perjalanan ke Jakarta.

Di tengah-tengah seperjalanan, Clarin hanya melamun. Seolah tak ikhlas untuk pergi. Tapi ini sudah menjadi kemauan Mamanya. Walaupun ia belum tahu alasan Mamanya memilih untuk pindah Kota.

Tak lama kemudian mereka pun sampai di tempat yang mereka tuju.

Clarin sama sekali tidak ingin memulai dialog dengan Mamanya, perihal rumah yang akan mereka tempati sekarang.

Clarin langsung memasuki rumah tersebut dan membawa barang-barangnya ke dalam.

Pukul 22.00

"Kamu benahi kembali barang-barang kamu, lalu istirahat. Besok kamu sudah mulai masuk ke Sekolah baru kamu, SMA Triwijaya." Ucap Mama Clarin.

Clarin yang mendengarnya pun sama sekali tidak protes. Ia hanya pasrah dengan setiap keinginan Mamanya.

ClarexaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang