[278] Selamat Tinggal, Angelin

12 1 0
                                    

Sepuluh menit berlalu, kini Wawan masih belum sadar di lain sisi Aida telah menutup semua pakaian Wawan, gara-gara perbuatan Lusi ia sedikit geram, pria yang ia cintai sudah sepenuhnya mau dirusak, namun ia sedikit takut sebab baru pertama kali membunuh manusia yaitu mantan walikelas nya sendiri. Aida berharap melihat kejadian tersebut tidak dilihat oleh siapa pun.

Selama sibuk melamun, Wawan yang tertidur di hamburan tanah, tempat nan ditiduri adalah mayat Angelin disembunyikan selama enam tahun kemarin. Tidak lama, Wawan terbangun dari tidurnya.

"Hah, dek kita ada di mana?" tanya Wawan.

"Syukurlah kalau, Mas Wawan sudah sadar. Kita, masih ada di hutan belantara mas. Mas, tadi Bu Lusi mencemari tubuh mas. Ia membuka semua baju mas, lalu menjilati dan melakukan hubungan terbuka, untung saja aku datang tepat waktu, kalau tidak cairan putih pertama mas akan masuk ke dalam tubuh Bu Lusi," balas ku.

"Hah, kita masih di hutan belantara, kirain sudah pulang ke rumah. Lusi, sekarang dia ada di mana? Wah, dia wajib di blacklist dari SMK Harapan Bangsa. Ya Allah dedek, mas minta maaf, mas kira yang melakukan hubungan tadi itu adalah kamu. Makasih, yah sayang sudah selamatkan ku."

"Kita, belum pulang ke rumah mas. Sebelumnya Dedek mau buang air kecil, lalu berhadapan sepuluh preman. Usai mengalahkan preman, aku malah lihat Lusi yang telah menduduki tubuh mas nan terbuka. Lusi sudah kutendang mas, sekarang ia mengelinding ke arah sungai."

Selepas mengobrol, kini kami berdua bangkit bersamaan. Kemudian aku merasa suara yang begitu menyengat, kini aku di bawa dimensi berbeda setelah menyentuh tumpukkan tanah tersebut.

Arka rekan Surarto yang berencana membunuh Angelin. Telah membawa mayat Angelin ke dalam hutan belantara. Kemudian Arka mengali kuburan diam-diam di dalam hutan, tubuh Angelin yang berhamburan dengan darah dibuat ke dalam lobang sembarangan, lalu ditutup oleh tumpukkan tanah serta dedaunan kering  agar tidak dicurigai oleh siapa pun.

"Dek ... dek, apakah kamu baik-baik saja? Mengapa kamu mendadak diam sayang," panggil Wawan.

Aku pun bangkit dari tidur ku dan bersebalahan dengan makam Angelin.

"Mas, Dedek akhirnya berhasil menemukan mayat Angelin," balas ku.

"Di mana, dek?" tanya Wawan.

"Ini, depan kita. Yok mas, kita bacakan Al-fatihah untuk Angelin, mungkin saja ia bisa tenang dari dunia ini."

"Kamu serius, sayang. Ya sudah ayo."

Kami berdua pun membaca Al-fatihah bersama-sama untuk melepaskan arwah Angelin yang sedang bergentayangan. Setelah membaca Al-fatihah, Angelin menampakan diri dihadapan ku dan Wawan.

"Aida, Bang Wawan. Terimakasih banyak sebab telah menemukan mayat ku," ucap Angelin.

"Iya Bu Set, selamat tinggal," balas ku.

"Iya, Angelin. Selamat tinggal juga, semoga kamu tenang di akhirat," tambah Wawan.

Usai mendoakan Angelin, tiba-tiba suara sirine mobil polisi terdengar sangat nyaring, aku dan Wawan bergegas pergi ke luar, kebetulan di barisan polisi ada Hartono.

"Bapak?" panggilku. Aku dan Wawan bergegas menghampiri Hartono.

"Aida, Nak Wawan. Apakah kalian baik-baik saja?" tanya Hartono.

"Iya, pak. Kami, baik-baik saja," balas ku.

"Syukurlah kalau begitu. Bapak khawatir kalau putri bapak akan pergi selamanya."

"Enggak lah, pak. Aku kan hebat, sepuluh preman aja berhasil ku kalahkan."

"Baguslah kalau begitu, bapak senang mendengarnya."

Kini puluhan polisi evakuasi untuk menangkap semua preman.

"Pak, perempuan ini tidak bernapas lagi?" panggil polisi satu.

Jenderal dan beberapa polisi pun datang menghampiri mayat perempuan tersebut. Kemudian Aida dan Wawan datang menghampiri, lalu Aida memegang tangan Wawan dengan erat.

"Mas, Dedek takut," ucap ku.

"Dedek, jangan takut. Mas, senantiasa di samping mu," balas Wawan.

"Ya sudah, kita langsung bawa ke rumah sakit aja, siapa tau masih bisa ditolong," balas Jenderal.

"Baik, pak." Semua polisi mengotong tubuh Lusi dan dibawa ke rumah sakit.

"Bapak, aku nggak mau masuk dalam penjara," ucap Aida.

"Nak, kau tidak usah takut. Tadi, ada seorang bapak yang telah menceritakan semua kejadian di sini berupa rekaman. Kamu tidak usah takut, mending pulang aja ke rumah sama Nak Wawan. Lagi pun anak bapak dan Nak Wawan juga tidak bersalah," balas Hartono.

Aku diam saja dan kebingungan siapa pria yang menceritakan lewat rekaman, sedangkan Wawan hanya bisa mengangguk dengan mendengarkan ucapan Hartono.

Saat berada di dalam mobil, kini Aida masih diam saja tanpa berkata apa pun.

"Dek, kenapa kamu diam saja? Masalah soal Bu Lusi kah? Kamu jangan khawatir, kan bapak sudah bilang, kalau kita tidak bersalah," tanya Wawan.

"Dedek, takut mas. Dari sekarang aja, Dedek nggak pernah bunuh orang," balas ku.

"Kalau membunuh di jalan yang benar, insyallah kamu tidak akan jahat sama Tuhan. Ditambah, kamu juga sudah selamatkan nyawa mas. Sudah, daripada mikirin soal tadi, mending kita cari makan aja. Ngomong-ngomong dedek mau makan apa?"

"Dedek nggak nafsu makan, mas."

"Emm, ok. Nanti mas pesan makanan aja kalau gitu."

Usai saling mengobrol, Wawan pun bergegas pulang ke rumah. Beberapa menit kemudian, Iskandar membuka pagar.

"Selamat pagi, Pak Iskandar. Bapak sudah sarapan?" tanya Iskandar.

"Selamat pagi juga pak. Alhamdulillah, saya baru saja selesai sarapan di rumah, pak," balas Iskandar.

"Syukurlah, saya senang mendengarnya pak. Ya sudah, saya izin masuk yah pak."

"Iya, pak." Iskandar mengangguk sambil tersenyum.

Selepas saling mengobrol, Aida dan Wawan berhenti di depan rumah. Kemudian kami berdua bergegas masuk ke dalam rumah. Aku berjalan dan duduk di sofa sambil merenung.

"Dek, kamu kenapa diam saja?" tanya Wawan dengan pelan.

"Gak pa-pa mas, aku lagi gak mood aja," balas ku.

Kini Wawan diam saja, lalu ia pergi ke tempat musik dengan memainkan instrumen musik berupa piano.

"Ratusan hari ku mengenalmu ... ratusan alasan kamu berharga, ratusan hari ku bersamamu ... ratusan alasan kamu bercahaya," ucap Wawan, kini aku kaget ketika mendengar nyanyian Wawan.

"Semampu ku ... kau akrab dengan senyum dan tawa, semampu ku ... tak perlu lagi kau takut cinta."

"Bila aku ... pegang kendali penuh pada cahaya .... Aku pastikan .. jalanmu terang .... Bila aku ... pegang kendali penuh pada cahaya .... Aku pastikan .. jalan mu terang ...." Kini Aida mengentikan rasa nggak moodnya dan memperhatikan Wawan menyanyi.

"Tak, mudah lagi.. sendu mengganggu, kau tahu cara buatku tertawa, tak mudah kusut dalam kemelut, kau tahu cara mengurai semua."

"Bila aku ... pegang kendali penuh pada cahaya .... Aku pastikan .. jalanmu terang .... Bila aku ... pegang kendali penuh pada cahaya .... Aku pastikan .. jalan mu terang ...."  Aida datang menghampiri Wawan dan berdiri berhadapan dengan nya.

"Duhai cahaya.. terima aku..
aku ingin kau lihat yang kau punya,
aku ingin kau kembali bisa,
percaya pada diri dan mampumu."

Aida langsung mendekat dan memeluk tubuh Wawan. "Maafkan aku yah mas, sebab tidak mempedulikan mu," ucap ku.

"Iya sayang, tidak apa-apa. Maafkan aku juga," balas Wawan.

Assalamualaikum, Pak Kepsek Season 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang