11. Arga, Kenapa?

1.5K 141 33
                                    


***

PAMIT untuk pergi ke kantor saat weekend karena ada urusan urgent ternyata Arga tidak benar-benar sampai ke kantor, mobilnya justru berhenti di lokasi sekitar taman kota.

Jam setengah sepuluh siang, cuacanya tidak terlalu panas. Banyak anak-anak berlarian, bersepeda, atau bermain bersama teman sebaya juga orang tua mereka.

Anak-anak itu tampak bahagia di hari libur, hari di mana mereka bisa mendapatkan perhatian orang tua dengan sepenuhnya.

Arga duduk di bangku kayu panjang setelah sebelumnya membeli es krim. Mungkin terlihat aneh, tapi ia biasa melakukan ini. Duduk di taman dan melihat anak-anak bermain.

"Om sendirian?"
Sapaan itu mengejutkan Arga yang sedang melamun, ternyata di sisinya sudah berdiri seorang bocah lelaki, mungkin usianya sekitar enam tahun, pakaiannya setengah lusuh dan kedua tangan mungilnya memegang beberapa bungkus tisu.

"Hm, kamu?"
"Sama temen-temen. Om mau beli tisu nggak?" tawar anak itu.
Sepasang bola matanya langsung berbinar saat Arga mengangguk. "Boleh, satu ya"

Sebenarnya Arga membeli bukan karena butuh, tapi karena suka melihat anak-anak tersenyum.

"Asik, Om pembeli pertama"
"Yah, 5ribu aja om, jangan besar-besar" protes bocah penjual tisu itu saat Arga memberikan uang 50ribu kepadanya.
"Kembaliannya ambil aja buat kamu"
"Om baik banget, namanya siapa om, biar nanti aku waktu sholat doain"

Arga tersenyum mendengar ucapan polos anak itu, diusap oleh Arga puncak kepalanya karena gemas. "Arga. Kalau kamu?"

"Saka"
Arga langsung terpaku. Namanya Saka memang atau hanya ia yang salah dengar?
"Saka?" tanya Arga, memastikan. Dan bocah itu mengangguk.

"Saka mau main nggak?"
"Kan jualan Om"
"Main aja hari ini, nanti saya borong semua, panggil temen-temen kamu juga"
"Asik! Om Arga emang paling baik sedunia" seru Saka sebelum berlari mencari teman-temannya.

Senyum dan ekspresi gembira Saka itu membuat Arga tersenyum, walaupun matanya menunjukkan yang sebaliknya.

Hari ini ia akan bersenang-senang bersama Saka, walau Saka yang bersamanya sekarang adalah Saka berbeda, bukan Saka darah dagingnya.

***

Biasanya, Netflix dan keripik adalah perpaduan yang sempurna bagi Anna untuk menikmati hari libur. Sekarang ia tidak perlu pusing kuota karena Arga memfasilitasi, punya beberapa varian rasa keripik kentang, tapi Anna tidak sepenuhnya senang.

Entah kenapa ia jadi terfikir akan ucapannya pada Arga tadi pagi.

Arga baru selesai olahraga, sementara Anna kali ini tidak ikut dengan alasan belum selesai mens dan perutnya sakit.  Karena tidak ikut Arga, Anna asyik bermain ponsel kamar.

"Kalau hari minggu jangan di kamar terus Na, ngobrol sama ibu atau nyiram bunga, pasti lebih asyik" ucap Arga, memberikan saran.

"Lo itu banyak ngatur ya Ga, bawel. Tadi gue tuh udah keluar, eh ibu kamu sama aja kayak mama, tanya kapan ada cucu"

"Jawab baik-baik aja supaya mereka lega"
"Nggak mau, sama aja kasih harapan palsu. Kita kan nggak akan punya anak"
"Maksud kamu apa ya Na?"
"Gue cuma bantuin lo biar ibu lo seneng terus sembuh, tapi nggak sampe harus punya anak juga kan? Nanti repot kalau kita mau pisah"

Arga tidak berkata apa-apa lagi, lelaki itu memilih untuk meraih handuk dan menuju kamar mandi.

Walaupun tidak mengatakan apapun, tapi entah mengapa mengingat bagaimana wajah Arga saat itu Anna jadi merasa bersalah.

Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang