CHAPTER II

341 87 194
                                    

"Seperti lukisan Monalisa,
manis dan misterius ... satu-satunya di dunia."
Leonardo Hayes

Sasya menghela napas panjang, gadis itu turun dari kereta kudanya, tepat di depan gerbang utama kastil besar kerajaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sasya menghela napas panjang, gadis itu turun dari kereta kudanya, tepat di depan gerbang utama kastil besar kerajaan. Kereta kuda khusus miliknya sendiri, dengan hiasan lambang tameng perak dengan gambar sebuah busur emas yang dililit oleh suluran bunga mawar.

Hal pertama kali yang ia lihat adalah hamparan awan-awan jingga yang menghiasi birunya angkasa. Kemudian ia menatap bangunan besar di hadapannya. Kastil berwarna putih gading dengan aksen pinggir berupa hiasan emas dan menara menara kecil serta atap-atapnya yang runcing berwarna biru, persis seperti di negeri dongeng itu merupakan tempat Raja dan Ratu Auramour tinggal.

Kali ini Sasya sendirian, tanpa Maria yang biasa berada disisinya. Wanita pelayan itu telah disumpah untuk tidak lagi menginjakkan kakinya di White palace setelah kematian majikannya terdahulu, Selir Agung Rossie.

Sasya tidak masalah, toh yang penting Maria selalu setia dengannya dan itu sudah lebih dari cukup. Langkahnya dibuat seringan mungkin, walaupun dengan setengah hati ia memasuki tempat terkutuk ini.

Ya ... setidaknya seperti itu hal yang ada dalam pikirannya. Tempat ini merupakan di mana para aristokrat picik hidup berdampingan, untuk saling memuji satu sama lain, tetapi menusuk dari belakang.

Tepat saat pintu kembar utama yang besar dan tinggi terbuka, setelah salah satu prajurit menyambutnya, seorang pria berbalutkan pakaian mewah khas setelan kerajaan berdiri tegak seperti tengah menantikan seseorang dengan tatapan datar.

Sasya juga melakukan hal yang sama, ia menatap pria tersebut serupa, tanpa ekspresi dan kata-kata.

"Ah ... selamat datang Tuan Putri, hamba senang Anda tepat waktu," ucap seseorang yang baru saja tiba dari belakang pria tersebut sembari memberikan hormat.

Seulas senyum masam tercipta di sudut bibir Sasya. Kata-kata orang tersebut memang sederhana, tetapi terlalu menyiratkan makna sindiran yang kental.

"Terima kasih penasihat August, senang melihat Anda masih disini," balas Sasya sedikit mengangkat kedua sisi gaunnya dan menunduk tipis.

Sedetik, ekspresi wajah orang yang dipanggil penasihat August itu terlihat keruh, kemudian berubah kembali seperti semula setelah pria satunya lagi menginterupsinya.

"Pergilah terlebih dahulu, Penasihat. Jangan lupakan tugasmu!" ucap pria tersebut tegas, mengkode penasihat August untuk pergi.

Merasa terusir, mau tidak mau pria berkulit putih dan kepala botak di bagian depan itu mengundurkan diri.

"Tentu Yang Mulia Pangeran, jika begitu hamba permisi, mari ... Your Highness," pamit August mengundurkan diri.

Just the Way You Are Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang