[244] Kepsek Lamaran?!

5 1 0
                                    

Sesampai di parkiran sekolah, kini tempat masih terlihat sepi, sebelum turun Wawan malah memegang lengan tangan Aida.

"Sayang, nanti siang kita pulang bareng yah," ucap Wawan.

"Iya mas, kan dedek selalu jalan sama mas. Masa Mas Wawan nggak tau, ya sudah Dedek mau menempuh pendidikan dulu," balas Aida sambil menyalami tangan Wawan dan menciumnya.

"Hahaha ... iya sayang makasih sudah setia sama mas. Yah maaf atuh, kirain Dedek bakalan pulang sama teman-temannya. Em, ok semangat yah sayang menempuh pendidikan jangan malas dan bandel juga, terus jadilah wakil kelas yang baik."

"Kok, Mas Wawan tau kalau Dedek menjabat jadi wakil kelas. Padahal, aku nggak pernah ngomong sama Mas Wawan. Iya mas sama-sama Dedek sudah sayang banget jadi nggak bakalan menyia-nyiakan punya suami spek lengkap begini. Enggak lah mas, Dedek kan sudah punya suami jadi nggak bakalan pulang bareng teman ku."

"Ya taulah sayang, kan pagi kemarin mas yang koordinasi sama Pak Marsan agar kamu bisa menjadi wakil kelas yang baik, dari situ kamu bisa bertanggung jawab agar kalau kita sudah berkeluarga dan punya anak kelak nanti bisa dilatih. A—dedek juga spek idaman mas juga, sudah sebelas dua belas kayak ibu. Hahaha ... nanti kapan-kapan kita kumpul di luar bareng teman-temanmu."

"Ya ampun, jadi yang melakukan ini Mas Wawan yah. Jahat banget dah, Dedek aja nggak ada pengalaman mas. Oalah, jadi ini maksudnya. Haduh, maafkan aku yah mas sebab selalu bikin salah paham, nanti Dedek akan berbakti dengan sebaik mungkin menjadi wakil kelas. Ah, bisa aja Mas Wawan jangan bikin Dedek salah tingkah, menurutku sih ibu lebih baik dari aku. Siap, mas nanti Dedek kasih tau sama mereka. Ngomong-ngomong, kita kumpulnya?"

"Kalau nggak Minggu ini, Minggu depan sayang sekalian ajak pasangan juga pada mereka berdua. Heh, mas ngelakuin ini hanya untuk mu sayang buat anak-anak kita. Hehehe ... iya nggak pa-pa, mas sangat senang bila kamu sudah memahami nya sendiri. Mantap, sayang lakukan terus sampai kau bisa agar dihormati dan disukai oleh semua orang, meskipun mereka menilai buruk padamu, tapi mas percaya bahwa keluarga dan orang tertentu salah satu ya mas sendiri bakalan tetap menganggap mu adalah orang yang hebat."

"Tapi, temanku Lita punya pacar virtual mas. Kan kasihan kalau dia nggak punya pasangan. Iya mas. Siap, mas nanti aku lakukan semaksimal mungkin."

"Oalah, kasihan juga yah. Jujur pacaran virtual itu nggak enak banget, mas punya teman sekampus. Dulu dia punya pacar virtual lewat online, mereka kan bertukar nomor terus saling video call, telponan setiap hari seperti itu. Tetapi ada satu temanku yang benar-benar bikin kecewa, ternyata dia di tinggal nikah sebab ia dijodohkan sama orang tuanya, jadi mas merasa kasihan padanya. Setiap mau ngobrol dengan nya, mas selalu di diamkan."

"Waduh, miris banget gimana nanti nasib Lita yah, mas. Kan kasihan, ditambah teman ku ini mudah sekali depresi dan kesal kalau nggak dibalas sama cowoknya. Mudahan aja Lita bertemu cowok virtual nya."

"Iya sayang, hingga itulah mas memilih pacar yang lebih logika dibanding virtual-virtual segala, eh malah ketemu Dedek yah sudah dibuat serius."

"Bisa aja nih Mas Wawan, ya sudah Dedek izin tinggal yah. Mau belajar nih, bentar lagi bel juga mau masuk. Assalamualaikum, mas." Aida menyalami dan mencium tangan Wawan kembali.

"Wa'alaikum salam, semangat belajar nya yah sayang," balas Wawan sambil mencium kening Aida.

Aida mengangguk dan tersenyum manis. Selepas mengobrol ia pun bergegas menuju kelas Seni 12 A. Setelah kepergian Aida, Wawan pun keluar dari mobil, lalu berjalan menuju tempat absen. Saat Wawan tiba di teras, ia malah tidak sengaja menemukan Lusi.

"Mas Wawan?" panggil Lusi.

Kemudian Lusi berpura-pura untuk jatuh di hadapan Wawan, lalu Wawan langsung menyelamatkan nya.

"UPS, lain kali Bu Lusi lihat-lihat jalannya, kalau jatuh kan hancur mukanya," ucap Wawan.

Lusi pun kaget dan mukanya langsung memerah, ia tidak menyangka kalau jebakan nya berjalan dengan sukses. Lusi pun bangkit dan memegang lengan Wawan sampai ke bahunya.

"Maaf, Mas Wawan aku tidak sengaja. Ngomong-ngomong, bentuk tubuh Mas Wawan seperti cowok macho, bagaimana nanti pulang kita pergi ke hotel aja mas, melakukan olahraga lima jari," balas Lusi sambil menggoda Wawan dengan memeluk belakang tubuhnya.

Setelah itu, Wawan langsung kepikiran Aida dan melepaskan jari-jemari Lusi.

"Maaf, Bu Lusi sebaiknya anda harus lebih sopan dan jangan melakukan hal tidak senonoh di dalam lingkungan sekolah seperti ini, kalau masih melakukan hal ini lagi maka aku tak segan memaafkan mu. Sorry, aku tidak bisa sebab siang nanti ada kesibukan." Wawan lebih tegas.

"Wah, tegas sekali calon suamiku ini. Duh, maafkan aku yah mas. Terus, kalau hari ini nggak bisa, kapan kita melakukan nya." Lusi yang tidak takut dan tetap menggoda Wawan.

"Maaf, aku sudah lamaran jadi kau jangan seenaknya bilang calon suami mu, kalau kamu masih melakukan hal ini lagi lebih baik goda aja lelaki lain. Mau berhenti atau dikeluarkan secara langsung!" kesal Wawan.

"Hah, bapak sudah lamaran? Sama siapa pak?! Kenapa bapak nggak ngundang aku!" kaget Lusi.

"Kau tidak perlu mau tau. Soal lamaran atau enggak, sebab hal ini terlihat rahasia. Mending kamu kerja saja daripada buang-buang waktu, kalau kamu kerja nggak konsisten maka aku tak segan memecat mu!" Wawan mengancam Lusi.

Kini Lusi diam saja sambil menggenggam tangan sangat kuat, dia kesal dan kecewa, melihat lelaki yang ia suka dari dulu telah direbut oleh orang lain hingga itu lah Wawan lebih memilih menghindar dari nya. Lusi ingin benar-benar tau siapa perempuan itu dan segera untuk menghapuskan sampingan Wawan, wanita satu-satunya untuk Wawan hanyalah seorang saja.

Lusi diam dan pergi meninggalkan Wawan di depan tempat absen. Melihat Lusi yang menggoda dirinya, membuat Wawan perlu berhati-hati dan tidak akan membuat Aida semakin cemburu.

"Aneh yah wanita zaman sekarang. Coba sebelum aku lamaran malah ogah semua, giliran aku bertemu wanita yang pas dan sudah di lamar mulai banyak menggoda. Mana pakai selingkuhan segala dan ngajak ke hotel, dia kira aku bakalan tergoda gitu," batin Wawan.

Sembari Wawan memikirkan hal jahat Lusi, kini Sabar datang sebab datang terlambat.

"Selamat pagi, Pak Kepsek," sapa Sabar.

Wawan pun kaget dan langsung menghadap ke depan.

"Heh, Pak Sabar, selamat pagi juga. Em, telat yah pak?" balas Wawan.

"Iya, Pak Kepsek. Tadi tengah jalan motor macet, maklum sudah tua. Pak Kepsek, sudah berapa lama berdiri di sini?"

"Hahaha ... untung datang tepat waktu. Oalah, iya juga sih pak, sepertinya butuh yang baru tuh. Hum, baru sepuluh menit dan belum absen juga."

Sabar mengangguk dan tersenyum manis seraya mendengarkan obrolan Wawan. Setelah saling mengobrol kini mereka berdua absen bergantian dan kembali ke tempat kerja masing-masing.

Assalamualaikum, Pak Kepsek Season 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang