[268] Teh Asin

2 1 0
                                    

Beberapa menit kemudian, kami berdua telah sampai di depan rumah. Aku turun dari mobil sambil menahan kepala yang sakit, sedangkan Wawan pergi ke bawah seraya mengandeng tas ku.

Selanjutnya Aida membuka pintu dan duduk di kursi sambil memakai selimut milik Wawan.

"Dedek, masih pusing yah? Gimana kalau mas telepon, mamak aja," tanya Wawan.

"Nggak usah mas, Dedek nggak mau repotkan mamak. Biarkan mamak kerja di butik. Mending Dedek istirahat saja dulu di sini sejenak," balas ku.

"Emm ... ba-baiklah sayang. Ngomong-ngomong Dedek mau teh atau kopi hangat?"

"Aku, mau teh aja mas."

"Ya sudah, Dedek istirahat aja di sini. Nanti mas bikinin."

Aida mengangguk sambil tersenyum, lalu tidur berbaring di kursi sambil menarik selimut. Kini Wawan sedikit panik, sebab baru pertama kali ia berada di dapur keluarga mertua. Ia nggak tahu, keberadaan teh dan gula.

"Ya Allah, ini teh sama gulanya simpan di mana? Kira-kira ini gula atau garam yah. Ahh, bingung masuk-masuk ajalah," ucap Wawan.

Beberapa menit kemudian, Wawan berjalan ke depan sambil membawa segelas teh hangat.

"Dek, buruan di minum tehnya. Maaf karena terlalu lama menunggu," suruh Wawan.

"Iya, mas." Aida bangkit dari tidurnya, lalu mencoba tes hangat yang dibuatkan oleh Wawan.

Gluk!
Gluk!
Hoeek!

"Asin. Mas ini teh apaan?" heran Aida.

Wawan kebingungan, kemudian ia meminum teh buatanya. "Emm, asin. Maafkan aku dek, mas sebenarnya nggak tahu di mana gula. Maklum, baru pertama kali pergi ke dapur Dedek," balas Wawan.

"Astaghfirullah, mas. Dicicip dulu atuh, asin atau manis. Kalau gini, siapa yang mau habisin tehnya?"

"Maaf atuh, sayang. Mas, janji bikinnya lebih hati-hati."

Satu jam berlalu, kini aku bangun dari tidur dan sakit kepala ku juga sudah cukup reda, kemudian aku melihat Wawan yang sedang tertidur nyenyak di kursi.

"Kasihan Mas Wawan, tapi aku cukup senang sebab telah membantu ku. Astaga, aku belum ganti baju daritadi! Aku harus segera ganti," ucap ku. Aku berjalan pelan-pelan melewati Wawan yang sedang tertidur nyenyak. Selanjutnya aku berjalan menuju kamar, mengganti pakaian berupa kaos dan rok dasar.

Selama aku sibuk mengganti pakaian, Angelin datang membuka obrolan pada ku.

"Aida, lu sudah berhasil menemukan bukti?" tanya Angelin.

"Sudah ada Bu Set, tapi gue nggak bisa lihat wajah pelaku itu. Tiba-tiba kepala ku meriang hingga mendadak pingsan, selain itu gue sudah melihat ciri-ciri pakaian yang ia pakai. Sekarang gue tinggal mencari pakaian tersebut," balas ku.

"Oh syukur kalau begitu, semoga lu dan Bang Wawan bisa memecahkan masalah ini. Gue mau pulang, gue bosan tinggal di dunia ini. Gue benci dengan arwah yang tidak tenang ini!"

"Iya Angelin, lu jangan khawatir. Insyallah, kami akan menyelesaikan nya."

Selama aku sibuk mengobrol dengan Angelin, tiba-tiba Wawan di bawa datang mencari ku.

"Dedek. Dedek sayang, kau ada di mana?" panggil Wawan.

"Bu Set, aku izin tinggal yah. Nanti kita lanjut lagi obrolannya," balas ku.

"Oh, ok."

Setelah itu, aku bergegas ke bawah dengan menuruni puluhan anak tangga.

"Mas, Dedek ada di atas," ucap ku.

"Oh, kirain Dedek mau diculik. Mas, khawatir lho. Takut kejadian siang tadi di Taman Safari malah pergi jauh. Gimana dek, sakit kepalanya sudah mendingan belum?" tanya Wawan.

"Sudah agak mendingan mas. Ya sudah, kita lanjut lagi dong mas, penyelidikan nya untuk mencari kematian Angelin," balas ku, dengan mengajak Wawan.

"Astaghfirullah, dedek. Mending kamu istirahat aja dulu, nanti besok kita lanjuti lagi," tolak Wawan.

"Tapi, aku sudah cukup sembuh mas. Ayolah, ayolah, ayolah! Angelin sangat membutuhkan kita."

"Dek, mas tau ini penting. Tapi, kesehatan mu lebih penting. Mas, nggak mau kehilangan mu gara-gara hal ini."

Kini aku diam saja dan nggak membantah apa yang diucapkan oleh Wawan.

"Ya sudah, nanti malam. Dedek, ada kesibukan nggak?" tanya Wawan.

"Nggak ada sih, mas. Emang mau apa?" tanya balik ku.

"Kita, jalan-jalan ke taman lampu. Kebetulan tempat di sana, lagi dibuka," ajak Wawan.

"Emm, boleh. Tapi, di situ ada jualan makanan juga kan mas?"

"Tentu, ada sayang. Namanya juga baru buka, pasti penjual dan pengunjung banyak juga. Nanti habis Maghrib, kita pergi ke sana. Ya sudah, mas izin pulang yah."

"Iya mas, hati-hati di jalan yah." Aku pun langsung mencium tangan Wawan, lalu Wawan mencium balik sambung mencium kening ku.

"Iya, Dedek."

***
Selepas kepulangan Wawan, aku lanjut membuka google dan langsung mencari kematian wanita dan pria cokelat ditahun 2017 di Taman Safari.

"Akhirnya aku menemukan kejadian ini. Apa yang mati cuman pria nya saja, terus mayat perempuan nya ada di mana? Aku yakin di situ, pasti ada CCTV," heran ku sambil membaca artikel, lalu scroll semua kejadian berita tersebut.

"Hah, kok di CCTV nya nggak ada, nggak mungkin mayat Angelin bisa menghilang begitu saja. Ini, pasti tidak ada yang beres. Aku harus segera menyelidiki nya sampai tuntas, tapi aku pergi ke sana sama siapa? Mana aku nggak punya uang, kalau minta tolong sama Mas Wawan. Mas Wawan malah menolak!" kesal ku.

"Aida, mending lu dengerin aja apa yang dikatakan oleh Abang Wawan. Lu, itu kan mudah sekali sakit. Cara lu menggunakan mata batin juga tidak semaksimal itu. Gue tahu, kalau niat lu tersebut mau membantu gue," saran Angelin.

"Emm, tapi kematian lu ganjal banget Bu Set. Ahh, kok ada media mau menutupi kecelakaan ini, tambah di situ nggak pakai CCTV segala. Ini pelaku sengaja membunuh secara berencana," balas ku.

"Huh ... gue juga gak tahu. Tapi, gue hanya bisa berharap pada lu. Cuman lu, yang lihat gue terakhir mati di tempat, lalu sambil membawa cincin nan gue bawah, terus lu jual sama orang lain."

"Gue nggak tahu, Bu Set. Berharap aja ada keajaiban yang mau memecahkan masalah ini."

Selama aku sibuk berdebat, tiba-tiba adzan Ashar berkumandang. Aku bergegas menunaikan ibadah solat ashar, lalu sambung mandi sore sebab habis Maghrib aku diajak jalan-jalan sama Wawan.

Malam ini, aku mengenakan kaos putih, jaket hitam yang tebal dan memakai rok pendek, lalu menggunakan sepatu putih. Usai berdandan rapi, tiba-tiba Hartono dan Dinda baru saja sampai di depan rumah. Aku bergegas ke bawah sambil membuka pintu.

Ceklek!

"Mamak, bapak. Baru pulang yah?" sapa ku, lalu merangkul mereka berdua.

"Iya nak, kamu mau pergi ke mana. Rapi dan wangi lagi?" tanya Hartono.

"Aku, diajak kencan sama Mas Wawan. Pergi ke taman lampu, habis Maghrib nanti," balas ku.

"Oalah, begitu yah. Kirain Nak Wawan, mau tanding main catur lagi."

"Bosan lah, pak. Main itu mulu, kalau kalah terima aja."

"Yah, tapi Nak Wawan sendiri minta kemarin. Sudah minggir, bapak mau mandi dulu."

"Ish!"

Setelah kepergian Hartono, Dinda pun datang menenangkan ku.

"Nak, nanti kencannya jangan jauh-jauh dari Nak Wawan. Kasihan, entar Nak Wawan nyariin kamu. Ini bawa minyak angin, biar di sana nggak masuk angin," ucap Dinda.

"Iya, Mak."

Usai berbicara dengan ku, Dinda berjalan ke arah dapur. Sedangkan aku duduk di kursi tamu sambil menunggu adzan Maghrib dan kehadiran Wawan.

Assalamualaikum, Pak Kepsek Season 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang