[272] Dalang

2 1 0
                                    

"Selamat pagi, anak-anak. Perkenalkan nama bapak Dwiki Siaga, bisa dipanggil Pak Dwiki. Bapak di sini, mau ngajar semua mata pelajaran Penjaskes. Ok, hari ini kita mau belajar atau pengenalan terlebih dahulu?" sapa nya.

"Selamat pagi, pak. Em, lebih baik pengenalan aja pak. Biar sama-sama saling kenal," balas serentak.

"Iya pak, kalau tak saling kenal maka tak sayang," tanggap Madonna.

"Hahaha ... ok kalau itu adalah kesepakatan kalian, hari ini kita saling kenalan. Baiklah, lanjut dari pojok sana," ucap Dwiki sambil menunjuk ke arahkan.

Dua puluh menit berlalu, kini kami sudah saling kenal sama lain. Ditambah waktu belajar tinggal beberapa menit lagi mau berakhir.

"Baiklah, sebab sudah saling kenalan. Apakah ada yang mau ditanyakan lagi?" ucap Dwiki.

"Saya, pak mau bertanya," balas Madonna saling mengangkat tangan.

"Iya, Nak Madonna. Kamu mau nanya apa?" tanya Dwiki.

"Maaf pak, apakah bapak sudah Married belum? Terus bapak agamanya apa?" tanya Madonna yang bersifat pribadi.

"Duh, apakah pertanyaan ini harus bapak jawab, sebab menautkan dengan soal pribadi," heran Dwiki.

"Madonna, emang nggak sopan nanya privasi guru. Dia aja, masih guru baru lho," bisikku.

"Kan, gue nanya. Masa nggak boleh, lagi pun dia nggak ngelarang juga," balas Madonna.

"Tinggal jawab aja, pak. Lagi pun kami sepuluh orang di sini, gak akan menyebarkan privasi bapak," ucap Madonna yang makin penasaran dengan Dwiki.

"Haduh, ya sudah deh. Jujur bapak sedikit kecewa, karena kamu cukup penasaran maka bapak jawab. Bapak masih jomblo dan masih nyari. Agama bapak Kristen," balas Dwiki.

"Yes, seiman dong. Bapak masih jomblo, mau nggak saya temenin pak. Kristen, saya Katolik pak, dari sebanyak anak di sini cuman saya yang beda keyakinan."

"Heh."

Aku dan Lita menepuk kepala melihat tingkah Madonna, yang semakin menjadi-jadi. Sedangkan anak lain hanya bengong saja melihat obrolan Madonna.

***
Satu jam berlalu, mata pelajaran Penjaskes telah berakhir dan telah berganti jam istirahat. Kemudian, aku, Lita dan Madonna bergegas pergi ke menuju tempat Bakso Satria.

"Madonna, lu daritadi selama pelajaran Pak Dwiki, emang nggak ada malu-malu nya yah. Emang boleh langsung nanya privasi tentang dirinya, tapi untung Pak Dwiki nggak langsung marah kayak Pak Marsan," ucap ku.

"Yah, gue kan cuman ingin tahu aja tentang dia. Siapa tau, gue bisa dapati Pak Dwiki, ditambah dia jomblo dan seiman," balas Madonna.

"Tapi, lu itu dongo. Kalau mau kenalan minimal berbicara empat mata, bukan langsung dihadapan teman-teman. Untung jumlah murid cuman 10, kalau 30 lebih. Gue yakin Pak Dwiki nggak bakalan betah masuk kelas kita lagi. Lain kali kalau ada guru baru, yang tampan speak pangeran jangan dilakuin lagi, sama aja kamu malu-maluin dia!" kesal ku.

"Iya, gue minta maaf."

Selama aku sibuk berdebat dengan Madonna. Sampai pertigaan antara kelas 11 dan 10, kami malah bertemu Wawan yang mengenakan kemeja  merah, celana dasar hitam sambil memainkan gawai.

"Assalamualaikum Pak Kepsek, bapak lagi ngapain?" sapa Madonna dan Lita.

"Wa'alaikum salam, anak-anak. Ini bapak lagi nungguin Dedek Aida," balas Wawan.

"Oalah, begitu yah. Yah sudah, kami izin tinggal yah pak. Mau makan bakso, Aida lu mau dipesenin nggak?"  ucap Madonna, lalu mengalihkan pertanyaan pada Aida.

"Iya, gue mau bakso seperti biasa," balas Aida.

"Nak, bapak mau bakso telur juga," tambah Wawan.

"Oh siap Aida. Baiklah Pak Kepsek," balas Madonna.

Selepas mengobrol, Lita dan Madonna bergegas pergi ke tempat Satria. Selanjutnya Aida datang menghampiri Wawan dengan duduk bersebelahan.

"Mas, mau apa panggil Dedek?" tanya ku.

"Mas, cuman kangen sama kamu aja, sayang. Kok Dedek cemberut aja sih, emang lagi ada masalah apa? Sini cerita sama mas," balas Wawan.

"Nggak ada apa-apa sih, mas. Entahlah Dedek bosan aja sama hari ini. Gara-gara guru baru Pak Dwiki, membuat Madonna makin bertingkah dan malu-maluin dirinya."

"Oalah, kok bisa gitu sayang. Emm, nanti pulang sekolah temani mas pergi ke masjid yah, mau solat Jum'at soalnya," ucap Wawan dengan meminta.

"Iya mas, nanti Dedek minta uang yah, mau cari jajan sekalian di dekat masjid," balas ku.

"Ok, sayang. Ya sudah, kita pergi ke tempat Pak Satria yuk, mas sudah lapar nih."

Aku pun mengangguk, lalu kami berdua pergi ke belakang sambil bergandeng tangan. Saat sampai di tempat Satria, Lita dan Madonna malah lebih dulu menyantap bakso.

"Hallo, Bang Sat. Baksoku sama Mas Wawan sudah siap belum?" tanyaku.

"Ini, Non. Baru saja selesai," balas Satria, sambil menyuguhkan bakso pada kami.

Aku pun mengangguk, lalu menikmati bakso bersebelahan dengan Wawan. Kemudian disamping ku, Lita dan Madonna tinggal sedikit lagi mau habis.

"Woi Lita, Madonna. Makannya pelan-pelan Napa sih!" kesal ku.

"Sorry Aida, yang terakhir makan wajib traktir," balas Madonna.

"Sialan! Jadi gitu." Aku bergegas menghabiskan bakso agar Wawan, terakhir menyantap nya.

"Yeah, aku sudah selesai. Mas, tadi kan kami ada tantangan nih, siapa yang makan terakhir, dia yang traktir. Dedek izin tinggal yah, makasih yah mas. Muacch!" ucap Aida, lalu mencium pipi Wawan.

"Heh. Curang,  mas nggak tahu kalau ada aturan itu. Tapi, nggak pa-pa deh. Semangat belajarnya," balas Wawan.

"Pak Kepsek, kami terimakasih sebab sudah ditraktir," ucap Lita dan Madonna.

"Iya nak, sama-sama."

Selepas menikmati bakso, kami bertiga berjalan menelusuri beberapa kelas, lalu kami melihat adik kelas tata boga, sedang memasak makanan. Awalnya kami, mau minta tapi karena ada guru di sana, dengan terpaksa menghindar.

Seperempat perjalanan hendak ke kelas 12 A. Tiba-tiba aku dipanggil oleh Sabar.

"Aida?" panggil Sabar.

Aku pun kaget dan berhenti, lalu menoleh ke arah Sabar, Lita dan Madonna juga ikut menyusul.

"Iya pak, ada apa memanggil ku?" tanya ku.

"Bapak mau berbicara dengan mu, sebentar. Ini bapak ada informasi penting," balas Sabar.

"Aida, kami berdua pergi duluan yah ke kelas," ucap Madonna.

"Iya, Madonna," balas ku.

Setelah kepergian Madonna dan Lita. Sabar pun mulai membuka pembicaraan pada ku.

"Aida. Bapak ada kabar penting, bapak tau siapa dalang yang menculik mu semalam dan ingin membunuh itu adalah perbuatan Bu Lusi. Tapi, bapak nggak tau ini beneran atau tidak. Bapak mohon kamu jangan kasih tau dulu pada Pak Kepsek, takutnya malah jatuh fitnah. Intinya gini di mana kamu mau bepergian tetap siaga untuk melawan para preman, lalu kau jaga terus Pak Kepsek. Ini hanya demi kebaikan dan hidup mu di masa depan. Kita tidak tau sifat manusia itu seperti apa, mereka bisa jahat namun juga baik, ibaratkan seperti abu-abu. Emm, mungkin bapak cukup berbicara soal ini. Silakan pergi, bapak nggak mau Pak Kepsek malah salah paham karena mendekati mu," jelas Sabar, lalu menyuruhku.

"Baiklah pak, terimakasih banyak. Aku berjanji akan memegang kunci saran bapak. Aku izin tinggal yah pak. Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam."

Aku bergegas pergi ke kelas 12 A, namun aku juga kaget ketika Sabar membicarakan soal Lusi. Namun yang bikin ku heran, mengapa Sabar mau membantu ku.

Assalamualaikum, Pak Kepsek Season 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang