[260] Sama Gagal

2 1 0
                                    

Selepas itu semua guru lain bersiap pulang, sedangkan Wawan duduk santai sambil mengeluarkan makan siang. Setelah kepergian semua guru, Aida pun bergegas masuk ke dala kantor.

"Mas, lagi makan apa?" tanya ku.

"Ini aku bawa dua roti bakar, telor dan sosis, sayang. Dedek, mau yah?" balas Wawan.

"Nggak mau, mas. Aku mau seblak. Nih perut dedek sudah keroncongan," ucap ku.

"Iya sayang, tunggu sebentar yah. Mas, mau habiskan makanan dan minuman dulu, nanti kita baru pulang."

"Jangan lama-lama yah, mas."

"Ok."

Lima menit berlalu, Aida dan Wawan bergegas menaiki mobil Daihatsu Ayla berwarna biru sambil bergandeng tangan, sedangkan Ibu Lusi memperhatikan dari balik jendela, lalu Sabar memperhatikan dekat WC, melihat Lusi yang sedang memandang Wawan dan Aida.

"Ibu Lusi, lagi ngapain Bu?" panggil Sabar dengan mengagetkan nya dari belakang.

"Astaga, Pak Sabar. Bapak sudah berapa lama di belakang?!" kaget Lusi.

"Lima menit yang lalu. Mereka romantis banget yah Bu, kayaknya mereka melebihi dari paman dan ponakan, malah seperti suami dan istri," balas Sabar.

"Aku juga berpikir seperti itu, kayaknya Mas Wawan menipu kita semua. Saat aku menghampiri Mas Wawan, ia selalu menghindari ku dan lebih dekat sama Aida. Padahal Aida adalah anak yang bandel dan sering buat masalah di sekolah ini, tapi yang bikin bingung mengapa Pak Kepsek bisa jatuh hati padanya," jelas Lusi.

"Aku juga sama Bu. Meskipun Aida terlihat bandel dan sering buat masalah di sekolah, ternyata ia cantik juga dan murah hati. Kenapa aku tidak menembak nya dari awal, aku sudah kalah mendapatkan nya dan Pak Kepsek pemenang nya."

"Malang sekali pak."

"Iya Bu, sepertinya kita sama-sama gagal untuk mendapatkan salah satu dari mereka. Kalau susah dikejar, kenapa kita tidak bersatu saja Bu. Mungkin Tuhan mempertemukan kita berdua. Ibu, masih gadis tua kan?"

"Maaf pak, meskipun kita sama-sama gagal. Tapi, masih ada kesempatan untuk menghancurkan salah satu dari mereka. Bukannya aku nggak mau, pak. Spesifikasi bapak tidak sebanding dengan Mas Wawan. Tolong tinggalkan aku, dan jangan ganggu aku, pergi sana cari wanita lain!"

Kini Sabar diam saja, lalu memilih pergi lagipun berdebat dengan wanita seperti Lusi juga tidak bisa diselesaikan, namun  menghancurkan salah satu dari Aida atau Pak Kepsek, aku mengelabuhi nya, sebab perbuatannya tetap lah salah.

***
Sepuluh menit kemudian, aku dan Wawan telah sampai di warung seblak menor. Kemudian Aida dan Wawan turun dari mobil, lalu berjalan masuk ke dalam warung saling berpegangan tangan.

Setelah itu, salah satu karyawati perempuan datang menghampiri kami dengan membawa daftar makanan.

"Permisi, Bapak dan kakak mau pesan apa?" tanya karyawati yang menggenakan kaos merah.

"Kak, saya mau model seblak mix dan segelas teh dingin berukuran besar," pinta ku.

"Baik, kak. Terus bapak mau pesan apa?" tanya karyawati pada Wawan.

"Aku mau bakso, telur dan sosis kuah merah, terus minumnya cappucino dingin," balas Wawan.

"Baiklah, harap tunggu sebentar bapak dan kakak."

"Baiklah."

Selama menunggu makanan, Aida membuka obrolan pada Wawan.

"Mas, soalnya tadi di Bakso Bang Satria. Dedek minta maaf yah, sebab telah memalukan mas gara-gara selingkuhan dengan Bu Weni. Benar apa yang dikatakan oleh Lita, kalau aku sangat posesif. Tetapi, aku berjanji tidak akan mengulangi nya lagi," ucap ku.

"Iya sayang, mas mengerti kok. Mas sudah maafkan, mas malah senang kalau kamu telah menyadarinya. Ya sudah masalah yang berlalu, tidak usah dipikirkan lagi," balas Wawan.

"Makasih yah mas, sebab sudah terlalu sabar buat ku. Aku sangat bersyukur punya mas yang berhati dingin." Aku memeluk erat tubuh Wawan.

Wawan pun mengelus rambut Aida dan langsung menciumnya. Usai saling bermaaf-maafan, karyawan datang menyuguhkan pesanan kami berdua.

"Ngih pak, buruan dimakan seblaknya mumpung masih hangat," suruh karyawan.

"Baik, terimakasih banyak mas," balas Wawan.

"Yuk, dek. Kita makan dulu, katanya Dedek lagi lapar," ajak Wawan.

"Iya, mas," balas ku.

Lima belas menit kemudian, aku dan Wawan sudah kekenyangan akibat kebanyakan menyantap seblak yang cukup banyak. Selanjutnya kami bergegas pergi masjid untuk melaksanakan solat Dzuhur.

Beberapa menit berlalu, kami berdua bergegas pulang ke Rumah Wawan. Kebetulan Pak Iskandar baru saja selesai menyantap makan siang, then ia membuka pagar.

"Siang, pak. Gimana sudah kenyang belum makan siangnya?" sapa Wawan.

"Alhamdulillah, sudah kenyang pak. Terimakasih banyak pak, sudah beliin," balas Iskandar.

"Iya pak, sama-sama. Aku senang kalau bapak sudah kenyang. Nanti sore, kami mau pergi pak. Biasa mau antar calon istri ke rumah. Tapi, aku pulangnya sekitar pukul 10 malam, bapak nggak pa-pa kalau pulangnya agak malam. Biasa lagi mau manjain calon istri, pak."

"Oh baiklah, pak. Saya siap menerima perintah bapak. Waduh, masih calon istri yah pak, kirain anak dan bapak. Maaf, pak kalau saya bercanda."

"Hahaha ... iya pak, tidak apa-apa. Kami sering ke tempat umum, dibilang bapak dan anak."

"Hahaha, iya pak."

Usai mengobrol dengan Iskandar, Wawan bergegas masukkan mobil ke depan pintu rumah. Selanjutnya Aida mencubit tangan Wawan.

"Aww, Dedek kenapa mencubit tangan mas, sakit tau." Wawan kesakitan.

"Lagian mas, malu-maluin Dedek sambil bilang manjain depan Pak Iskandar. Awas, nanti Dedek nggak bakalan kasih jatah lagi!" kesal Aida.

"Utututu ... jangan gitulah sayang, mas cuman bercanda kok. Mas, janji tidak akan mengulangi nya lagi. Ya sudah ayo kita masuk, pakaian Dedek buruan dikemas. Nanti habis ashar kita baru pulang temui bapak dan mamak," ajak Wawan.

"Nggak mau, aku maunya digendong," pinta Aida.

"Ya sudah, ayo sayang." Wawan pun turun dari mobil sambil membawa tas ransel, lalu ia menutupnya dan berjalan ke arah Aida. Sambil membuka pintu dan mengendong Aida di depan seraya memegang bahu Wawan.

"Mas, cara besarin otot bagaimana?" tanya ku.

"Sering-sering olahraga dan sarapan yang banyak kalori sayang. Emang Dedek mau apa nanya otot?" balas Wawan, lalu bertanya.

"Dedek mau punya otot, nanti kalau ada bahaya. Dedek bisa selamatkan mas," balas Aida.

"Ada-ada saja kamu, sayang. Tubuh mas yang gagah ini mau diselamatkan oleh kamu."

"Yah, buat jaga-jaga aja mas. Kalau mas, kalah nanti bagaimana?"

"Mas, nggak akan kalah sayang. Sampai kapan pun, mas yang akan mengamankan kamu."

"Iya mas, Dedek percaya. Tapi, gini-gini juga aku sudah punya sabuk hitam yang diajarin sama bapak."

"Ah, masa sih. Ya sudah buruan kemas pakaian mu. Mas, mau mandi dan ganti baju juga nih. Dah bau," suruh Wawan.

"Baik, mas. Ih, pantes bau kelek, ternyata beneran bau."

"Nih, bau!" Wawan memberikan ketiak padaku.

"Ihh, mas jahat. Sana buruan mandi."

"Iyaaa."

Assalamualaikum, Pak Kepsek Season 2 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang