~Penghubung~
📓📓
BUTUH waktu bagi kedua remaja itu untuk bisa menenangkan diri. Arga masih berada di depan toserba, sementara Gitta berada di sisi lainnya—sedikit jauh dari tempat mereka duduk tadi. Gadis itu terlihat meringkuk di tempatnya sambil menunggu Gavin kembali yang sedang pergi untuk membelikan sesuatu untuknya.
Jalanan sepi dengan hanya beberapa kendaraan yang lewat. Suasana seketika senyap, ketika tidak ada satu pun kendaraan yang melintas. Sebelumnya Arga memang sengaja memilih tempat itu, mengingat dia ingin membicarakan sesuatu yang serius, jadi dia mencari tempat yang lumayan sepi, agar dia bisa berbicara dengan tenang.
Tak lama, Gavin kembali dengan membawa botol air minum. Dia langsung menyodorkan botol itu kepada Gitta setelah dia membuka tutupnya.
Gitta menoleh. Mata sembabnya menatap Gavin bingung. Dia sejenak heran dengan sikap Gavin yang terlalu baik padanya. Tapi dia tidak mau memusingkan hal itu dulu, sehingga Gitta hanya menerimanya dan meneguk minuman itu.
Setelah beberapa saat, derap langkah seseorang terdengar mendekati mereka. Langkahnya terdengar pelan dan sedikit menyeret karena orang itu seperti ragu untuk mendekat.
Gavin menoleh, lalu didapatinya Arga yang tengah berjalan ke arah mereka. Dia semakin mendekat, hingga sampai di depan Gitta. Bayangannya seketika menimpa Gitta yang masih terdiam menatap butiran pasir di kakinya.
"Gitt, gue ...." kalimat Arga terpotong. Ia seperti sedang berusaha merangkai kata di benaknya.
Tapi, Gitta masih diam. Dia tidak memberi respon apapun.
"Gitt, gue tau kalo gue udah buat salah sama lo. Gue tau mungkin bakalan berat buat maafin gue. Jadi, gue nggak bakal maksa lo buat maafin gue."
Sejenak Arga menghirup napas panjang, lalu membuangnya pelan. Gitta yang masih diam membuatnya mulai putus asa. "Gitt! Gue mohon! Dengering gue! Gue mau minta sesuatu sama lo. Meski gue sebenarnya nggak pantes minta ini setelah apa yang udah gue lakuin, tapi tolong dengerin gue dulu, Gitt!"
Suara Arga mulai terdengar lemah, sebab bingung bagaimana cara membujuk gadis itu.
Sementara Gitta yang mendengar sejenak tertegun, dia mulai tidak tega mendengarnya. Walaupun hatinya sakit, tapi Arga tetaplah temannya.
Karenanya, Gitta mengangkat kepalanya perlahan. Dia melihat ke arah Arga yang menjulang tinggi di atasnya.
Matanya yang memerah membuat hati Arga seperti teriris. Arga memutuskan untuk berlutut di depannya agar Gitta tidak kesulitan melihatnya yang berdiri.
Netra Gitta mengikuti netra Arga yang merendah.
"Gitt," panggil Arga lembut.
Sejenak Arga membelai rambut gadis itu, untuk menunjukkan rasa pedulinya. "Gitt, gue mau nuntasi semua masalah ini sampai akhir. Gue mau bayar semua kesalahan yang udah nyokap gue perbuat," ucap Arga.
Gitta masih terdiam, dia menatap Arga sayu.
"Gue juga mau bantuin lo buat nyelesain masalahnya Fayya. Gue merasa kalau ini ada kaitan sama kematian Fayya. Jadi gue mau minta sama lo, buat izinin gue bantuin lo. Karena gue sama kayak lo, Gitt. Karna gue juga peduli sama Fayya."
📓📓
Gitta pulang setelah dua jam lamanya ia ditemani oleh Gavin. Dia butuh waktu untuk menghilangkan bekas menangisnya agar ibunya tidak curiga kalau ada sesuatu yang terjadi kepadanya.
Arga sudah pergi sedari tadi sejak mereka masih di toserba. Jadi sejak saat itu, Gitta hanya berdua dengan ditemani oleh Gavin.
"Gitt, aku pulang dulu, ya!" kata Gavin pamit setelah menurunkan Gitta dari motornya. Sebelumnya Gavin sudah menawarkan diri untuk membantunya di resto, tapi Gitta menolak dan beralasan kalau Gavin sudah cukup membantunya. Bahkan selama dua jam terakhir—setelah kepergian Arga, Gavin sudah banyak membantunya dengan menemaninya dan menghiburnya sampao ia merasa lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Thing She Has: Diary After Death (END)
Teen Fiction~THE THING SHE HAS: DAIRY AFTER DEATH~ Aruna Gitta, tak mengira jika diary yang dia temukan dari loker sahabatnya Fayyana Tanissya, memiliki keanehan ketika pemiliknya tewas. Seolah menjadi penguak misteri dan berita kematiannya, diary itu menyimpan...