[261] Para Pria Jalanan

3 1 0
                                    

Selepas kepergian Wawan dan mengemas beberapa pakaian yang sudah pakai dalam koper. Aku bergegas mengganti pakaian, lalu masuk ke kamar mandi agar tubuh tetap terasa wangi.

Dengan seperti biasa menghidupkan keran air hangat dan dingin, memasukkan bak lalu menggunakan kelengkapan alat mandi. Setelah mandi, aku pergi keluar dengan menggunakan Hoodie cokelat, jilbab putih dan rok hitam. Tidak lama, Bu Setan datang mengajakku berbicara di atas lemari.

"Aida, kau mau pergi ke mana?" tanya Bu  Set.

"Gue, mau pulang ke rumah Bu Set. Soalnya gue sudah janjian sama mamak dan bapak. Dua hari di rumah gue, dua hari rumah Mas Wawan," balas ku.

"Oh, tapi lu bikin ribet tau nggak. Bolak-balik ke rumah, kasian suami lu," tanggap Bu Set.

"Serah gue lah, nggak usah atur hidup gue. Lagi pun, Mas Wawan nggak pernah ngeluh soal gue, pergi sana ganggu aja dah."

Usai berbicara dengan Bu Set, tiba-tiba Wawan membuka pintu dengan menggenakan kaos putih, jaket cokelat dan celana dasar berwarna hitam.

"Dek, sudah siap belum? Waduh, kok baju kita bisa sama dek?" heran Wawan.

"Lah, mana ku tahu, mas. Iya mas, aku sudah siap. Tapi, tumben Mas Wawan pakai kaos, biasanya suka pakai kemeja melulu. Emm, tetapi Dedek suka lihatnya kalau Mas Wawan suka bergaul seperti pria umumnya," balas ku.

"Ya sudah, buruan ke bawah. Bentar lagi, ini mau ashar. Habis ashar, kita pulang ke rumah mamak dan bapak," ajak Wawan.

"Iya, mas. Tapi, Dedek boleh minta tolong bawakan koper ini. Berat mas," pinta Aida.

"Utututu ... ya sudah sini, mas bantu."

Sesampai di lantai satu dan menempatkan koper Aida dekat dengan sofa berwarna hijau, tiba-tiba adzan ashar berkumandang. Aida dan Wawan berseteru naik ke lantai dua, dengan melaksanakan solat ashar bersama-sama. Sepuluh menit berlalu, kini mereka berdua telah selesai, kemudian turun kembali ke lantai satu dan bergegas keluar menaiki mobil berwarna biru.

"Pak Iskandar, kami pergi lagi yah. Kalau bapak mau kopi atau cemilan lain chat saja saya. Entar dibeliin lewat grab," sapa Wawan.

"Baiklah, pak. Hati-hati di jalan," balas Iskandar.

Lima belas menit berlalu, tiba-tiba Aida meminta Wawan untuk pergi ke minimarket.

"Mas, kita pergi ke minimarket dulu yuk. Dedek haus, terus mau ngemil juga," pinta ku.

"Oh iya, dek," balas Wawan, yang langsung menerima permintaan ku.

"Terimakasih banyak yah, mas."

"Iya, sayang."

Beberapa menit kemudian, kami telah sampai di depan minimarket. Aku pun turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam minimarket, sedangkan Wawan menyusul dari belakang. Selama kami masuk, salah satu anggota penjahat memantau kami dari kejauhan.

'Surip, di mana keberadaan Wawan dan gadis perempuan itu?' panggil Lusi sambil menelpon.

'Mereka berdua sedang ada di minimarket, Bu,' balas Surip.

'Ya sudah, nanti kalau mereka berdua. Sudah keluar, grebek langsung dan bunuh gadis perempuan itu. Ingat hanya gadis perempuan target kalian dan bukan pria itu!'

'Baiklah, Bu. Kami akan melaksanakan nya.'

Saat beberapa di dalam minimarket, Aida dan Wawan mengambil keranjang, lalu berjalan depan kulkas.

"Dedek, mau ambil minuman apa?" tanya Wawan.

"Aku, mau teh yang ada karakter anime Luffy dan Zoro, mas. Terus aku mau ambil cokelat banyak-banyak," balas ku.

"Ya sudah, ambil aja semuanya Dedek. Nanti mas bayar," suruh Wawan.

Aida mengangguk sambil tersenyum, lalu berjalan menuju kasir. Usai membeli makan dan minuman, kemudian keluar dari minimarket. Tiba-tiba kami berdua dihadang banyak pria jalanan.

Namun, kami tidak peduli dan bergegas masuk ke dalam mobil.

"Tunggu, kalian berdua mau pergi ke mana," Surip menarik tangan ku.

"Mas Wawan!" teriakku.

Kemudian Wawan langsung menonjok Surip.

"Sialan! Ayo anak-anak habiskan pria bajingan itu?!" suruh Surip.

Wawan pun diserbu oleh banyak pria jalanan, lalu Aida tidak diam saja. Ia langsung mengigit tangan Surip dan cepat menendang kemaluan pria tersebut.

"Sialan! Gue sudah sial tiga kali," kesal Surip.

Selanjutnya Aida datang menghampiri Wawan dan membantu mengalahkan para penjahat dengan skill pencak silatnya.

Hiyaat!
Bugh!
Bugh!

"Pergi sekarang kalian, dan jangan ganggu kami. Kalau tidak mau mati di sini!" kesal Aida.

Surip bersama beberapa pria jalanan. Selanjutnya aku datang menghampiri Wawan untuk memeriksa keadaannya.

"Mas Wawan, nggak kenapa-kenapa kan?  Lah, wajah mas membiru. Mas tunggu sebentar di sini, Dedek mau beli obat dulu di minimarket," suruh Aida.

Wawan pun mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil sambil menunggu Aida. Beberapa menit kemudian, Aida masuk ke dalam mobil dan telah membelikan obat dan tisu.

"Maafkan, aku yah mas. Sebab tak bisa menjaga mu," ucap ku, mas tahan dikit yah. Ini nggak sakit kok.

"Iya, dek. Justru mas yang minta maaf, sebab tidak bisa menjaga mu. Aww! Sakit dek," balas Wawan.

"Sudah ku bilang, Mas Wawan tidak usah khawatir pada ku. Dedek bisa jaga diri kan bapak sudah ajarin ku.  Ih, tahan bentar mas sebentar lagi mau selesai nih."

"Makasih yah sayang, sudah sembuhin mas. Maafkan mas, sebab meremehkan mu."

"Iya,  sama-sama mas. Tidak apa-apa, lagi pun tugas ini adalah kewajiban ku untuk membantu."

"Ya sudah, kalau begitu. Kita pergi ke rumah mu, yah. Bapak sama mamak pasti sudah nunggu di rumah."

"Iya mas. Mas, mengendarai mobilnya pelan-pelan aja."

***
Sepuluh menit berlalu, kami telah sampai di Rumah Aida. Kemudian mobil biru berhenti di depan pagar rumah, lalu aku masuk bergandeng dengan Wawan dan membawa koper yang berisi pakaian.

Saat masuk ke dalam rumah, Aida menyuruh Wawan duduk di kursi.

"Mas, mau kopi?" tanya ku.

"Iya sayang, mas mau," balas Wawan.

"Ok, mas tunggu sebentar yah. Dedek mau buatin dulu."

"Iya sayang."

Aku bergegas pergi ke dapur, sedangkan Wawan duduk di kursi sambil mencari berita yang terjadi di minimarket sebelum nya.

"Sebenarnya mereka mau apa, datang menghajar kami? Sepertinya ada orang lain yang sengaja mengancam hubungan kami. Tapi, kira-kira siapa yah? Aku harus segera menyelidiki kejadian ini, agar mereka kujebloskan dalam penjara!" kesal Wawan.

Tidak lama, Aida datang kembali sambil menjamu segelas kopi dan roti roma kelapa yang selalu beli ibu untuk bapak.

"Nih mas, makanan dan minumannya. Maaf karena terlalu lama menunggu," ucap Aida.

"Iya Dedek, terimakasih sudah buatkan," balas Wawan.

Aku mengangguk sambil tersenyum, lalu aku datang duduk bersebelahan dengan Wawan sambil memeriksa memar biru pada pipinya.

"Mas Wawan, masih sakit pipinya?" tanyaku.

"Nggak lagi sayang, sudah lumayan sembuh," balas Wawan.

Kemudian, aku mencium pipinya. "Semoga pipi Mas Wawan, cepat sembuh!"

"Duh, mas kaget lho sayang. Makasih yah."

Assalamualaikum, Pak Kepsek Season 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang