-8- Hilang

183 51 81
                                    

~Hilang~

📓📓

EMPAT hari berlalu, tetapi Gitta masih berdiam diri di dalam kamarnya. Dia tidak keluar sama sekali, dan hanya mengurung diri seharian. Dia bahkan tidak sekolah, karena masih trauma dengan kejadian pahit yang baru saja menimpanya.

Fayyana meninggal. Dia mendapati cidera parah di kepala sehingga membuatnya langsung meninggal di tempat. Hal itu membuat Gitta sangat bersedih, dan membuatnya menarik diri dari orang-orang sekitar.

Rana cemas dengan kondisi Gitta yang masih tidak mau keluar kamar. Bahkan untuk makan saja, dia lebih sering mengabaikan dan tidak pernah dihabiskan.

Pikiran sangat penuh, hatinya lelah. Gitta bagaikan ikut mati setelah ditinggal Fayyana.

"Sayang, kamu nggak mau keluar?" suara lembut ibunya terdengar dari luar kamar. Wanita itu mengetuk pintu untuk menegur orang di dalam sana.

Namun, tidak ada jawaban. Hal yang sama sudah terjadi sejak mereka pulang dari pemakaman Fayyana.

Sementara, gadis yang berada di dalam kamar itu terlihat bergelung di dalam selimut. Barangkali dia tidur, atau hanya sekedar memejamkan mata. Karena ketika mendengar suara ibunya memanggil, tangannya terulur keluar selimut. Dia meraba seprai lembutnya dan mencari benda pipih persegi yang berada di atasnya.

Sembilan pagi, itulah yang ingin dia ketahui dari ponsel itu. Dia tidak tertarik dengan rentetan panggilan yang tak terjawab, pesan yang menumpuk, ataupun notif lainnya yang mungkin berasal dari Gavin, Arga maupun teman sekelas. Dia benar-benar tidak ingin bicara dengan siapapun juga.

"Sayang, Ibu mau ke resto. Tapi ada teman kamu yang lagi nungguin. Katanya dia mau ngomong sama kamu. Kamu jangan kelamaan di dalam ya, Nak. Kasihan temannya capek nungguin," ulang ibunya dengan harap dijawab. Tapi tetap saja ia tidak mendapatkan respon sama sekali.

Sementara orang yang sedang wanita itu bicarakan sudah berada di depan pintu. Arga, ia menatap iba wanita itu. Arga sejenak mengelus pundak Rana untuk memintanya bersabar.

Rana hanya bisa menghela napas pasrah dan mengangguk mengiyakan.

Sadar tidak akan mendapatkan jawaban, mereka pun pergi dari sana. Rana juga harus pergi ke resto sekarang, atau dia akan sangat terlambat untuk bekerja.

"Kamu jangan kalamaan nunggunya. Gitta mungkin nggak mau keluar, jadi nanti kamu pulang aja. Tutup pintunya dari luar dan bilang kalau kamu udah pergi. Nanti biar dia sendiri yang kunci dari dalam," pesan Rana sebelum pergi.

Dia sebenarnya juga tidak ingin merepotkan Arga, tapi Arga sendiri yang memohon pada Rana untuk mengizinkannya membujuk Gitta. Bahkan dia rela bolos sekolah demi datang ke rumah itu.

"Baik, Tante. Tante tenang aja. Aku mau usaha bujukin Gitta dulu. Semoga aja Gitta mau dengerin aku."

Setelahnya Rana pun pergi dan meninggalkan Arga di rumah bersama Gitta yang masih mengurung dirinya.

📓📓

Gitta kembali masuk ke dalam selimut kala Arga menuju ruang tengah dan duduk di sofa. Gadis itu masih tidak peduli, meskipun dia tahu kalau ada seseorang yang sedang menunggunya di luar.

Arga menatap pintu Gitta yang bisa ia dilihat dari tempat dia duduk. Pintu itu tampak begitu kokoh, seakan tidak pernah terbuka untuknya.

Memang benar Gitta sedang dilanda sedih setelah kehilangan Fayyana, tapi bagaimana pun juga, Arga merasa harus membujuknya dan menyelesaikan permasalahan yang berada di antara mereka.

The Thing She Has: Diary After Death (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang