OC : satu

33.6K 2K 70
                                    

Sejak tadi seorang wanita berusia 24 tahun, terus berdiri dengan ragu di depan gerbang sekolah. Dirinya ragu, haruskah dirinya masuk kedalam atau tidak.

"Masuk atau enggak ya." Gumamnya.

"Shani?"

Shani indira bratadikara, adalah wanita yang sejak tadi berdiri di depan pintu gerbang sekolah itu. Tanpa berniat masuk

"Bu." Sapa shani, mencium tangan wanita paruh bayah yang tadi menyapanya.

"Akhirnya, kamu kesini juga. Mau ambil rapot adikmu kan?" Tanya wanita tua itu, yang merupakan seorang kepala sekolah

"Eum.." shani ragu.

"Sudah 3 tahun shani, rapot itu mungkin bisa lusuh. Kalau gak kamu atau saudara mu ambil." Sela guru itu.

"Kamu gak mau lihat, hasil jerit payah adikmu selama di sini shan?" Tanya kepala sekolah, tersenyum tipis.

"3 tahun." Batin shani.

"Oke, saya ambil." Balas shani.

Shani dan guru itu, sudah berada di dalam ruang kepala sekolah disana. Tidak hanya mereka berdua, tetapi ada satu guru yang merupakan walas yang mengajar adiknya

"Ini, hasil rapot adikmu." Ucap guru itu, sebut saja ibu yona. Beliau adalah wali kelas adiknya dulu.

Shani memalingkan wajahnya, saat matanya menangkap nama lengkap dan juga foto adiknya. Terdapat rapot, ijazah dan juga satu amplop yang tidak shani ketahui apa isi didalamnya.

"Ci, rapot ku kapan mau di ambil?"

"Kapan-kapan aja."

"Guru aku nanyain ci, rapot ku gak pernah di ambil. Aku gak bisa ambil rapot, harus ada walinya."

"Ambil gak di ambil, juga tetep urutan akhir kan? Gak usah di pikirin."

"T-tapi ci-"

"Udah ya, cici buru-buru.
Ada panggilan dari rumah sakit."

Ia membuka isi rapot itu, rapot itu masih terjaga bahkan terlihat rapih. Walaupun banyak terdapat debu, mungkin karna rapot dari 3 tahun lalu.

"Mau saya bacakan?" Tawar ibu yona. Shani menganggukan kepala.

"Seperti yang kita ketahui, bahwa adikmu adalah satu-satunya murid langganan urutan peringkat akhir di kelasnya. Bahkan di satu angkatan, kamu bisa lihat di rapotnya." Ucap ibu yona, mengarahkan rapot itu padanya.

Benar, ia bisa melihat adiknya yang berada di posisi peringkat akhir. Bahkan jika dilihat pun, nilai yang di raih jauh dari rata-rata. Bahkan hampir tidak ada nilainya disana.

"Adikmu selalu menjadi orang yang berada di paling belakang. Kita semua tahu, bahwa dia memang akan selalu di belakang karna kondisinya yang kesulitan untuk membaca." Ucap ibu yona, membalikan lembar berikutnya

"Tapi shan, adikmu akhirnya bergerak selangkah demi selangkah. Dia berhasil meraih nilai diatas rata-rata, untuk di semester pertama dan ulangan harian." Ucap ibu yona, menunjuk nilai di rapot yang berisi kemajuan anak itu.

Shani ikut menatap progress yang telah di capai adiknya, nilai itu menjadi lebih baik meskipun masih terbilang kurang. Namun, ukuran adiknya itu adalah sebuah kemajuan yang pesat.

"50." Gumam shani.

"Biasanya hanya 20, sekarang naik ke 50. Sebuah kemajuan." Ucap ibu yona. Ia membalik lembar berikutnya.

"Tidak berhenti disitu, masuk ke semester dua. Adikmu berhasil menambah nilai ujiannya, meskipun tidak banyak. Tapi itu membantu dia untuk masuk ke dalam 20 besar." Ucap ibu yona, menunjuk hasil peringkat yang tertera di rapot adiknya.

ORIGAMI CHRISTY ✉  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang