CHAPTER X (Spc.a)

168 43 58
                                    

"Kebahagiaan itu sekecil butir pasir, sementara kesedihan itu sebesar batu karang."
People's of Jeju

Pesisir pantai Tamra, bagian selatan Kekaisaran Min Amethir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pesisir pantai Tamra, bagian selatan Kekaisaran Min Amethir.

Srek!

Srek!

Suara gelombang ombak yang terseret-seret di bibir pantai terdengar jelas. Berpadu dengan suara hiruk-pikuk manusia berlalu lalang di atas jembatan kayu yang ada di pelabuhan. Anak-anak berlarian kesana kemari, tertawa bahagia. Sesekali, mereka menabrak orang-orang dewasa yang membawa beban di atas bahu mereka, hendak masuk dan keluar kapal.

Aroma asap dari makanan-makanan yang di jajakan para pedagang kepada para pelancong di pinggir-pinggir jalan sekitar pelabuhan menyeruak di udara, menyatu dengan asap oksidasi dari pembakaran batubara pada kapal-kapal di sepanjang garis pelabuhan.

Pria-pria jangkung berkulit putih langsat dan memakai hanbok berwarna coklat terlihat bolak-balik dari kapal menuju gerbang pelabuhan, membawa tumpukan karung di punggung mereka. Sebuah kapal kura-kura telah menunggu bawaan mereka di pinggir pelabuhan.

"Sudah semuanya?"

Min Ahee baru saja tiba di tempatnya. Berdiri menyoroti sekitar saksama dengan kedua tangan terpaut di belakang. Pria dengan hanbok biru di sampingnya mengangguk kecil. "Hampir seluruh bawaan sudah naik ke kapal, Yang Mulia," jawab orang itu menunduk hormat.

"Bagus!" sahut kaisar tersebut lugas.

Min Ahee berjalan mendekati badan kapal. Rambut pirang keemasan dan hanbok hitam yang dipakainya berkibar-kibar karena terpaan angin laut yang lumayan kencang berhembus. Gat* yang menutupi kepalanya hampir terlepas saat kecepatan embusan angin sedikit bertambah.

Pria itu berdecak tak suka. Ia menjentikkan ibu jari dan jari tengah panjang tangan kirinya, seketika tameng pelindung berwarna hitam transparan berbentuk oval melingkupi tubuh jangkungnya. Rambut dan bagian bawah pakaiannya tidak lagi bergoyang karena angin.

Suara nagak* yang ditiup menggelegar di penjuru arah mata angin sekitar pelabuhan, menerobos telinga dan menginterupsi kegiatan manusia manapun yang mendengarnya. Anak-anak berhenti berlarian, para pelancong berhenti saat hendak naik ke kapal, dan para pedagang berhenti menawarkan dagangannya. Semuanya langsung tertuju pada iring-iringan ratusan prajurit ber-hanbok hitam yang memasuki area pelabuhan.

"Yang Mulia, mereka telah tiba!"

Min Ahee mengangguk tipis setelah sekilas melihat pria yang memberitahukannya. Kaisar itu memutar tumitnya, berjalan menuju sebuah tandu emas yang berada di tengah-tengah iring-iringan prajurit baru tiba beberapa saat yang lalu. Orang-orang mulai berkumpul, berdesakan saling mendahului mencoba melihat apa yang sedang dilakukan oleh para prajurit itu.

Just the Way You Are Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang