CHAPTER VI

245 81 211
                                    

"All cruelty springs from weakness."
Seneca

Matahari telah terbit, menyinari seperempat luas daratan Earltopia dengan cahaya hangatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari telah terbit, menyinari seperempat luas daratan Earltopia dengan cahaya hangatnya. Semburat jingga keemasan di langit, menghiasi ufuk timur sebagai bukti nyata indahnya ciptaan Tuhan.

Sasya mendengkus kesal, dimana hawa dingin angin subuh yang semula menusuk kulitnya mulai hilang ditelan hangatnya sinar mentari. Telinga gadis itu juga merasa gatal saat kicauan burung-burung Pipit mengganggu paginya yang sunyi.

Tangan mungil dan kasarnya terulur meraih pedang dari sarungnya yang tersampir di pinggang sebelah kirinya. Dalam satu ayunan pelan, pedang runcing bermata tajam tersebut berhasil menebas burung-burung yang tengah bertengger manis dipagar balkon kamarnya hingga terpotong menjadi beberapa bagian.

"Pengganggu!" gumam Sasya kesal. Ia menyarungkan kembali pedangnya dengan cepat.

Sepasang netra kecubung itu berkilat, memandang bangkai burung-burung yang teronggok di lantai dengan penuh dendam. Marmer abu-abu tersebut dipenuhi bercak darah dimana-mana.

"Mahluk sialan! Kalian tidak diijinkan berada disini, bodoh!" geram Sasya marah.

Gadis itu menginjak-injak bangkai burung itu hingga darah dan bagian-bagian dalam anatomi burung-burung kecil itu memuncrat dan menempel di tapak boots hitam yang dipakainya. Wajahnya memerah dan tatapan matanya tajam berapi-api.

"Nona," panggil Maria menginterupsi kegiatan Sasya.

Gadis itu menoleh, menatap ke arah orang yang memanggil dirinya. Dua meter dibelakangnya, berdiri Maria seperti pelayan pada umumnya dengan memegang sebuah nampan besi. Wanita tersebut tersenyum lembut.

"Sarapan Anda sudah siap, Nona,"

Sasya mengangguk singkat, kemudian mengayunkan kakinya berjalan menuju meja dan kursi dari kayu yang terletak bersisian dengan ranjang miliknya.

"Seperti yang kuinginkan?" tanyanya memperhatikan makanan yang disajikan Maria untuknya diatas meja. Tepat setelah Sasya mendudukkan dirinya.

"Benar, Nona. Daging kelinci hitam marinasi yang di panggang dengan tingkat kematangan medium-rare. Ditaburi bubuk kayu manis dan oregano, tanpa garam dan bawang putih. Dilengkapi mashed potato*, Banana flan* dan teh mawar ... seperti yang Anda inginkan," papar Maria sembari meletakkan fork and knife disamping kanan dan kiri piring sarapan majikannya.

"Bagus," ucap Sasya puas. Ia meraih garpu dan pisau, memotong steak kelinci langka yang ia tangkap kemarin sore.

Sudut bibir gadis itu naik sedikit, dengan mata terpejam ia menikmati betapa moisy dan juicy daging panggang itu saat dikunyah didalam mulutnya. Manis, gurih dan harum bersamaan mengguncang lidahnya.

Just the Way You Are Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang