[274] Kabur dari Pelaku

4 1 0
                                    

Sudah setengah jam perjalanan, kami berhasil kabur dari pria besar, perutku tiba-tiba keroncongan, lalu meminta Wawan untuk mencari makan terdekat.

"Mas, cari makan yuk. Dedek, lapar nih," ucap ku.

"Utututu ... dedek belum makan yah daritadi. Ya sudah, kita cari makan aja. Ngomong-ngomong, dedek mau makan apa?" tanya Wawan.

"Terserah, mas. Aku nggak tahan lagi nih," balas ku, dengan kuat memegang tangan Wawan.

"Duh, baiklah. Dedek yang sabar yah. Kita akan makan nasi di depan sana," ajak Wawan.

Lima menit berlalu, kini kami telah sampai di warung makan kaki lima.

"Dedek, mau makan apa?" tanya Wawan sambil melihat lemari kaca.

"Dedek mau makan, pakai ayam mas," balas ku.

"Oh, ok. Pak, saya mau pesan nasi, dua pakai ayam goreng," pinta Wawan, pada penjual.

"Baiklah, pak. Harap tunggu sebentar. Bapak mau dibungkus atau makan di sini?" tanya penjual.

"Makan di sini, aja pak," balas Wawan.

Pak penjual itu mengangguk, lalu profesional mengambil pesanan nasi untukku dan Wawan. Lima menit berlalu, aku masih menahan perut yang sakit, selama menunggu, Wawan pun membuka obrolan padaku.

"Dek, emang kejadian kamu diculik itu gimana ceritanya? Apakah di sana, tidak ada orang yang mau membantu mu?" tanya Wawan.

"Sesudah mas pergi ke masjid, dedek hendak pergi ke kantin. Tidak lama pria berbadan besar datang menghampiri dan memegang tanganku dengan sekuat tenaga. Seperempat perjalanan, pria besar itu mengeluarkan senjata tajam, lalu aku tidak diam saja dan langsung mengalahkan nya seperti malam kemarin, mas," balas ku.

"Ya Ampun, tapi mas senang kalau Dedek masih selamat saat ini. Kenapa sih, para preman itu selalu menganggu hubungan kita, padahal enam bulan yang lalu kita aman-aman saja!" kesal Wawan.

"Aku tidak tahu, mas. Sepertinya, ada orang yang iri lihat hubungan kita berdua. Karena premannya selalu mengincar ku, ku tebak yang melakukan semua hal ini adalah seorang perempuan. Sekarang Dedek telah mendapatkan bukti berupa gawai kecil, setelah menghadapi pria berbadan besar." Aku yang langsung mengeluarkan gawai di hadapan Wawan.

"Ya Allah, tapi kira-kira siapa yah? Gawai, bagus Dedek dengan menggunakan alat bukti ini. Kita bisa mencari pelaku dalam aksi permainan ini."

"Iya, mas."

Selama kami mengobrol, pramusaji datang menyuguhkan makanan yang telah kami pesan. Aku dan Wawan bergegas menghabiskan nasi sampai kenyang. Selepas menyantap makanan, Wawan langsung membayar, lalu kembali masuk ke dalam mobil biru.

"Ok, sekarang Dedek mau ke mana lagi?" tanya Wawan.

"Kita pulang ke rumah dulu, mas. Mau ambil baju, kan malam ini sampai besok mau nginep di rumah mas," balas ku.

"Oh, ok sayang."

Selepas mengobrol, kami lanjut perjalanan menuju rumah Aida. Saat tiba di rumah, aku bergegas masuk dan Wawan menyusul dari belakang.

"Assalamualaikum," ucap Wawan.

"Wa'alaikum salam," balas ku.

"Mas Wawan, tunggu di sini yah. Dedek mau packing dulu," suruh ku.

"Iya sayang."

Wawan pun duduk di bawah sambil membuka kerah baju, sebab hari cukup panas setelah seharian pergi ke sana ke mari. Saat aku berada di lantai atas, kini aku membuka koper berwarna merah jambu. Lalu, aku mengambil beberapa Hoodie dan gaun, tidak lupa mengambil pakaian sekolah putih abu-abu, dasi, topi dan ikat pinggang. Kemudian aku tidak lupa memasukkan buku tulis Agama dan Bahasa Indonesia.

Selama aku sibuk menyusun kebutuhan ku, Angelin malah membuka obrolan.

"Hei, lu mau pergi ke mana?" tanya Angelin.

"Gue mau pergi ke rumah suami gue, lu jagain rumah gue yah dan jangan sampai berantakan," balas ku.

"Lah, terus masalah kematian gue sudah ketemu?"

"Belum, tapi kami akan berusaha mencari mayat lu. Ya sudah, gue pergi dulu."

"Iya, hati-hati lu di jalan."

Setelah mengobrol dengan Angelin. Aida bergegas pergi ke bawah, kemudian melihat Wawan yang sedang membuka kerah batiknya sambil memainkan gawai.

"Lho, mas kenapa di buka baju nya?" heran ku.

"Panas Dedek. Gimana sayang, sudah selesai packing bajunya?"

"Sudah, mas. Ya sudah, kita pergi yuk. Kasihan lihat suami ku kepanasan begini, sini Dedek kancingi batiknya. Nah kan kalau gini, kelihatan gantengnya."

"Iya sayang, makasih. Dedek, juga cantik kok."

Usai saling mengobrol, kami berdua bersamaan masuk ke dalam mobil, lalu bersiap pergi menuju rumah Wawan. Tiga puluh menit kemudian, kami berdua telah sampai di depan rumah.

Selanjutnya Iskandar bergegas membuka pagar. Wawan pun berhenti sejenak sambil menyapa Iskandar.

"Siang pak, bapak sudah makan?" tanya Wawan.

"Iya, pak. Saya barusan saja selesai makan," balas Iskandar.

"Syukurlah kalau begitu."

Sesampai di depan rumah, Aida dan Wawan turun dari mobil bersamaan. Selepas itu Wawan ke belakang dengan mengeluarkan koper merah jambu milik Aida. Ketika masuk dalam rumah, Aida seperti biasa mengucapkan salam.

"Assalamualaikum," ucap ku.

"Wa'alaikum salam, selamat datang Nyonya Ratu," balas Wawan.

"Terimakasih banyak, Tuan Raja."

Selepas saling bercanda, kami berdua bergegas masuk sampai ke lantai tiga, dan Wawan mengandeng koper berwarna merah jambu. Kemudian saat tiba di lantai tiga, Aida dan Wawan menempatkan koper di kamar anak.

"Nih sayang, koper mu, silakan disusun dengan rapi. Mas, izin tinggal yah, mau ganti pakaian," suruh Wawan.

"Iya mas," balas ku.

Setelah keberangkatan Wawan, aku memasukkan baju satu per satu ke dalam lemari pakaian, lalu kebutuhan kamar mandi diletakkan di rumah kamar mandi. Tas sekolah digantung ke tempat yang telah disediakan.

Ceklek!

"Dedek, sudah kelar kemas bajunya?" panggil Wawan. Dengan mengenakan kaos oblong berwarna putih dan celana pendek berwarna hitam.

"Iya mas, ini barusan aja selesai," balas ku.

"Ya sudah, kita ke bawah yuk," ajak Wawan.

"Mau, ke mana mas?"

"Kita, nonton televisi bareng."

"Oh, ya sudah ayo."

Wawan pun mengangguk sambil tersenyum, lalu kami berdua bergegas ke lantai bawah dengan menonton televisi. Acara yang kami tonton adalah film romantis, tidak lupa Wawan membuka roti kelapa yang persis seperti di rumah Aida, beserta kopi dan teh hangat.

"Mas, menurut Dedek lebih enakan nonton televisi berdua di rumah, dibandingkan nonton bioskop berdua. Suasana keluarga lebih asri, daripada di bioskop, apalagi bareng anak-anak kita, pasti lebih nyaman dan tentram," ucap ku.

"Iya sayang, apalagi makanan dan minuman yang kita sediakan cukup praktis. Mas, harap kita selalu bersama untuk mengisi waktu yang kosong," balas Wawan.

Selama kami menonton, tiba-tiba adegan romance yang berciuman, membuat Wawan mencium ku kembali.

"Romantis mereka sweet banget yah sayang. Tapi, romantis kita lebih sweet dan nyata," ucap Wawan mengecup dahiku.

"Iya, mas."

Usai menonton televisi, tiba-tiba Adzan Ashar berkumandang. Kemudian Wawan mengajakku solat berjamaah.

"Dek, kita solat bareng yuk," ajak Wawan.

"Iya, mas. Ayo," balas ku. Kami berdua bergegas menaiki lantai dua, dengan menunaikan solat ashar berjamaah.

Assalamualaikum, Pak Kepsek Season 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang