CHAPTER XIV

110 29 42
                                    

"Suferring arises from trying to control what is uncontrollable, or from neglecting what is within our power."
Epictetus

"Epictetus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nona!"

Maria berlari menghampiri Sasya yang tengah berjongkok di bawah pohon. Gadis itu terlihat tengah berusaha memuntahkan sesuatu dari mulutnya. Beberapa kali ia menyeka mulutnya dengan sapu tangan yang diberikan pelayannya pagi tadi.

"Anda masih merasakan mual, Nona?" tanya aria khawatir, sembari menyampirkan sebuah selimut hitam menutupi bahu dan sebagian gaun yang membalut tubuh Sasya.

"Iya, kepalaku malah terasa ikut sakit sekarang," jawab Sasya lesu, kedua tangannya memijit pelipisnya yang berdenyut.

Gadis dengan gaun ungu lengan panjang dan topi berjaring pendek itu pasrah saat Maria menuntunnya untuk kembali duduk ketempat ia semula duduk tenang. Sasya mengacuhkan tatapan Eralita yang tajam seakan mengulitinya hidup-hidup.

Hari ini adalah hari ketujuh, waktu yang tepat untuk menguburkan jenazah mendiang Dereck Pangeran dari kerajaan tetangga setelah ditemukan tergantung terbalik di gerbang hari itu. Setelah melewati banyak ritual dan tradisi yang ada di Auramour, akhirnya jenazah Pangeran itu bisa menyatu dengan tanah juga. Serangkaian kegiatan yang dilakukan menguras banyak tenaga dan waktu, apalagi Dereck meninggal dalam keadaan melajang dan berstatus tinggi, proses penyucian dirinya jauh lebih rumit dari kebanyakan orang.

"Diamlah!" desis Sasya saat Eralita membisikkan kata yang sama berulang-ulang di telinganya.

Samar terdengar oleh telinga Sasya, sebab sakit yang teramat di kepalanya membuyarkan hampir seluruh fungsi indra tubuhnya.

Satu alis milik Eralita terangkat, menatap kearah Sasya dengan tatapan rumit sesaat. Kemudian, mengalihkan pandangannya pada lautan manusia yang mengenakan setelan hitam berserakan di seluruh area pemakaman. Semua orang terlihat seperti semut yang mengerumuni gula dari posisinya sekarang. Di bawah tenda khusus yang disediakan untuk para lady yang belum menikah di atas bukit. Semuanya benar-benar terlihat kecil.

"Kau bisa pergi jika sakitnya makin bertambah," ujar Eralita bernada tak acuh.

Sasya melirik gadis itu dari ekor matanya. Kepalanya memang sangat sakit, jadi apakah yang dia dengar itu salah? Eralita seakan peduli dengan keadaannya sekarang. Tidak! Mustahil, darah Auramour tidak memiliki kepedulian terhadap siapa pun kecuali demi keuntungan dirinya sendiri. Sasya menggelengkan kepalanya pelan.

"Pergilah, jangan mempermalukan keluarga kita dengan mengotori gaun mahalmu itu. Kau harusnya tahu dibutuhkan ribuan siput untuk memperindah pakaianmu," ucap Eralita mengusir, menyenggol lengan Sasya dengan kipas lipat miliknya.

Sasya tergeming, kedua alisnya menukik tajam. Kedua matanya tertutup, tak lama ia menganggukkan kepalanya.

"Yah, Tuan Putri benar. Aku sudah mengikuti seluruh rangkaian kegiatan dari awal beberapa hari ini. Jadi, jika tidak mengikuti acara puncaknya mungkin tidak akan menjadi masalah besar. Aku akan pergi," ujar Sasya bangkit bangun dari duduknya.

Just the Way You Are Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang